PERNAH mendengar teori bahwa semua impian yang diperjuangkan dengan sungguh-sungguh akan a nyata?
Ah, rasanya kalimat itu terlalu familiar. Pasaran, terlalu banyak diucapkan sementara dunia yang kelewat sempit ini mempunyai rotasi waktu yang sangat pesat; terlalu cepat hingga kontrol mulut manusia tak pernah berubah; masih sering menyebar berita pada orang-orang hanya dalam jangka waktu pendek.
Jadi tidak mungkin kalimat bijak yang sering dikumandangkan itu tidak pernah kaudengar.
Bahkan saat aku masih duduk di bangku Sekolah Dasar, menenteng tas ransel merah bermotif bunga dengan senyum pongah di wajah—merasa bangga karena akhirnya sampai juga pada jajaran nama siswa-siswi SD—guru pembimbing kelas pertama yang kutemui langsung memberi ceramah singkat tentang suka duka hidup pelajar, lengkap dengan kalimat nasihat mengudara, "Asal kau belajar sungguh-sungguh dan tidak mau menyerah akan mimpimu, Ibu yakin, suatu saat nanti mpian kalian akan terwujud."
Secara tidak langsung, mereka menumbuhkan harapan dalam hatiku; tak ada yang mustahil. Semua akan menjadi nyata, dan yang aku perlukan di sini hanyalah berjuang.
Baiklah, baiklah. Cukup basa-basinya. Beberapa menit lagi aku ada presentasi penting namun tetap belum menghilangkan pemikiran tentang mimpi dari benak. Hei, ayolah. Kalau nyatanya kalimat semudah dan sesederhana itu untuk dipercayai, lantas untuk apa aku menangis semalaman karena semua hasil tetes keringat yang aku peroleh harus luntur sia-sia?
Napasku berembus lelah dengan satu desah pelan. Sial. Kalau kembali mengingat kejadian semalam lengkap dengan perdebatan kecil yang berujung kata-kata kasar Papa, keningku jadi berkedut tanpa henti.
Melelahkan. Benar-benar melelahkan.
"Peserta berikutnya diharap segera bersiap-siap."
Aku sedikit terkesiap, tersenyum tipis pada wanita berkemeja merah yang sedari tadi berjalan mondar-mandir untuk memastikan acara berjalan dengan baik. Ia mengambil ahli banyak dan aku yakin tanggung jawabnya bukan hanya sebesar kepalan tangan yang dengan mudah dialihkan. Dari semua kru dan staf yang aku temui, hanya wanita itu yang tetap tersenyum pada semua peserta, terlepas dari hasil yang mereka dapat.
Seperti sekarang, semua hasil yang kulihat di depan mata benar-benar membuatku menganga.
"Kau sudah berusaha, tak apa. Cobalah lagi pada lain kesempatan."
Sementara jari-jariku bergetar dengan perut melilit mulas, wanita itu membelai halus bahu seorang gadis yang masuk dalam jajaran nama peserta dengan satu tanda peserta berupa kalung tali biru yang mengalungi lehernya, berisikan nama yang dari jarak pandang satu meter masih terbaca olehku.
Sarah. Ah, gadis berambut pendek dengan kaos putih dan rok hitam berenda yang maju sebelumku itu ternyata gagal dalam presentasinya.
Aku jadi semakin gugup. Napasku tertahan tanpa sebab, padahal di saat yang sama wanita berkemeja merah itu kembali menyapaku. Ah, tidak benar-benar menyapa juga, karena setelah mengulas senyum singkat yang nampak melelahkan, wanita itu langsung menyerukan kalimat yang mau tak mau membuat tubuhku sukses menegang utuh.
"Peserta selanjutnya, Kinanti Ela, siap untuk maju, ya?"
Baiklah Kinanti, memang sudah sekarang waktunya.
Aku mengulas senyum kaku, langsung bersiap berdiri walau tanganku tak henti berkeringat, walau kakiku juga menyerukan ketakutan berupa gemetar yang membuatku nyaris terduduk kembali.
Sementara wanita berkemeja merah tadi menuntun langkahku melewati lorong panjang untuk menuju satu aula besar yang menjadi tempat seluruh peserta untuk menyampaikan ide dan gagasan mereka dalam bentuk Power Point yang dipresentasikan secara langsung, jari-jariku saling menaut dalam kecemasan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Future Dreams
Truyện NgắnApa mimpimu lima tahun yang akan datang? Di masa depan, seperti apa kamu melihat dirimu sendiri? Mimpi adalah angan yang kita pegang saat masih kecil, kemudian jadi harapan, dan berubah jadi cita-cita yang akan kita wujudkan ketika dewasa. Mimpi buk...