eksistensi yang kelopak matanya terpejam, berbaring di atas ranjang bersih rumah sakit. tiap tarikan napasnya, embusannyaㅡmenimbulkan bintik-bintik uap. segaris kehidupan pada layar terkadang menukik turun, lalu naik dan mendatar, begitu terus-menerus selama sehari penuh.
yang jeongin tak kunjung beranjak dari posisinya, mengusapkan tangan pada tangan. perasaan cemas dan terluka bercampur aduk, membuatnya mual. dia sangat lemah, lebih lemah dibanding kekasihnya yang hilang kesadaran.
"jeongin-ssi."
titik pengelihatan saling bertumbuk, minho menyodorkan gelas karton ke arah lawan bicaranya.
"terima kasih," jawab jeongin. nada suaranya dingin, hasil dari kekalutan melanda seisi pikiran. dahinya mengernyit kala aroma tertangkap indra perasa.
"maaf kalau kau tidak suka, tapi earl grey bagus untuk membuat tubuh relaks." minho berdeham. "kutambahkan susu juga."
jeongin memasang senyum singkat. "kuhargai usahamu." lalu meneguk sekali. panas menyengat lidah, tetapi dipaksakannyaㅡsekadar menghangatkan perut.
setelah hening yang mencekik, atensi keduanya kembali terpusat pada sosok hyunjin. bibir tebalnya merekah, permukaan kulitnya semakin pucat sejak terakhir kali ia sadar. jeongin menyentuh bagian pipi. darahnya berdesir saat ada sedikit responsㅡtangan kekasihnya bergerak, meski hanya sepersekian detik.
"seonsaengnim, dia sadar."
━━━━
selanjutnya, jeongin menghambur dalam lengan terbuka hyunjin. rengkuhan itu terasa hangat, walau pendingin ruangan berderak di sudut.
"aku kira kau akan mati."
hyunjin mengeluarkan kekehan tipis. "tentu saja tidak. aku, kan, sangat tangguh."
"huh. tangguh apanya." jeongin mengerucutkan bibir sambil mengangkat kepala. "jangan makan apapun setelah ini, bahkan keripik kentang. pokoknya tidak boleh. aku khawatir tahu. aku ... akuㅡ" tanpa sadar, terbentuk aliran di pipi jeongin.
"hei, tidak usah menangis." hyunjin mendadak gagap, namun berusaha menghibur. "aku ada di sini, tidak ada gunanya menangis."
"a-aku tidak menangis!" sisi jantan dalam diri jeongin menolak keras. ia mengusap airmatanya secepat kilat, lalu menggembungkan pipi. "cih. buat apa menangisi orang seperti dirimu. dasar manusia pringles!"
dibentak oleh pemuda bermarga yang, bukannya balik marahㅡhyunjin tergelak. senyuman terbit di wajahnya, mengusap kasar surai kelam milik jeongin.
"tidak apa-apa." derai tawa mengalun di telinga keduanya. "kau akan menemaniku sampai akhir, kan?"

KAMU SEDANG MEMBACA
PRINGLES / HYUNJEONG.
Fanfictionuntuk saat ini, remah-remah keripik memecah canggung di antara dua pria. 2018 © ONGZARELLA