Pukul delapan malam aku tiba di rumah. Hari yang melelahkan setelah siang tadi aku mendapat tugas meliput kebakaran kawasan padat penduduk di tengah kota Jakarta yang menghabiskan hingga puluhan rumah.
Saat melewati pintu utama, aku melihat Ragil sedang duduk di ruang tengah. Masih sama seperti tadi pagi, bersama gitar yang sepertinya tidak pernah lepas dari pangkuannya.
"Malem banget pulangnya, Sid?" tanya Ragil saat melihat kedatanganku.
"Iya. Tadi habis meliput kebakaran di Menteng."
"Kalau gitu, besok lagi aja kita bikin lagunya. Lo pasti capek, kan?"
Oh iya. Aku lupa tadi pagi sudah berjanji akan membantu Ragil membuat lirik untuk project lagu barunya.
"Nggak apa-apa, kok. Besok gue ke kantor agak siangan, jadi bisa santai bangunnya," jawabku. "Bentar ya, gue mandi dulu."
"Iya. Santai aja."
Aku melewati Ragil menuju kamar. Tumben penampilan Ragil rapi banget. Nggak ada lagi kaus belel dan celana jins robek-robek. Dia juga sepertinya baru selesai mandi. Kelihatan dari rambutnya yang masih lembab dan aroma sabun yang menguar saat aku berjalan di belakangnya. Kalau penampilannya seperti itu, dia baru kelihatan seperti manusia.
Aku sudah selesai mandi, sudah mengganti pakaian kerjaku dengan piama tidur, sudah menghapus riasan wajah, dan membiarkan rambutku terurai sebelum menghampiri Ragil yang masih menunggu di ruang tengah.
"Lo udah makan?" tanya Ragil setelah aku duduk di sofa panjang yang dia duduki.
"Emangnya ada makanan apa?"
"Mbak Miza lagi pergi sama Mas Aksa, jadi di rumah nggak ada makanan. Gue pesenin Go-Food aja, ya? Gue juga belum makan."
Tuh, kan. Apa aku bilang. Sikap Ragil aneh sekali malam ini. Nggak biasanya dia perhatian seperti ini. Apalagi sampai menanyakan aku sudah makan atau belum, itu nggak Ragil banget.
"Lo mau makan apa?"
Aku mengerjap sesaat. "Terserah," jawabku.
"Sate ayam?"
Aku mengangguk. "Boleh."
Ragil menyimpan gitar dan beralih meraih ponselnya. Aku memperhatikan Ragil saat laki-laki itu sedang menunduk, menyadari sikap Ragil yang terasa lain. Dia tidak lagi menyebalkan seperti Ragil yang biasanya. Kali ini dia terlihat lebih kalem layaknya manusia-manusia normal. Dan hal itu membuatku berpikir, apakah perubahan sikapnya disebabkan karena percakapan kami tadi pagi?
"Kita mulai dari mana?" Pertanyaan Ragil mengejutkan aku. Aku tidak sadar dia sudah selesai memesan dan kini sudah kembali memegang gitarnya.
"Coba lo mainin nada yang tadi pagi."
Ragil mengangguk, lalu mulai memainkan gitarnya. "Yang ini?" tanyanya yang kujawab anggukan kepala.
Sambil mendengarkan lagu yang Ragil mainkan, aku mengambil buku lirik yang tersimpan di atas meja dan kembali duduk di sebelahnya. "Coba ulangi lagi dari awal," kataku.
Ragil menurut. Jemarinya lincah memetik dari satu senar ke senar yang lain, menciptakan alunan akustik yang sama seperti yang sebelumnya dia mainkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Song About Sidney
RomanceSelain berprofesi sebagai jurnalis muda, Sidney Tania Tanjung merupakan seorang konten kreator kecantikan (Beauty Vlogger) yang ceriwis dan dinamis. Semua masalah dalam hidupnya bermula ketika ia harus tinggal satu rumah dengan Indra Gilang Gautama...