"Nenek hati hati ya... Samchoon aku titip nenek ya... Nenek sehat selalu ya..." ucap Jiyeon masih memeluk nenek Geum.
"Siap bos, ibu dibelakang saja nanti cucu ibu marah padaku lagi." ucap Sangmoo sambil memberi hormat pada Jiyeon dan membuat Semuanya tertawa.
"Aku pulang dulu. Salam untuk ibumu ya, dan Wonwoo... tak baik berpacaran terlalu lama ya... Tak masalah kalau kau lebih muda dari Jiyeon segeralah menikah."
"Nenek..." protes Jiyeon malu.
"Nde..." Wonwoo hanya mengiyakan karena sepertinya nenek Geum menunggu jawaban Wonwoo.
Selepas kepergian Nenek Geum, Jiyeon merasa tak enak pada Wonwoo.
"Apa yang barusan nenek Geum katakan tak perlu kau pikirkan ya..."
"Mereka begitu menyayangimu ya Noona. Pasti menyenangkan."
"Ya..." Jiyeon menjawab dengan canggung, keduanya berjalan menyusuri jalanan, seketika Wonwoo teringat sang ibu.
"Apa ibuku baik baik saja?" bisik Wonwoo, pria itu semakin terlihat sendu.
"Aku tak tahu, tapi kau bisa berdoa untuknya. Kau mau kuantar ke gereja?"
Wonwoo mengangguk mengiyakan.
Keduanya masih nyusuri jalanan dalam sunyi, Wonwoo mendahului Jiyeon menuju altar dan bersimpuh disana.
"Tuhan, aku tak berharap rumah itu yang aku inginkan hanya ibu kembali sehat dan ayah kembali pada kami. Semoga kami kembali menjadi keluarga yang harmonis Tuhan, kumohon... Berikanlah ayahku kesadaran akan kesalahannya. Aku mohon... Sayangilah orangtuaku seperti aku menyayangi mereka dan mereka menyayangiku amin."
Jiyeon menatap Wonwoo iba sekaligus bangga, anak itu masih mendoakan ayahnya meskipun ayahnya telah berbuat jahat padanya.
"Aku masih mau disini, noona bisa ke kantor lebih dulu." Wonwoo berujar, masih banyak doa yang ingin ia lontarkan untuk Tuhan, ia butuh waktunya sendiri bersama Tuhan dan ia malu untuk berbicara saat Jiyeon berada disekitarnya.
"Ok, aku duluan ya."
Wonwoo mengangguk dan kembali khusyuk berdoa.
Jiyeon mengambil tasnya dan kembali melanjutkan perjalanannya menuju kantor.
Dalam benaknya ia sungguh malu pada Wonwoo, anak itu masih kecil dan tabah mendoakan semuanya bahkan orang yang jahat padanya, sedangkan Jiyeon, saat ini terlihat kepayahan saat mengetahui pahlawannya akan menikah. Sungguh kekanakan... Jiyeon menjitaki kepalanya yang berotak sempit.
"Kenapa?" tanya seseorang yang baru keluar dari kantor.
Park Jihoon.
"Oh, Pengacara Park, kau masih disini? Kukira sudah pulang?"
"Oppaya..." protes Jihoon pada Jiyeon yang selalu berusaha formal padanya.
"Jwesong... Oppa.. Kenapa masih disini?" tanya Jiyeon sambil beranjak masuk menuju kantor mereka.
"Aku hanya bosan dan setelah kupikir lagi ternyata beberapa berkas lupa kubawa. Jadi aku kembali kemari... Kau masih dengan bocah itu? Kemana?" tanya Jihoon seolah menyelidik.
"Tadi kami mengunjungi restoran favoritku selanjutnya tadi singgah sebentar di gereja dekat sini tapi dia bilang masih ingin berlama lama berdoa jadi aku duluan kembali." ucap Jiyeon berusaha semangat,
"Oh, kemana?" tanya Jihoon lagi kekeuh
"Ada lah... Kenapa kau ingin tahu sekali?" Jiyeon malas menjawab pria berambut pink yang setiap hari selalu membullynya dengan pekerjaan membuat kopi.
"Ugh... Aku ingin tahu... Kemana saja kau?" Jihoon menghentak kakinya kesal dengan mencebikkan bibir merah mudanya.
"Aigoo, kau terlihat lebih kekanakan daripada aku, seharusnya kau yang memanggilku Noona." Jiyeon mengusak rambut Jihoon tak sengaja.
Jihoon mendelik dan mengambil tangan Jiyeon sedangkan Jiyeon yang kaget membulatkan matanya.
"Jwe... songhamnida..." Jiyeon hendak menarik tangannya kembali namun Jihoon malah kembali menaruhnya dikepalanya.
"Karena tak ada yang lihat, aku biarkan kau mengusap kepalaku." bisik Jihoon dengan senyum mungil tertahannya.
Pria itu tertunduk sedih, seolah olah Jiyeon telah sedikit menoreh luka disana.
"Oppa, waeto?" tanya Jiyeon masih mengusap usap kepala Jihoon yang pink seperti permen kapas.
"Aku merasa nyaman saat kau mengusapku seperti ini. Mengingatkanku pada mendiang ibuku, but you've been always." bisik Jihoon sambil tersenyum simpul menatap Jiyeon lembut,
Fyi, Pria ini jarang sekali tersenyum lembut tanpa beban pada Jiyeon.
"Ada masalah? Oppa mau bicara?" tanya Jiyeon menaruh tangannya dibahu Jihoon ragu.
"Nope, mau minum alkohol?" tawar Jihoon menaikan alisnya berulang menggoda Jiyeon.
"Tidak, aku masih ada pekerjaan." Jiyeon berusaha menolak tawarannya dengan halus sembari melepaskan pegangannya pada bahu Jihoon.
"Anak itu menyusahkan sekali yaa, Ckk..." bisik Jihoon kesal
"Nde... Geundae... Ia mengingatkanku pada diriku sendiri Oppa, How struggle i am back then? He reflect me so much. I Adore him so much..." ucap Jiyeon yang tampak terpesona pada Wonwoo
"No, You don't! Don't ever..." Jihoon terlihat tak terima menggeleng berulang dan terus bicara tidak.
"Kenapa?" tanya Jiyeon penasaran.
- Tbc -
KAMU SEDANG MEMBACA
WOULD YOU HELP? ✔
FanfictionKetika seorang pria yang baru menyelesaikan studi menengahnya dihadapkan pada kenyataan pahit ayahnya menyekap sang ibu dan berniat menikah kembali dan rencana busuknya untuk menjual aset milik ibunya.... kegilaan ayahnya menghantarkannya pada Danie...