Kemudian

71 11 29
                                    

5 tahun telah berlalu.

Dahulu aku berpikir bahwa pasangan itu sekedar memenuhi semua harapan kebahagiaan. Aku juga berpikir bila memiliki pasangan yang benar-benar bisa disentuh, tanpa ada yang melarang atau takut ternoda petaka. Kini aku tidak memerdulikan betapa mengerikannya pasangan atau sebagainya, bagi yang mengerti akan hal itu.

Aku benar-benar bahagia memiliki pasangan, yang selalu hadir menemaniku setiap saat. Sekedar saja keinginanku terdahulu, yaitu aku ingin menyendiri di kamar, dan menikmati anime bajakan atau manga ilegal di internet, tanpa takut kehabisan uang.

Aku hampir lupa dengan waifuku, yang mungkin terasa sedikit bau bawang, tidak seperti mereka yang memiliki bau bawang sejati, wibu sembari tunjuk-tunjuk. Bahkan 5 akun mobile legend ku sudah bergelar mytic dan berlevel max 30.

Banyak hal ingin kuceritakan selama 5 tahun lalu, terutama apa yang sudah kulalui dengan santai tanpa beban. Namun, sudah cukup perjalanan santai dan saatnya untuk serius.

Saat itu aku menculik seorang gadis dari desa sebelah, dan menyembunyikannya di rumahku. Tenang saja, ada orang tuaku di dalam dan dipastikan gadis itu tidak akan ternoda.

Setelah penculikan berhasil, aku memberitahu kepala desa, bahwa aku telah menculik setangkai bunga desa. Sebenarnya tidak perlu memberitau juga tidak apa-apa, karena aku bisa menyembunyikannya ke tempat lain.

Semua heboh? Tentu saja heboh. Hanya saja tidak seperti zaman dulu, menculik dan terlibat peperangan, karena penculikan ini didasarkan atas suka sama suka. Pernah aku berniat melamar seperti diutarakan anime yang kutonton, tetapi tradisi lombok adalah hal mutlak.

"Beb," ujarnya manja."Kamu sedang memikirkan apa?"

Aku merasakan kehangatan ketika dia memelukku. Benar, dia adalah istriku. Kurasakan dadanya menyatu dengan punggungku, terasa kenyal dan menggila rasanya. Syukurlah pernikahaan kami masih terbilang muda, jika lebih kemungkinan rasanya berbeda.

"Tidak ada." Ujarku pelan.

"Jangan bohong, ayo katakan."

Sebenarnya aku ingin mengatakan tetapi bibir terasa kelu. Rasanya aku terlalu malu untuk jujur mengingat masa lalu, lantaran itu bukan cara pengungkapan seorang lelaki, tetapi agar istriku tidak curiga aku mengelus tubuh lembutnya.

"Tenang aja beb, aku cuma memikirkan tentang diri kita kok."

Kurasakan desahan nafas lembutnya, dan rintihan mungilnya. "Aaahhhhh..."

"Ayo beb, kita main lagi." Ujarku.

"Ayo."

Kami berdua menuju ke kamar. Sebenarnya kurang nyaman melakukannya di kamar tamu atau hanya duduk saja di sana.

Istriku dengan gesitnya merebahkan diri ke kasur. Aku hanya membalas dengan senyuman.

"Ayo beb, kita mulai."

"Hari ini aku tidak akan kalah."

Kami memulai permainan dengan mengeluarkan smarthphone masing2, dan memulai permainan yang mendebarkan. Seperti itulah menurutku.

"Buruan beb," ujarnya seakan memaksa."Kill dia."

"Santai beb."

Aku memasang isyarat kepada istriku agar memelankan suaranya, karena ditakutkan anak-anak akan bangun dari mimpi indah mereka.

"Beb?"

"Apa?"

"Mari kita tidur."

Aku melirik gadis setengah baya di hadapanku, terutama memerhatikan seluruh wajah dan tubuhnya, agar memastikan usianya kini. Cukup banyak aku memerhatikan sehingga dia membalas dengan senyuman.

Future DreamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang