LAGU 3-RAGIL

11.4K 2.3K 216
                                    

Lama-lama kayak gini gue bisa stres. Ini udah yang kesekian kalinya gue coba bikin lirik sampai semalaman, tapi nggak ada yang berhasil. Padahal banyak nada-nada bagus yang gue dapat, tapi kenapa waktu gue coba bikin liriknya, hasilnya malah buntu. Lirik-lirik yang gue tulis nggak ada yang bagus. Jangankan buat dijadikan lagu, gue sendiri jijik bacanya. Apa gue emang sepayah itu menyangkut urusan percintaan?

"Masih belum berhasil dapat lirik yang bagus?" tanya Sidney, duduk di sebelah gue lengkap dengan setelan kerjanya. Dia makan sereal dengan rakus, makanan bayi yang nggak akan pernah gue makan sampai seumur hidup.

Kalau gue lihat-lihat, penampilan Sidney nggak kayak wartawan kebanyakan. Dia terlalu cute untuk jadi seorang pemburu berita. Baju yang dia pakai terlalu bagus buat dipakai ke lapangan. Apalagi riasan di mukanya, selalu full makeup. Padahal dia kerja di lapangan seharian, tapi sampai malam pulang ke rumah pun, makeup-nya masih tetap on. Apa segitu cintanya dia sama kecantikan sampai nggak mau kelihatan jelek?

"Ditanya malah ngelamun."

"Gue mau nanya dulu sama lo," kata gue alih-alih menjawab pertanyaannya. "Sebagai wartawan, tugas lo selain meliput ke lapangan, juga nulis berita, kan?"

"Iyalah," jawab Sidney, menyuap serealnya dulu, baru melanjutkan. "Kalau proses pengolahannya gue kasih ke orang lain, kemungkinan besar beritanya akan jadi bias dan malah bisa kehilangan makna. Yang melihat realitas langsung di lapangan kan gue."

"Nah, waktu lo nulis berita, lo pernah menemukan kendala? Misalnya, pikiran lo tiba-tiba buntu dan lo bingung mau nulis apa?"

Sidney berpikir sebentar. "Sejauh ini nggak pernah," jawabnya. "Gue kan udah punya materi yang gue dapat di lapangan. Tinggal gue proses materinya dengan mengembangkan teknik pembuatan berita yang bisa menjawab  5w dan 1H."

"What, why, who, when, where, dan how?"

Sidney mengangguk sambil kembali memakan serealnya.

Sial! Omongannya Sidney yang terlalu canggih malah bikin gue ingat dengan tesis gue yang terbengkalai. Gue nggak ngerti sama diri gue sendiri. Nggak biasanya gue sampai kayak gini. Menciptakan sebuah lagu itu udah jadi bagian dari hidup gue. Tapi sekarang ini, lagu nggak dapat, tesis juga nggak kelar-kelar. Meninggal aja kali gue!

"Lo lagi buntu ide, ya?"

Gue ngangguk. "Gue udah coba bikin lirik semalaman tapi hasilnya nggak ada yang bagus."

"Lagu yang lo mainin tadi itu bagus, kok."

"Yang mana?"

"Yang tadi lo mainin waktu gue baru keluar kamar."

"Oh, yang itu. Menurut lo, itu bagus?"

"Bagus banget. Gue suka."

"Nada tadi itu baru gue bikin semalam. Anehnya, gue bisa segampang itu tentukan nadanya, tapi gue bingung ngarang liriknya."

"Emang lo mau bikin lirik tentang apa, sih?"

"Tema percintaan."

Mata Sidney membulat, dan nggak lama dia ketawa. Kelihatan puas banget sampai kepalanya mendongak ke belakang.

"Cowok metal kayak lo bikin lagu cinta?" Dia ketawa lagi.

Kampret!

"Ketawa aja sampai puas, Sid. Mumpung masih gue lihatin."

"Sorry, sorry. Gue cuma nggak percaya aja lo bisa bikin lagu cinta."

"Jangankan elo, gue sendiri aja nggak yakin. Kalau bukan karena permintaan produser, gue nggak bakalan mau nulis lagu kayak gini."

Song About SidneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang