Jungkook melangkahkan tungkainya masuk ke dalam kamarnya setelah selesai mengantarkan Yeri pulang dengan selamat, dan menghidupkan mesin air untuk menyiapkan air hangat. Lelaki itu menerima telepon yang mengatakan mobilnya telah selesai di perbaiki. Namun apalah daya seorang Jeon Jungkook yang sangat malas bergerak, sehingga ia meminta pemilik bengkel--yang juga merupakan temannya--itu membawakan mobilnya ke rumah.
Fokus lelaki itu terkunci pada mejanya yang penuh dengan lembaran kertas berserakan, oh jangan lupakan laptop miliknya yang bahkan layarnya belum ia tutup.
Jungkook mendengus lalu membanting tubuhnya sendiri ke atas kasur miliknya, membuat tubuhnya terpantul sedikit. Dingin menggerogoti tubuhnya, namun dirinya pasti tidak bisa langsung masuk ke dalam air yang dingin di musim bersalju seperti ini.
Lelaki bermarga Jeon itu menutup rapat matanya, membayangkan semua hal yang membuatnya lebih bertambah pusing.
Gomawo, untuk yang kedua kalinya.
Ternyata gadis manis itu masih mengingat hal itu. Hari itu. Di musim yang sama, musim dingin bersalju. Di keadaan yang masih sama, dimana air baru saja membeku. Dan oleh alasan yang sama, oleh karena seekor burung kecil yang bahkan tidak memiliki akal.
Gadis itu membahayakan nyawanya hanya untuk burung kecil. Jungkook bahkan tidak tau apakah burung itu adalah burung yang sama atau tidak. Namun jika harus dilarang juga, Kim Yerim tetaplah Kim Yerim, seorang gadis baik hati yang bahkan tidak akan memperdulikan keselamatannya sendiri hanya untuk menolong.
Jungkook ingin merutuki kebodohan Yeri. Merutuki kesalahan yang telah gadis itu perbuat. Ia ingin memarahi gadis itu dan membentaknya, mengatakan bahwa hal yang ia lakukan itu salah.
Tapi ia sadar,
Kesalahan dan kebodohannya lebih menyiksa dari sekedar hanya rasa dingin yang pastinya akan hilang nantinya.
Ia telah berbuat hal bodoh yang membuat gadis itu khawatir selama bertahun-tahun. Membuatnya sedih. Membuatnya takut. Membuatnya menunggu. Bahkan menyakiti hatinya.
Ia tak mau hal itu terjadi untuk yang kedua kalinya. Ia tak mau membuat kesalahan fatal untuk kedua kalinya. Ia tak mau hati Yeri tersakiti untuk kedua kalinya. Ia tak mau Yeri menunggu untuk yang kedua kalinya.
Ia akan selalu berada di samping gadis bernama Kim Yerim itu.
Setidaknya, untuk sekarang.
•••
Yeri masuk ke dalam rumahnya. Sepi dan sunyi. Apakah orang tuanya tak ada?
Gadis itu masuk lebih dalam ketika melihat sebuah note kuning tertempel di layar televisi ruang tamu rumahnya. Ia menyipitkan matanya dan meraih note berwarna kuning itu.
Untuk Kim Yerim kami,
Eomma dan appa akan pergi sebentar ke luar kota, tadi kami mencoba meneleponmu, tapi ponselmu mati.
Jaga dirimu baik-baik.
Kami akan kembali,
Kami menyayangimu Yeri-ah.Yeri mengerinyitkan alisnya. Kemudian matanya terbelalak besar dan mulai mengecek kantong pakaiannya.
Benar saja, ponsel gadis itu mati. Ia bahkan melupakan benda kecil itu saat dirinya tenggelam di air es. Ia yakin ponselnya mati total, rusak.
Gadis itu berdecak. Dirinya menyimpan semua nomor teman dan keluarganya di dalam ponsel itu. Seketika ia menyesal mengapa tidak memilih opsi untuk menyimpan di dalam kartu nomor.
Yeri membanting tubuhnya ke atas sofa ruang tamu rumahnya. Berbaring di atas sofa itu seperti berbaring di atas kasurnya. Seketika moodnya untuk mandi hilang. Ia tau jika ia tak mandi air hangat secepatnya, dirinya akan sakit atau kedinginan.
Jadi gadis itu bangkit dan masuk ke dalam kamar mandi, meluangkan waktu di sana berjam-jam. Ya lihatlah dia, Kim Yerim jika sudah masuk ke kamar mandi, maka tunggulah hingga setengah hari ia baru akan keluar. Entah apa yang dilakukannya di dalam sana.
•••
Jungkook terpaksa membuka matanya kala ponselnya terus-terusan berdering tanpa henti. Jadi lelaki itu meraba-raba night stand di samping tempat tidurnya dan melihat layar ponselnya yang masih berdering tanpa henti.
Park Samchoon
Tanpa tunggu lama, lelaki itu menggeser layar ponselnya dan mendekatkannya ke telinga dengan kesadaran yang belum penuh sebelumnya.
"Yeobeoseyo."
"Jungkook-ah."
"Ne, ada apa samchoon?"
"Appa-mu sudah sadar dari komanya."
Jungkook melebarkankan irisnya. "Jinjja-yo?"
"Kau segeralah datang ke sini Jungkook-ah, appa-mu sibuk mencarimu."
"Ya, aku tak bisa pergi dadakan sekarang."
"Kau bisa, lihat email-mu."
Sambungan terputus. Lelaki itu membuka ponselnya dan mengecek email-nya. Benar saja, tiketnya dikirimkan online oleh pamannya itu. Sialnya, jadwal penerbangannya membuat Jungkook berdecak. Butuh waktu selang yang tepat untuk sampai ke Bandara Incheon. Jika ia pergi sekarang, maka ia akan tepat waktu.
Hal itu membuat Jungkook terbangun. Sekarang sudah pukul dua malam. Lelaki itu berlarian di dalam rumah dan segera bersiap-siap. Namun tiba-tiba ia menghentikan semua kegiatannya dan mengerinyitkan alisnya.
Lelaki itu mencoba menghubungi Yeri dengan ponselnya. Tidak aktif. Membuat lipatan di dahi Jungkook semakin dalam. Apakah gadis itu mematikan ponselnya? Apakah ia harus pergi dulu ke rumah Yeri? Tapi bagaimana jika ia kelewatan panerbangannya? Ia benar-benar merindukan ayahnya itu.
"Tunggu, aku akan pulang ke sini lagi kan? Tidak akan lama kan?" Jungkook bergumam sendiri.
"Aish, pasti tidak akan lama," jawabnya pada dirinya sendiri kemudian.
Lelaki itu sesegera mungkin memesan taksi sambil berpakaian. Ia akan kembali secepatnya. Jikalaupun itu tidak memungkinkan, ia akan kembali secepat mungkin.
Bisa kan?
•••
Annyeong yeorobun~
Kalian kecewakah kalau part ini pendek?
Krik-krik. Gue bahkan kaga tau apakah ada yang bakal respon atau bahkan sekedar baca ocehan gaje dan tidak berfaedah gue.Maafkanlah.
Gue buat chapter ini pendek karena otak gue mumet, pengen pecah tapi sayang.Ngelihat view dan vote cerita ini bertambah merupakan motivasi besar bagi gue. Walaupun komenannya bikin gue meringis sedih :')
Okelah, gue seperti biasa. Tidak berjanji untuk update secepatnya, karena gue pengingkar janji macam Jungkook di cerita ini :')
*Digeplak Jungkook pake panci*
Babay chingu,
Aya-
KAMU SEDANG MEMBACA
Letter House - jungri
Fiksi Penggemar[Complete] [Bahasa baku] Kau bilang, Kita akan terus bersama selamanya. Tak akan terpisahkan. Namun, kau hilang. Kau bilang, Kita akan terus berhubungan lewat surat, dan kau akan selalu setia membalasnya. Namun aku pun tak tahu keberadaanmu sekaran...