005

233 46 35
                                    

Author pov

Tampak ragu Jiyeon mengacungkan tangannya.

"Park Jiyeon?" tanya Kang Saem membuat ruangan besar itu hening seketika dan menatap kearah belakang.

"Jiyeon..." ucap Eunji tampak ragu menatap temannya yang satu ini.

"Bolehkah saem? Aku ingin memegang satu kasus, aku tahu ini terlalu dini untukku memegang kasus ini tapi aku ikut membantu... aku mohon libatkan aku dalam kasus ini."

"Oke, Jiyeon ada yang lain?"
Seorang perwakilan Pengacara Perdata dan Pidana mulai bangkit menawarkan diri juga satu notaris.
"Kami akan memberikan kesempatan ini untuk salah satu dari kami yaitu Moon Junhui." Ucap perwakilan pengacara pidana, kemudian giliran Pengacara Perdata.

"Jang Doyoon akan membantu anda Tuan Jeon."

"Aku sendiri yang akan membantu." Ucap Park Jihoon.

"Shit..." bisik Jiyeon frustasi.

"Aku juga ingin membantu." Ucap Eunji.

"Aku juga cukup tertarik pada case ini." Ucap Taeyong salah satu tim pencari fakta di kantor tersebut.

"Baik jadi semuanya sudah seetle, Jiyeon, Jun, Doyoon, Jihoon, Eunji dan Taeyong. Setelah rapat ini selesai tolong carikan jalan keluar yang bisa kalian berikan padaku sebelum petang. Terima kasih selain yang berhubungan dengan kasus ini kalian bisa kembali bekerja. Aku juga harus segera menghadiri sidangku, beri aku jalan paling mudah dan paling penguntungkan bagi klien kita."

"Baik Saem." Ucap mereka semua bersamaan.

Blam

"Jadi apa yang kau miliki ?" tanya Jihoon

"Aku ada Sertifikat dan semua ini." Semuanya satu satu melihat benda yang dimiliki Wonwoo,

"Kau bilang ada penyekapan, berarti ada penganiayaan juga?" tanya Jun.

"Ya... aku tak tahu pasti tapi ibu sepertinya kehausan, bibirnya tampak pucat dan pecah-pecah. Aku takut, ibu sepertinya tak ingin makan, hanya infus yang bisa memberikannya tenaga tapi jika cairan infus itu beri macam-macam aku tak bisa lagi berpikir."

"Jangan panik,  pertama kurasa kita harus mengecek sertifikat ini jangan sampai diblokir atau ada permohonan peralihan, lalu mencari bukti penganiayaan Tuan Jeon. Wonwoo... selain penyiksaan pada ibumu... apa Ayahmu juga melakukan penyiksaan verbal dan non verbal padamu?" tanya Jiyeon

"Kurasa ya... lihatlah ujung bibirnya." Ucap Taeyong

"Ini serius, bisa kau angkat pakaianmu?" tanya Doyoon
Wonwoo mengangkat pakaiannya dan tubuhnya penuh dengan luka lebam kebiruan.

"Oh My... " Eunji berjengit ngeri.

"Visum... tungga apa ada saksi ditempat kejadian?" tanya Jihoon

"Saksinya hanya kekasih ayahku dan suster Kim, suster yang dibayar appa untuk mengurusi ibu."

"Ckk... lack of evidence." Ujar Taeyong.

"Apa ibumu memiliki adik atau kakak?" tanya Eunji.

"Tidak, ibu dan ayah anak tunggal dan anak mereka hanya aku saja."

"Mana ktp mu?" tanya Jihoon

"Ini."

"Usianya 19 tahun, tahun ini kau berumur  20 tahun... " ucap Jiyeon mengedarkan pandangannya pada Wonwoo dan Ktpnya bergantian.

"Sebelum usia 21 masih dibawah pengawasan orangtua untuk melakukan penuntutan jalur pidana kecuali dia sudah menikah, damn...bagaimana ini bisa begitu memusingkan. Uu perkawinan diatas 18 tahun, you allowed to marry... dan lepas dari pengawasan orangtua, jika kau ingin melaporkan orangtuamu setidaknya ada saksi yang melihatmu disiksa oleh ayahmu." Canda Jihoon.

"Ini bukan lagi candaan, Wonwoo ayo kita mengecek sertifikat ini kau ambil segelnya." Ucap Jiyeon kesal pada Jihoon yang masih bisa bercanda disaat seperti ini.

"Biar aku cek sertifikatnya." Eunji bergegas menuju bilik kerjanya.

"Aku dan Doyoon akan membawanya untuk visum." ucap Jun menarik Doyoon bersamanya, Wonwoo mengekor dibelakangnya.

"Aku rasa aku harus menyelidiki Tuan Jeon. Kau mau ikut Ji?" ajak Taeyong yang mulai berang pada Jihoon.

"Tidak, aku masih ingin meneliti berkas ini, kau duluan saja sunbae."

"Oke, by the way...  Kau bisa memanggilku oppa." Taeyong mengedipkan sebelah matanya genit.

Jihoon membulatkan matanya kaget, Yak...  Mana boleh saling menggoda. Mana saat ini Jiyeon terkikik pada lelucon jelmaan Jack frost itu lagi.

"Aku akan menemanimu." ucap Jihoon duduk di hadapan Jiyeon. Mengambil kertas dan bolpoin.

"Skema perjalanan berkas Wonwoo seperti ini, Sertifikat itu bisa saja sudah di blokir dan stuck tapi bisa juga ayah Wonwoo melakukan permohonan kehilangan. Permohonan kehilangan juga membutuhkan waktu Jiyeon pertama kau harus mengecek buku tanah, mengajukan surat kehilangan dari kepolisian dan permohonan surat kehilangan, ditambah lagi dengan iklan dikoran selama 3 minggu. Itu akan menyita waktu."

"Aku tahu lalu?"

"Ehem...  Kau kenapa?  Kau marah? Marah padaku?" Jihoon menatap Jiyeon setengah beraegyo... Ayolah bahkan jika Jihoon diam ia terlihat seolah memperlihatkan wajah lucu nan imutnya, anehnya Jihoon hanya marah marah pada Jiyeon saja.

"Ayolah jangan bertingkah kekanakan. Kita harus mendapat jawaban secepatnya." Jiyeon tak sedikitpun terjatuh dalam pusaran aegyonya.

"Aku tahu, jadi aku berniat menjerat ayah Wonwoo dengan pasal berlapis, penganiayaan, penyekapan, penipuan dan pemalsuan dokumen. Kita menjebloskannya saat berada ditahapan iklan dikoran." Jihoon berdehem, ia merasa gagal saat Jiyeon tak juga jatuh cinta padanya. Padahal setiap karyawan magang dikantor itu selalu menyukainya.

"Maja... Bagaimana kalau aku segera mencari iklan dibeberapa surat kabar bisa saja ayahnya sudah mencuri start."

"Uhm... Kau mau ke internet cafe, disana jaringan internetnya lebih baik, kau mau?"

"Apa wifi disini buruk?" tanya Jiyeon melirik jaringan wifi diponselnya.

"Ya, hampir semua orang mengaksesnya."

"Baiklah, ayo." Jiyeon mengambil tas tangannya dan kembali kearah Jihoon yang diam diam tersenyum senang.

.

"Jangan lupa pake seat beltnya." Jihoon memakaikan Seatbelt pada Jiyeon, gadis itu mengernyit aneh.

"Wae wae...  Kau mau kita tak selamat? Lagipula aku sedang baik padamu Jiyeon, memangnya kau suka aku yang marah marah?" Jihoon menatap Jiyeon sambil mencebikan bibirnya.

Gadis itu buru buru menggeleng.

"Iya terima kasih pengacara Park."

"Oppa, kau bisa memanggilku oppa saat diluar kantor." bisik Jihoon.

"Okay." Jiyeon menatap Jihoon bingung.

Jihoon memarkirkan mobilnya di sebuah internet cafe yang bagus.

"Woah, aku tak tahu kau tau tempat sebagus ini sunba... Oppa." Jiyeon meralat ucapannya ketika Jihoon mendelik padanya.

"Nde, aku sering ketempat bagus, minggu ini kau kosong...  Aku akan mengajakmu ke cafe kucing. Aku tahu kau suka kucing kan?" Jihoon mengunci leher stirnya kemudian mengambil tas Jiyeon dan dirinya dibelakang.

- tbc -

WOULD YOU HELP? ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang