Lima menit kemudian Yans sudah pulih dari kesakitannya dan mulai menyerang.
Refan yang sudah terprovokasi menjadi kacau pikiran dan perhatiannya.
Pukulan dan tendangannya menjadi tidak terarah.
Yans dapat menangkap kelemahan dan kecanggungan Refan.
Yans menyadari perkataan Onan sudah mempengaruhi pikiran dari teman-teman sekelasnya.
Mereka mulai mencemooh Refan sehingga Refan menjadi grogi.
Hal ini sangat menguntungkannya.
Yans sebenarnya juga ingin agar perkelahian ini berakhir karena baik tubuhnya dan tubuh Refan sudah biru-biru di sana-sini.
Bahkan ada bebeapa bagian dari tubuh mereka berdua yang sudah berdarah-darah termasuk di wajahnya.
Entah alasan apa yang harus dikatakan ke orang tua dan guru saat mereka mengetahuinya.
Setelah beberapa pukulan dan tendangan Refan berhasil dielakkan, Yan pura-pura kewalahan dan seperti ingin melarikan diri.
Refan terpancing lalu ingin cepat-cepat menghabisi Yans.
Yans menyadari siasatnya berhasil.
Saat Refan ingin menjangkaunya, Yans cepat mengelak ke samping dan kemudian tanpa diduga oleh Refan, dirogohnya perkakas Refan lalu diremasnya kedua bolanya.
Yans ingin membalas perlakuan Refan tadi.
"Aduh" Refan merasa kesakitan dan perutnya mulas!
Saat Refan ingin memukul , Yans tinggal mengeraskan cengkeramannya pada bola Refan, maka terpaksa Refan membatalkan serangannya karena sakit pada kedua bolanya menghujam uluhatinya.
"Menyerah?" Yan menawarkan.
"Tidak akan!" Refan bersikeras.
Terpaksa Yans mengeraskan remasannya.
"ADUH.... Curang!" umpat Refan.
"Siapa yang curang? Tadi kamu yang curang! Sekarang kan sudah diperbolehkan memukul apa pun! Jadi kamu menyerah?" Yans mengingatkan.
"Tidak pernah! Jangan berharap!" Refan terus menolak.
Terpaksa Yans mengerahkan tenaganya dengan lebih keras sehingga Refan meraung-raung!
"Jadi bagaimana?" Yans menawarkan kembali.
"Tidak .... Tidak ....akan!" Refan tetap menolak.
Yans jadi bingung... Apakah ia harus memecahkan bola Refan agar ia menyerah.
"Baik... kalau kamu tidak mau menyerah juga... terpaksa bolamu saya pecahkan! Jangan salahkan saya. Saya akan hitung sampai tiga....!" Yans memberi kesempatan.
"Baiklah ..... saya mulai menghitung... SATU....." Yans sengaja melambatkan hitungannya. Refan masih meraung-raung memegangi tangan Yans yang meremas bolanya. Dia tetap bersikeras tidak mau menyerah. Teman-teman sekelas yang menontonnya menjadi tegang. Apakah Yans berani memecahkan bola Refan?
Yans mengeraskan niatnya.
"DUA......" Yans melihat reaksi lawannya. Namun lagi-lagi Refan mengacuhkannya. Penonton tambah tegang.
"TI..... GA!" Yans menyelesaikan hitungannya dan Refan tetap mengabaikannya. Penonton merasa ngeri melihat raut wajah Yans yang menjadi keras!
"Baiklah.... Saya sudah memberikan kesempatan kepadamu disaksikan oleh teman-teman sekelas. Jangan salahkah saya. Sekarang terimalah..." Yans pun mengerahkan seluruh tenaganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Image Sang Perjaka
FantasyRefan ingin menguasai seluruh teman sekelasnya. Penolakan terhadap keinginannya akan berbuahkan kemalangan. Akankah keinginannya tercapai