1. semua itu membuatku terluka

1.9K 177 19
                                    


Ramai!

Satu kata itu yang kini membuat Miska kualahan melayani pelanggan. Padahal ada Gea yang membantunya menyiapkan dan mengantarkan pesanan pada para pelanggan.

"Sate dua porsi, mbak. Makan sini ya!" pesan seorang pelanggan yang baru datang dengan suara genit menggelegar.

"Siap, bang!" seru Gea semangat.

Salah satu tantangan berdagang di pinggir jalan seperti ini adalah mereka harus siap jika ada lelaki-lelaki yang modus dan menggoda mereka. Tidak boleh terpengaruh dan tidak boleh tersinggung.

Kata 'pembeli adalah raja' benar-benar harus mereka terapkan. Meski tentu saja ada batasan beramah tamah dengan pembeli.

"Mbak Gea. Pesanan saya dong," ujar seorang lelaki dewasa di meja pojok.

Warung tenda 'sate Madura' yang Misyka dan Gea dirikan memang selalu ramai. Apalagi sosok Gea yang cantik dapat menjadi pelaris ampuh untuk menarik para pelanggan lelaki. Yah ... meskipun itu di luar rencana.

Misyka dengan gesit memanggang empat puluh tusuk sate ayam sekali bakar. Di meja kayu yang ada di sisi lain dapur, tertata piring-piring yang sudah Gea susun. Siap menadah sate-sate itu dan memberi bumbu kacang serta pelengkapnya.

"Capek?" tanya Gea.

Misyka menoleh dan tersenyum. "Capek, tapi aku bahagia."

"Iya. Kamu kelihatan lebih hidup. Nggak seperti dua tahun lalu."

"Ya. Aku mau bahagia. Cukup sudah air mataku menetes dengan tidak berguna."

Gea tidak menjawab lagi. Dia segera mengurus bagiannya, karena sate-sate yang dipanggang Misyka telah matang.

Dengan senyum, Gea mengantarkan pesanan pelanggan ke meja yang tercatat ingatannya.

***

Gea adalah teman Misyka sewaktu SMA. Cukup dekat, karena mereka pernah satu ekstrakurikuler di tataboga. Selepas SMA Gea kembali ke kampung halaman dan hilang kontak dengan Misyka.

Dua tahun yang lalu, Misyka kembali bertemu dengan Gea. Saat dia tidak tahu bagaimana harus meneruskan hidup.

Gea yang menolongnya. Memberi tempat berteduh, bahkan mengatakan tidak masalah jika Misyka tinggal dengannya, di kos miliknya.

Betapa beruntungnya Misyka. Dia sudah kehilangan harapan hidup di umurnya yang ke dua puluh dua. Kabur di malam resepsi pernikahannya adalah hal yang sangat memalukan. Namun apa yang bisa dia harapkan dari pernikahan penuh kebohongan?

Yuda mengkhianatinya. Bagaimana mungkin lelaki yang sejak SMA itu menjadi kekasihnya, ternyata sudah memiliki anak berumur lima tahun bersama sahabat-mantan sahabat-Misyka sendiri? Berarti Yuda sudah menjalin hubungan dengan Killa sejak mereka kuliah. Yuda kuliah di Australia, LDR dengan Misyka yang kuliah di Indonesia. Namun ternyata Killa yang dia tahu kuliah di Jepang malah ada di Australia juga. Terencana ataukah mungkin tidak sengaja?

Entahlah. Tapi yang pasti penghianatan Yuda bukan hal yang tidak terencana. Mana ada orang berkhianat sampai punya anak tidak terencana.

Mirisnya semua itu terbongkar sesaat sebelum resepsi pernikahan Misyka dan Yuda dilaksanakan. Lalu Misyka harus apa selain kabur dan meninggalkan Yuda?

Tidak. Dia tidak sanggup melihat Killa dan anaknya yang berwajah 'sangat-Yuda' itu.

***

"Nah sebagai karyawan baru. Lo harus ikut makan malam kali ini. Cuma kita berlima aja kok. Hitung-hitung perkenalan," kata seorang lelaki bernama Juan yang sedang fokus menyetir mobil.

"Gue nggak harus traktir kan? Gue aja belum gajian," ucap khawatir lelaki yang menjadi pusat perhatian itu, karena dia karyawan baru.

"Nggak. Kita bayar tagihan masing-masing. Buat seneng-seneng aja, Pan," terang Sean.

"Oke deh kalau gitu."

"Nah itu dia warungnya!" seru Juan seraya menepikan mobilnya.

"Warung?" sahut Ipan bingung. Dia pikir mereka akan makan malam di restoran.

Kelima lelaki dengan setelan kantor itu keluar dari mobil Juan. Setelah turun, Ipan mengamati keadaan sekitar. Ada paling tidak sekitar tujuh atau lebih warung tenda yang berjajar di sana. Bermacam-macam yang mereka jual. Ada sate madura, soto lamongan, ayam penyet dan segala penyet , serta entah penjual apa lagi yang mangkal di sini. Untung bukan jual diri.

Ipan merasa sedikit miris. Seharusnya ada lokalisasi khusus untuk kuliner khas Indonesia ini agar kehidupan para pedagang ini lebih terjamin. Belum lagi tentu saja tempat berjualan yang bersih. Meski mereka menjaga kebersihan, tapi di lingkungan sekitar ada sebuah sungai yang kotor. Pasti hal itu juga mengurangi nilai makanan yang mereka jual di mata kalangan atas. Ipan bukan meragukan rasa dari masakan mereka, tapi kadang penampilan fisik memang bisa menambah dan mengurangi nilai.

"Woi!! Ngelamun aja. Ayo masuk," ajak Reno. Ternyata ketiga temannya yang lain sudah memasuki sebuah warung tenda sate madura.

"Sini, Pan." Sean melambaikan tangan, memberi tahu meja yang mereka tempati.

"Gue kira kita bakal makan di restoran atau cafe," kata Ipan begitu duduk di kursi. Berhadapan dengan Juan.

"Buat apa buang-buang duit kalau akhirnya juga bakal jadi t*i?"

"Sialan lo, Ren."

"Anjir. Lo bosen hidup!"

"Tau nih. Pengen gua gites."

"Ampun ... sorry deh, sorry." Reno cengengesan.

Mereka masih sibuk berdebat dan saling olok saat seorang menghentikan mereka.

"Malam, mas-mas. Mau pesan apa?" tanya sebuah suara perempuan.

Serempak mereka menoleh.

"Eh ... ada neng Gea." Reno berbinar senang. Selain ingin mengisi perut, Reno memang berencana PDKT pada Gea.

"Eh, ada mas Reno yang pelupa. Saya kan bukan orang Sunda."

"Yah, masak gitu aja marah sih?"

"Mau pesan apa?"

"Sate Ayam dua porsi. Kambing dua porsi sama sapi satu porsi. Lo apa, Pan?"

"Sate Ayam dua porsi." Jawab Ipan.

Setelah Gea mencatat pesanan, dia segera menuju dapur darurat di sisi warung tenda itu. Menyiapkan minuman.

"Dulu ada pengamen banci yang cantik disini setiap malam." Sean memulai percakapan.

Ipan mengernyit. "Pengamen banci?"

Juan mengangguk. "Dua bulan lalu tu pengamen di tuduh masa, menghamili seorang cewek kantoran cantik. Sejak itu Gita nggak pernah kelihatan lagi."

"Gita?"

"Nama bancinya. Entah nama aslinya. Gio, mungkin. Atau Giman, Ginanjar, Girto, Gilang,"

"Dan lo ... Gila! Ngoceh melulu," protes Juan.

Mereka asik mengobrol hingga pesanan mereka datang dan memakannya dengan lahap.

"Not bad," batin Ipan sambil terus mengunyah sate ayamnya. Rasanya memang juara meski hanya bermodalkan warung tenda sederhana.


Tbc

Ada Kamu Di HatikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang