Empat puluh lima

34 1 0
                                    

Secangkir wine (?)

Sebuah rasa penenang jiwa.
Obat dari sadisnya realita.
Menangkan hati yang lara.

Di dada kiri terasa, sebuah luka lama yang kembali terbuka.
Mengusik dia yang telah lama berpuasa.
Membangunkan dia yg telah tertidur lama.
Sebuah lubang yang perlahan membuka.
Terasa bagai luka lama yang tergores bara.

Luka itu meronta.
Luka itu merana.
Mengapa harus kau buka kembali, hai manusia?

Dulu, susah payah aku mencoba tertutup.
Susah payah aku mencoba sembuh.
Luka itu terbuka karena waktu, katamu.

Bagai menerbangkan debu.
Mengajak dia kembali menari.
Sayang, dia enggan menari.
Dia ingin kembali ke dunia ilusi.

Sudah terlalu dalam jurang yang ia jelajah.
Serasa kepalanya ingin pecah.

Perlahan, datanglah dia.
Sang pelipur lara.
Obat sadisnya realita.

Disesapnya perlahan.
Hingga tenang raganya.
Lambat laun, ia belajar dari yang disesapnya.

Mulanya semua rasa sama.
Dan manis pahitnya rasa yang kini ada, tergantung pada sang pemilik raga.

Satu tegukan dan habislah ia.
Sedikit mampu mengurangi lara.
Lara yang sedikit terkikis, karena segelas es teh manis.

Rabu, 18 Juli 2018

Kata Dalam RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang