01. So Far Away

8.5K 403 147
                                    

Delapan tahun yang lalu.

Taehyung bersembunyi di balik tembok, di sisi jalan tepat sebelah rumahnya. Bibirnya tak dapat menahan senyum, bahkan ia hampir tertawa. Tak lama Raerin muncul dengan tatapan dingin. Gadis itu membenarkan tali tas dibahunya sejenak, kemudian menghampiri Taehyung.

"Kau senang sekali ya?" kata gadis itu dengan nada kesal. "Gara-gara kau, aku hampir tak bisa menghabiskan sarapanku. Kenapa kau menuangkan bubuk cabai di mangkuk supku?"

"Kau tidak ke rumah sakit? Orang sepertimu harusnya tidak lepas di jalan." Cibir Taehyung.

"Aku tak tahu apa yang Tuan Kim pikirkan jika melihat sifat aslimu. Jika kau terus seperti ini aku akan mengatakan tentangmu padanya!"

Setelah melontarkan kekesalannya, Raerin membalikkan tubuhnya. Tepat saat kakinya mulai melangkah, sebelah kaki Taehyung menyandungnya. Gadis itu jatuh terjerambab di jalan.

"Ya! Bukankah tindakanmu ini sudah keterlaluan?" Raerin membersihkan seragamnya yang kotor. Sakit? Sudah pasti. Raerin menahan air matanya, kemudian berkata lagi. "Aku ingin memulai persahabatan denganmu semenjak aku berada disini, tapi kau membuatku merasa tak nyaman setiap saat."

"Persahabatan?" Taehyung tersenyum miring. "Ibumu menikah dengan ayahku karena uang. Aku dengar ibumu memohon kepada ayahku untuk menyelesaikan masalah finansial keluargamu. Bukankah ibumu menikah dengan ayahku untuk mendapatkan uang?"

Raerin menatapnya setengah tak percaya. "Kau berbicara sangat dalam."

"Kenapa? Kau marah?"

"Kalau saja bisa, aku ingin sekali menyumpal mulutmu." Raerin menghela napas panjang. "Geurae, ibuku menikah dengan ayahmu adalah karena uang. Apa kau puas sekarang? Ya, aku merasa senang bahwa hidupku tak akan susah lagi. Aku bahkan sangat senang mendapatkan pakaian baru dari ayahmu. Aku berterima kasih pada ayahmu karena sudah mau menerimaku. Tapi kau.. Kau benar-benar pria brengsek yang menyebalkan!"

Gadis itu menghapus air matanya dengan kasar, kemudian berlari meninggalkan Taehyung yang hanya berdiri mematung.

Keesokannya entah mengapa Raerin terbangun jam empat subuh. Ia mendengar suara mobil dari luar rumah. Raerin memutuskan untuk mengecek keadaan luar. Ia pun membuka tirai jendela kamarnya dalam keadaan gelap.

Gadis itu mengucek matanya dan melihat Taehyung sedang menyeret koper menuju bagasi mobil. Ada Tuan Kim juga disana. Mata gadis itu terbuka lebar. Dengan cepat ia keluar kamar dan menuruni anak tangga.

"Oh.. Kau sudah bangun." Ibunya terkejut melihat anak gadisnya terbangun sepagi ini.

"Ibu, Tuan Kim— eh, maksudku ayah.. dia mau kemana?"

"Mau mengantar Taehyung ke bandara. Mendadak sekali memang. Tapi sudah sangat lama Taehyung mempunyai rencana untuk sekolah di Kanada."

"K-Kanada?" Raerin terdiam sejenak. Lalu ikut membantu ibunya membawa barang-barang milik Taehyung ke mobil.

Raerin memperhatikan Taehyung yang saat itu tengah berbicara dengan Tuan Kim. Ketika Taehyung melirik ke arahnya, gadis itu buru-buru membuang pandangannya ke arah lain. Gadis itu tidak sadar kalau sekarang Taehyung sedang berjalan ke arahnya.

"Mungkin kita tidak akan bertemu lagi." Ucap Taehyung.

"Eh.."

"Aku tidak berniat untuk kembali lagi kesini." Katanya dengan sangat pelan.

Taehyung mengangkat sebelah tangannya. Lalu dengan sedikit ragu ia letakkan tangannya di atas kepala Raerin. "Sampai disini. Tinggi kepalamu hanya boleh sampai disini."

"Ya! Tubuhku masih akan tumbuh ke atas." Desis Raerin sebal.

Mendengar celotehan gadis itu, kedua sudut bibir Taehyung terangkat.

Sebelum Taehyung masuk ke dalam mobil, ia berkata untuk terakhir kalinya. "Selamat tinggal. Dan, jangan pernah menungguku."

Udara yang keluar dari mulut Raerin membentuk kabut tipis. Musim dingin belum berakhir. Ia merapatkan jaketnya seraya melangkahkan kakinya menuju gerbang sekolah. Hari ini adalah ujian nasional siswa SMA Korea. Itu artinya ia akan lulus sebentar lagi.

Sanha, murid baru yang belum lama Raerin kenal belakangan ini duduk satu kelas dengannya. Sanha belajar sangat keras karena ia tertinggal banyak materi sejak kepindahannya di sekolah ini. Lihat, pria itu bahkan masih sibuk membolak-balikan halaman buku sebelum ujian dimulai.

"Hei, jangan terlalu serius. Kau bisa stres nanti." Raerin terkekeh.

"Aku harus fokus. Setidaknya untuk satu pelajaran. Matematika~" balas Sanha tanpa repot-repot menoleh ke arah Raerin.

Usai ujian berlangsung, beberapa anak banyak yang disambut oleh orangtua mereka yang sedang menjemput. Mata Raerin mengarah ke pohon Linden yang berdiri kokoh di halaman sekolah.

Gadis itu menyunggingkan bibirnya. "Oppa!"

"Eoh.. Bagaimana ujiannya? Apa sangat sulit?" tanya Yoongi saat Raerin tiba dihadapannya.

"Sedikit. Tapi aku masih bisa mengerjakannya."

Raerin melihat ke sekelilingnya, menyelidik di setiap kerumunan orang-orang, seperti mencari sesuatu.

"Kenapa? Kau mencari Taehyung?"

Raerin menghela napas kemudian mengangguk.

"Apa kau tidak menghubunginya?" tanya Yoongi lagi.

"Aku tidak bisa. Bagaimana jika dia sedang sibuk dan aku malah menganggunya?"

"Coba saja dulu. Oh.. Atau kau mau kuantar ke perusahaannya?"

Mata Raerin langsung berbinar. "Setuju."

"Kau mudah sekali ditebak."

"Kau yakin mau menemuinya sekarang?" saat ini mobil Yoongi terparkir di depan gedung perusahaan ayahnya Taehyung yang sekarang seratus persen menjadi milik Taehyung.

Raerin mengangguk, melepas sabuk pengaman, lalu membuka pintu mobil. "Jangan khawatir."

"Maksudku.. Apakah benar Taehyung ada disini?"

"Mungkin saja." Raerin asal menjawab.

Yoongi pun kembali menyalakan mesin mobil dan pergi. Kini Raerin tinggal sendiri. Ia segera menuju lobi gedung, tepatnya ke arah pintu kaca yang terbuka secara otomatis. Gadis itu menghampiri meja resepsionis.

"Ada yang bisa saya bantu, nona?"

"Hmm... Aku ingin bertemu dengan Kim Taehyung."

Wanita di meja resepsionis itu menatap Raerin dengan sedikit bingung.

Raerin menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Rupanya Raerin belum dikenal disini. Atau mungkinkah wanita resepsionis tersebut adalah karyawan baru disini?

'Apa harus kukatakan jika aku adalah adik dari pemilik perusahaan ini?'

"Aku adalah temannya. Ya, aku temannya. Apa aku bisa bertemu?" tanya Raerin dengan ragu.

"Oohh.. Nona temannya. Maaf nona, tapi untuk saat ini direktur sedang menghadiri rapat. Mungkin sekitar tiga jam lagi baru selesai."

"T-tiga jam." Bahu Raerin menjadi lemas. "Kenapa lama sekali?"

Raerin pun memutuskan untuk pamit undur diri, kemudian melangkah dengan gontai keluar gedung. Sebelum benar-benar pergi, gadis itu menatap pantulan dirinya dari dinding kaca gedung. Sepatunya nampak sangat lusuh dan kusam. Ia merapikan rambutnya seraya bergumam. "Aku bukan bunga yang mekar cantik yang mirip denganmu. Jika aku tidak punya keberanian untuk berdiri dihadapanmu, apa semuanya akan sama seperti dulu?"

To be continued.

Harap tinggalkan komen.
Thanks a lot,

19 Juli 2018

Diabolic || Kth 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang