Erina pov
"Erina ku mohon bangunlah" Reza mengenggam tanganku dengan erat.
"Johann" teriakku seketika terbangun tiba-tiba dengan keringat yang mulai mengucur di kepala.
"Hei apa kamu baik-baik saja? Kamu sudah pingsan selama sehari, aku dan nenek khawatir kalau penyakitmu kambuh lagi"
Tanpa disadari air mata sudah membanjiri wajahku. Seketika kepalaku terasa sakit "Kepalaku sakit.. akhh" aku terus memegangi kepalaku yang terasa berdenyut.
"Tunggu sebentar, aku akan ambilkan obat" dengan sigap reza mencari obat untukku.
'Ini tempat apa? siapa sebenarnya erina itu? dan kenapa aku bisa berada di sini? 'batin ku bertanya-tanya.
Aku mengedarkan pandanganku, terdapat barang-barang yang sebelumnya aku ketahui. Kenapa rumah ini beda sekali dengan Diodera.
"Ini silahkan diminum" reza memberikanku sebuah pil obat.
"Te-- terima kasih Reza"
Sebenarnya aku bingung siapa lelaki ini dan seorang nenek itu. Lalu dunia macam apa ini aku tidak pernah mengetahuinya.
Aku berusaha bangkit dari tempat tidur menuju foto yang terpajang 'Dia sangat mirip denganku' aku tidak percaya ini, siapa dia, kenapa aku bisa ada disini.
"Apa kau benar baik-baik saja? "
"Iya tadi hanya sedikit sakit dan kamu sudah memberikan obat bukan, jadi aku tak apa"
"Baguslah kalau seperti itu"
"Erina bagaimana kalau kita main PS? Kau bosen bukan hanya terbaring seharian di tempat tidur"
"Eh tapi kamu baru sadar jadi lebih baik istirahat saja ya" ucapnya lagi.
Aku segera menaruh foto itu kembali dan segera membalikkan badan. Reza tiba-tiba mengajakku bermain Ps, apa itu?
"Heh tak apa, aku senang jika ada orang yang mengajak ku bermain"
"Baiklah aku akan mengambil peralatannya"
"Tetapi apa itu PS? Yang kutahu hanya bermain Catur, Kartu, Dadu dsb" ups aku keceplosan, bagaimana ini? Aku harus berpura-pura menjadi erina.
"Hmm maksudku bagaimana cara memainkan-nya?" Aku buru-buru mengalihkan perhatian.
"Huh,, bukannya kamu selalu ingin mengalahkanku" eluhnya yang membuatku sedikit iba karena dia selalu ada ketika aku dirawat 'mungkin aku akan bermain sebentar tapi bagaimana caranya ya?'
"Baiklah, apa kita harus bermain di lapangan?" Aku bertanya dengan wajah polos.
"Ayolah bercandamu berlebihan, mana mungkin PS dimainkan di luar rumah. Mau menyambung kabel dengan hidung mu? Hahaha" Ia tertawa sangat keras sambil menyentil dahiku.
"Ittai" sepertinya dia sedikit menyebalkan dan sifatnya mengingatkan ku pada Johan, itu membuat hatiku sedikit sakit mengingat bahwa Johan telah tiada di dunia ini. Entah kenapa air mataku menetes lagi.
"Hei kenapa kamu sedih dasar bodoh" dia memarahiku dan dengan cepat aku menghapus air mataku.
"Tidak ada apa-apa" jawabku dengan wajah datar.
Aku sampai lupa bagaimana caranya tersenyum karena terakhir kali aku tersenyum saat bersama Johan.
Dia sudah mempersiapkan semua peralatan mainnya dan aku tiba-tiba tertarik pada sebuah layar bergambar animasi lalu aku pun menyentuhnya dengan penasaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope & Light
FantasiApa kalian percaya dunia paralel? Apakah masih ada harapan dan cahaya bagiku? Sepertinya 'Tidak' Argh! kenapa aku bisa terjebak di dunia absurd ini. Mungkin ini karma karena aku sering membantah nenek (╥_╥) Siapa saja tolong aku. Aku tidak ingin...