Luka Kedelapan - uwasa

145 16 0
                                    

"Bukan aku." Yuto menenggak kopi pahit favoritnya. Menjawab santai pertanyaan yang dilontar Ryosuke dengan penuh emosi.

"Aku tidak percaya." Sungut itu belum mereda. Ia tidak puas dengan jawaban Nakajima Yuto.

"Ya, ya. Terserah." Yuto meraih sebuah dokumen. Membuka halaman demi halaman dan membacanya penuh teliti. "Aku sibuk. Jika tidak ada lagi kepentingan, kupersilakan kau keluar."

Apa-apaan itu?

Ryosuke muntab. Yuto mengusirnya.

"Hei. Aku belum selesai." Ia berjalan ke depan. Persetan dengan jabatan, toh Yuto bukan lagi atasannya.

Ryosuke merebut dokumen itu dan melemparnya ke sembarang arah. Ia bermaksud membuat atensi sang-yang-pernah-dicintai untuk fokus hanya kepadanya.

"Bajing-APA YANG KAU LAKUKAN?!" Yuto mendelik. Itu adalah dokumen penting. Tentang persetujuan kerja sama dengan perusahaan ternama.

Dan Yamada Ryosuke dengan tanpa dosa melemparnya begitu saja.

"Dengar, Wahai Tuan Muda Nakajima yang Terhormat. Aku ingin membuat perjanjian." Ryosuke mengambil nafas. Dadanya berdegup kencang. Keringat dingin mulai keluar.

Ia ragu untuk melangkah.

Yuto bungkam tanda mendengarkan. Amarahnya masih ada, tapi ia mencoba bersikap tenang. Tuan Muda tidak boleh gampang terpicu.

Ryosuke mengambil nafas dalam-dalam dan mengembuskannya secara kasar. "Aku dan Yuri pernah berciuman."

Deg.

Dua jantung berhenti berdetak sesaat.

Yuto syok setengah mati. Ryosuke sadar ia cari mati.

Kepalan tangan sudah terangkat, siap memberi salam pada pipi mulus Ryosuke.

Kelopak mata sudah terpejam, siap menyambut jotosan Yuto.

Tapi selama lima detik, tidak ada adegan apa-apa.

Yuto menurunkan tinjunya dan Ryosuke membuka kembali jendela hatinya.

"...kulanjutkan. Itu hanya salah paham. Aku yakin dia salah paham. Aku mengalami sesuatu. Sebagai sahabat dia memintaku bercerita. Lalu aku bercerita, tapi dia salah paham." Ryosuke kesulitan mengatur kalimatnya. "...tiba-tiba hal itu terjadi. Dia mengatakan kata-kata suka atau apalah itu dan menciumku."

Di ruangan itu, ada sebuah hati yang dihancurkan oleh tangan takdir.

"Katakan saja, apa maumu." Yuto tidak ingin mendengar kelanjutannya. Ia tahu ia akan lebih menderita.

"Aku mau... kau berhenti meneror rumahku, juga menghentikan gosip itu. Jangan khawatir, aku akan penuhi syaratmu. Aku akan jauhi Yuri. Kau tidak ingin kehilangan kekasihmu, kan?"

Rahang itu mengeras. Yuto menutup mata. Kepalanya dipaksa berpikir rasional. Otaknya dipaksa berhenti mengirimkan sinyal rasa sakit akibat patah hati.

Hei hei hei.

Apakah ini karma? Dia pernah mengayut Ryosuke, dan sekarang ia dapat kabar bahwa kekasihnya berhasil menyampaikan rasa pada orang itu.

Bahkan bonus ciuman.

"Yuri... apa dia tahu kita pernah melakukan itu?"

"Aku berjanji tidak akan mengatakannya asal kau mau berhenti meneror rumah dan menghapus gosip tentangku."

Yuto mengacak rambut. "Gosip lagi. Gosip lagi. Sudah kubilang, bukan aku yang menyebar!"

Pyar.

Ryosuke berjingkat.

Cangkir kopi pecah menjadi beberapa keping setelah ditampik sekuat tenaga oleh Yuto.

"Aku tidak peduli siapa pun yang menyebar. Aku hanya menjadikannya sebagai syarat."

Geraman frustasi terdengar dari mulut yang sudut bibirnya memiliki bekas goresan. "Aku akan memikirkannya. Kau pergilah dari sini."

The Mistaken MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang