5. Teguh pendirianmu membuatku jengkel

963 146 29
                                    


Reno menggelengkan kepalanya melihat Ipan yang dengan gigih mempertahankan pendapatnya. Siang ini mereka memilih makan di kantin kantor saja, selain gratis untuk karyawan perusahaan ini, mereka juga malas menghadapi kemacetan di jam sibuk seperti sekarang.

"Pan, lo itu ganteng. Pasti banyak lah cewek - cewek yang bakal naksir. Tuh beberapa karyawati dari tadi ada yang curi pandang ke sini." Juan masih sibuk mempengaruhi Ipan.

"Mas, kan itu hak saya mau suka sama siapa."

"Tapi..kita- kita yang nggak tega."

"Saya nggak apapa kok." Yakin Ipan.

"Terserah deh. Yang pasti nanti siap- siap nggak diakui temen sama kita."

"Lah kok bisa, mas?" Tanya Ipan pada Juan.

Juan berdecak. "Ya, lo pikir aja. Malu lah kita- kita."

Ck. "Ya udah kalau begitu. Aku pindah aja deh makannya." Ipan bersiap mengangkat piringnya saat Reno mencegah.

"Udah sini aja. Nggak usah diambil hati. Juan itu memang begitu. Kalau kamu memang suka ya usaha dong, Pan. Gue sih dukung- dukung aja yang penting jangan lupa pajak jadiannya." Terang Reno nyengir.

Juan berdecih. Dia menyuap nasi gorengnya dengan asal dan langsung menyiramnya dengan jus jeruk.

"Blweeeh. Asem. Nasi goreng gue kenapa jadi begini. Ini jus apaan ini asem gila." Juan susah payah menelan suapan nasi goreng campur jus jeruk asem.

Reno terkikik melihat tingkah Juan. Sementara Ipan kembali berpikir. Apa ada yang salah dari hal ini. Dia tertarik pada seorang wanita yang kurang menarik.

***

Misyka memejamkan matanya sejenak demi mengingat kata- kata mamanya. Mengingat umurnya yang hampir mencapai seperempat abad, dia mulai menghitung usia kedua orang tuanya. Hatinya mencelos kala dia sadar jika kedua orang tuanya sudah waktunya pensiun dari mengurusinya. Usia seseorang memang tidak bisa ditebak, namun jika memasuki usia senja seperti mereka berdua, tentu saja Misyka ikut ketar- ketir.

Anak mana yang rela kehilangan kedua orang tuanya?

Meski Misyka sudah dewasa, namun sisi sebagai seorang anak yang disayangi keluarga tentu merasa sangat berat membayangkan dirinya hidup tanpa mereka. Bahkan sekarang saja dia kerap merasa sedih karena berjauhan dengan mereka.

"Ada masalah, Misyk?" Tanya Gea saat melihat Misyka hanya melamun di dekat potongan daging sate yang selesai di tusuk dan siap di masak.

"Mama, Ge."

Gea menghentikan kegiatannya menghaluskan bumbu untuk sambal kacang. "Kenapa sama mama kamu?" Gea mengambil duduk di dekat Misyka hingga dia bisa mendengar desah lelah Misyka.

"Mama minta aku menikah, melupakan Yuda. Dia bilang nggak semua laki- laki jahat seperti Yuda."

"Nah emang bener, kan?"

"Tapi gue masih takut, Ge. Rasanya sakit."

"Kalau kamu nggak mulai coba buka hati kamu, lalu kapan? Satu tahun lagi? Dua? Lima? Atau sepuluh tahun lagi? Padahal waktu itu terus berjalan tanpa perduli jika kita juga semakin kehilangan umur kita." Gea secara sukarela mengeluarkan uneg- uneg dalam hatinya. Dia hanya tak ingin sahabatnya mengalami kesakitan lagi.

Dia saksi bagaimana Misyka dulu pasca kejadian itu. Dia mendengar semua yang orang katakan tentang Misyka. Meragukan Misyka.

"Maju, Misyk. Jangan jalan ditempat. Yuda aja sekarang pasti sudah disibukkan keluarga barunya, masak kamu mau terus mengenang Yuda?"

Misyka tersenyum kecut. Dia tentu saja tidak memikirkan Yuda. Tapi luka yang ditinggalkan Yuda. Namun memang benar kata Gea yang mengatakannya tidak mau move on. Terus berkubang dalam kesakitan. Tanpa menoleh pada sekelilingnya.

Ya..mungkin dia memang harus melepaskan diri dari masa lalu dan berjuang menggapai masa depan.

***

Rivano yang minta di sapa Ipan memang termasuk pemuda tampan di Takeshi Group. Baru empat bulan ini dia bekerja namun sudah banyak deretan wanita yang mengincarnya. Ada yang terang- terangan mengajaknya berkenalan, ada juga yang malu menunggu di sapa. Tapi mengingat sifat Ipan yang pendiam, dia sangat sulit didekati oleh para wanita.

Kadang memiliki wajah tampan di atas rata- rata memang bisa menjadi ujian. Dia merasa kesulitan bergerak dan tidak bebas lagi berekspresi. Semua tindak tanduknya seakan diawasi oleh barisan penggemarnya. Hal itu juga yang membuat Juan semakin sering menyindir seleranya tentang wanita.

Hff.

"Pan, lo keliatan suntuk banget." Sela Sean.

Reno terkekeh mendengar celetukan Sean karena dia tahu penyebabnya.

"Capek, bang."

"Banyak fans jadi capek." Kikik Reno lagi.

Ipan mendesah berat. Fans? Dia bukan artis yang harus memiliki Fans.

Ketika Ipan akan memfokuskan perhatiannya pada layar komputernya, Hasyim sang ketua divisi memasuki ruangan berkubikel itu. Dia mengedarkan pandangan dan berhenti pada Ipan.

"Van, lo dipanggil manager tuh. Ada salah apa lo?" Tanya Hasyim.

Ipan mengernyit tak paham. Seingatnya dia tidak merasa melakukan kesalahan.

"Nggak tahu, bang."

"Udah, sana temuin pak Yuda. Kalau marah bisa berabe."

"Iya, bang."

Ipan segera bangkit dan keluar menuju ruangan manager divisinya. Ruangan yang ada di lantai yang sama namun terpisah dari anggota divisi pemasaran yang berada di dalam kubikel- kubikel.

Tok..Tok..Tok.

"Masuk." Lantang suara dari dalam ruangan membuat Ipan mendorong pintu yang terbuat dari kaca buram. Ketika dia sudah memasuki ruang sang manager dia bisa melihat jika manager itu sedang meneliti berkas- berkas entah apa.

"Duduk." Perintah pak Yuda.

Ipan duduk dihadapan  pak Yuda, dibatasi meja kerja. Lelaki itu menatap Ipan dengan saksama. Dahinya mengernyit seperti tidak menyukai sesuatu.

"Ada apa bapak memanggil saya?" Tanya Ipan.

Yuda membanting berkas yang ada di tangannya ke atas meja. "Kamu yang bernama Rivano?"

"Iya, pak."

"Kamu tahu apa kesalahan kamu?"

Ipan yang memang merasa tidak bersalah pun menggeleng.

"Kesalahan kamu adalah kamu terlalu tebar pesona pada para karyawati di perusahaan ini. Saya juga mendengar jika kamu menggangu kinerja beberapa karyawati dengan ketampanan kamu." Terang Yuda tak masuk akal.

Ipan mengerjapkan matanya tak percaya. Seorang manager perusahaan menegur bawahannya karena sang bawahan yang lebih tampan?

"Maksud bapak sebenarnya bagaimana? Maaf pak, saya bahkan tidak pernah menyapa karyawati di sini lebih dulu. Mereka yang menyapa saya bahkan ada yang mengajak saya makan siang. Jadi bukan salah saya dong, pak. Dan mengenai ketampanan, itu sudah anugerah Tuhan yang tidak bisa di ganggu gugat."

"Tapi tetap saja itu kesalahan kamu juga." Managernya ini ternyata tak menyerah memojokkannya. Dia seperti merasa terancam dengan keberadaan karyawan baru ini.

"Lalu saya harus apa, pak? Rasanya keterlaluan kalau sampai saya tidak menerima pemberian Tuhan dan menggugat- Nya."

"Kamu akan saya pindahkan ke bagian gudang saja agar dampak wajah kamu menurun." Ucap sang manager.

Ipan mendesah dalam hati karena dia tahu, bagian di gudang hanya ada dua orang yang berjenis kelamin wanita. Itupun sudah menikah dan umurnya jauh di atas Ipan.

Mau bagaimana lagi, karyawan rendahan kadang sering di perlakuan seenak hati pemimpin.

Tbc

Ada Kamu Di HatikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang