Maaf ya aku jarang up. Aku sibuk banget iniLagi panen raya.
***
Sudah sepuluh menit Ipan mengajak Misyka berkeliling dan melihat- lihat. Siap tahu ada yang diinginkan Misyka. Tetapi gadis di sampingnya tampak santai dan matanya menatap lurus kedepan seperti tak tertarik untuk menolah- noleh.
Bukannya biasanya perempuan itu suka sekali dengan shopping? Juan saja kemarin baru mengeluh seharian di kantor karena pacarnya membuat hutang kartu kriditnya membengkak hanya karena sebuah tas tangan yang pasti tidak ada istimewanya bagi kaum adam.
Bentuknya itu- itu saja, warnanya juga biasanya saja. Hanya mungkin karena yang mengeluarkannya sekelas Chanel dan Hermes, tas itu menjadi barang sialan pengering kartu kredit dan tabungan para lelaki yang benar- benar keparat.
Untung sayang! Kata Juan waktu itu. Padahal, baru juga pacaran. Belum menikah lho ini.
Ipan berharap Misyka tidak separah itu. Dia tidak keberatan mengeluarkan yang untuk kencan. Tapi tentu saja ada batas wajarnya. Diluar sana, banyak sekali orang yang kesulitan mencari sesuap nasi. Bagaimana mungkin dia dengan enteng membelanjakan ratusan bahkan milyaran untuk sekedar tas? Gila. Ipan tidak segila itu. Dia suka perempuan yang konsumtif berakal. Bukan konsumtif tanpa otak.
Dan semoga saja Misyka seperti itu.
"Bang, memang kita mau kemana sih?" Tanya Misyka yang merasa malas berkeliling.
Ipan menoleh dan bertanya balik, "Kamu nggak mau belanja gitu, Misy?"
"Belanja? Saya baru belanja bulanan kemarin pagi."
"Bukan, belanja..em, baju atau tas, atau mungkin sendal dan sepatu? Biasanya cewek suka begituan."
Misyka mengernyit. Dia dulu memang suka shopping hingga kadang diomeli sang Papa. Tapi itu dulu. Sebelum dia tinggal di perumahan kumuh dan menyaksikan orang orang di sana kesulitan untuk sekedar mencari makan.
"Nggak usah, bang. Saya mah masih punya baju sama tas. Buat apa beli banyak- banyak kalau makainya juga cuma satu setiap pakai. Nggak mungkin juga Misyka pakai sepuluh tas. Bisa dikira jualan tas nanti."
"Ya...nambah satu lagi kan nggak masalah, neng? Abang yang traktir." Tawar Ipan lagi.
Misyka menoleh dan menggeleng yakin.
"Mubazir, bang."
"Kalau gitu abang beliin sendal gimana?"
"Masih ada bang? Lagian sendal jepit Misyka juga banyak."
"Kalau make-up?"
Misyka melotot sejenak tanpa sepengetahuan Ipan. Dia tidak mungkin memakai make-up karena saat ini saja dia sudah memakai make-up. Bisa- bisa ketahuan wajah aslinya.
"Nggak bang, makasih."
"Yah.," Ipan kecewa. Tapi dia tak kehabisan akal, dia mengajak Misyka menonton film.
"Ayo deh kita nonton saja."
"Ada yang bagus?"
"Apa ya?"
"Romance? Horor? Apa action?"
"Action aja deh."
"Serius?" Ipan kembali tak percaya.
Misyka mengangguk dan berjalan lebih dulu hingga Ipan menyusul.
"Vee? Xavee?!" Panggilan itu membuat Ipan kaku seketika karena Misyka ikut berhenti.
Sosok cantik di depan mereka itu kini menunjuk wajah Ipan tak yakin.
"Kamu ... ada di Jakarta?" tanya sosok itu lagi.
Ipan mendesah dongkol. Kenapa harus bertemu dengan si perempuan sialan ini di sini?
"Kamu kenal?" Tanya Misyka. Dia penasaran dengan gadis di depannya. Cantik. Mirip boneka. Boneka Annabelle.
Ck. Kenapa dia tiba-tiba menjadi sinis?
"Nggak kenal. Cuma dia satu tingkat sama aku waktu kuliah." Jawab Ipan singkat seakan enggan mengungkapkan siapa sebenarnya perempuan ini.
"Vee."
"Gue pernah bilang, jangan coba- coba manggil gue dengan panggilan itu. Karena hanya orang terdekat gue yang boleh." Mata Ipan menyorot tajam penuh permusuhan.
"Kamu berubah, Van." Wajah itu terlihat sedih.
"Salah. Lo yang selama ini nggak kenal sama gue."
Gadis itu nampak malu karena memilih ribut di tempat umum.
"Yank, ini tiketnya. Kamu mau apa lagi?" Seorang lelaki yang lumayan tampan datang menghampiri gadis itu. Tak sadar dia menoleh dan terkejut melihat Ipan.
"Van." Panggilnya tak percaya.
Ipan tersenyum sinis melihat wajah sok suci lelaki itu. Masih sama. Lelaki itu memang paling pandai bermain peran.
"Ayo, kita tunggu dulu. Filmnya masih dua jam lagi. Gimana kalau kita tunggu di cafe?" Tanya Ipan pada Misyka. Mengacuhkan kedua masa lalunya.
Misyka yang mulai sedikit paham pun menangguk setuju. Dia juga pasti malas jika bertemu dengan orang- orang yang tidak lagi ingin dia temui.
Ipan membatin dalam hati. Benar kata orang, masa lalu itu harusnya di buang ke empang. Biar afdhol. Nyatanya dia masih membenci suasana aneh ini. Nyatanya rasa yang dulu dia miliki untuk perempuan itu telah hilang berganti jijik dan benci. Dia sampai heran dengan orang yang bisa memaafkan pengkhianat dan hidup rukun bahkan menjadi sahabat. Apa itu tidak gila? Yang ada dia kehilangan sahabat karena penghianat ini. Nyatanya dia sudah kehilangan semua kepercayaan pada mereka.
Ya mantan memang harus dibuang. Entah itu mantan pacar atau mantan sahabat.
Ipan menggenggam tangan Misyka dan membawa gadis itu pergi menjauh. Menghindari kuman penyakit.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Ada Kamu Di Hatiku
RomanceSekuel dendam 1 Gagal menikah? Lebih tepatnya dia yang membatalkan pernikahannya sendiri saat semua tamu sudah datang? Sakit? Sangat. Tapi dia tahu jika dia melanjutkan pernikahan itu, dia yang terluka. *** Misyka, namanya. Cantik orangnya. Dan baik...