9. ingatan menyakitkan

936 150 15
                                    

Misyka terdiam di boncengan Ipan. Sepertinya lelaki di belakangnya itu dalam keadaan hati yang kurang baik setelah bertemu dengan dua orang tadi. Apakah mereka berdua adalah masa lalu Ipan? Entahlah.

Tapi Misyka bisa merasakan perasaan tak enak dari lelaki ini sejak mereka bertemu dua orang itu. Bahkan tadi, Ipan nampak membisu di bioskop.

Menyebalkan.

Motor yang membawa mereka telah berhenti tepat di depan rumah kontrakan Misyka. Gadis itu turun dan melepaskan helm lalu menatap Ipan.

"Makasih ya, Misy. Sudah mau menemani aku jalan." Ipan berucap pelan, seperti orang yang tidak punya tenaga lagi.

"Mas, baik-baik saja?"

Lelaki itu mengangguk tak yakin.

"Mau mampir?" tawar Misya. "Di dalam ada Gea juga kok."

Lelaki itu menggeleng kemudian tersenyum tipis. Hampir tidak terlihat.

Misyka mengangguk mengerti. Mungkin lelaki di depannya ini ingin sendiri dulu. Dia melihat motor matic putih itu melaju meninggalkan gang rumahnya, meninggalkan banyak tanda tanya di kepalanya.

***

Matahari sudah tertidur di peraduan saat Ipan memarkirkan motornya dengan baik di garasi dan mulai menutup seluruh pintu rumah kontrakannya. Memastikan semua terkunci dengan benar untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, Ipan kemudian beralih ke kamarnya.

Dia cepat-cepat membersihkan diri karena tidak betah dengan rasa lengket di tubuhnya. Menyegarkan diri sekaligus mendinginkan otaknya yang terasa akan berasap sebentar lagi, mengalahkan asap kebakaran di Jambi.

Setelah berganti dengan baju rumahan, dia terduduk memandangi menu makan malamnya dengan tidak bersemangat. Ingatan kejadian buruk itu masih melekat di setiap hembusan nafasnya. Bagaimana mungkin dia lupa, jika laki-laki itu sudah bersamanya sejak SMA, berbagi suka dan duka masa putih abu-abu bersamanya.

Bahkan dia hampir tahu semua cerita tentang 'dia'.

Flash back

Ipan barusaja keluar dari flat miliknya saat seringai geli itu menyambutnya di depan pintu. Lelaki yang bahkan sudah dia anggap saudara itu terlihat menarik sebuah koper dan berjalan mendekatinya.

"Marcel!" pekik Ipan takjub. Ternyata sahabatnya ini benar-benar mengunjunginya. Dia terharu dan memeluk Marcel dengan senang.

"Hei...Lo kurus banget sekarang, Van?"

"Iya. Gue suka lembur kerja Part Time di perpustakaan sama di kampus."

"Wah pantes Lo masih jomblo."

"Enak aja. Gue udah punya cewek ya."

Marcel menatapnya remeh. "Ah ... Nggak percaya gue mah. Lo kan sok sibuk banget jadi orang. Mana ada cewek yang mau sama lo."

"Nggak percaya dia. Nanti deh gue kenalin." Ipan memberikan janji.

"Oke lah! Ngomong-ngomong gue nggak diajak masuk nih? Panas banget elah."

Ipan terkekeh baru menyadari hal itu. "Eh ... Sorry-sorry. Ayo masuk."

Keduanya saling berbagi pengalaman dan cerita. Marcel memang memilih tidak melanjutkan kuliahnya. Pemuda itu memilih membantu usaha orang tuanya kini sedang butuh tenaga dan pikirannya. Meskipun bukan usaha yang besar, namun tetap saja Marcel harus turun tangan membantu.

"Eh, yuk jalan-jalan. Sekalian nanti kenalin sama pacar lo." Rivanio menatap Marcel.

"Lo nggak capek?"

Ada Kamu Di HatikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang