2. masa lalu

1K 151 2
                                    

Kehidupan kadang memang tidak sesuai keinginan kita. Dikala kita ingin semua baik-baik saja. Ada waktu dimana kita tersakiti, lelah, dan merana.

Namun kita juga bisa merubah keadaan. Saat kita tersakiti, kita bisa memilih untuk terus sakit atau berjuang agar sakit itu hilang. Misyka pernah terpuruk dan sakit. Namun dia memilih berjuang untuk kebahagiaannya. Seperti saat ini...

Dia tersenyum lebar melihat anak- anak panti yang berbahagia karena nasi kotak yang dia bawa. Bahagia itu sederhana.

"Asik..kak Misyka bawa nasi sate lagi."

"Kak, satenya kakak yang terbaik pokoknya." Puji Eni, seorang anak panti berumur sebelas tahun.

"Iya. Enak."

Misyka tersenyum haru. Hanya dengan sekotak nasi sate, mereka bisa sangat bahagia. Lalu kenapa dia belum mendapat bahagia itu. Dia memang memilih dan berusaha untuk bahagia. Tapi kadang hatinya masih terasa kosong.

Di sudut lain ada Gea dan ibu panti yang memperhatikan interaksi Misyka dan anak- anak panti.

"Terimakasih, nak Gea. Kalian membuat anak- anak senang."

"Ini ide Misyka kok, bu. Saya cuma bantuin masak."

"Iya. Nggak nyangka ya sudah dua tahun dia bertahan."

"Bu, Gea kadang masih takut. Misyka kadang masih melamun dengan pandangan kosong."

"Semua butuh proses."

"Iya, bu."

"Dia bahkan rela berdandan mengerikan seperti itu agar tidak ada lelaki yang tertarik, Ge." Ibu panti tersenyum geli mengingat penampilan Misyka.

"Biarkan saja, bu.

"Mungkin dia trauma, ya?"

"Semoga tidak, bu. Dia harus bangkit dan memulai hidup baru. Tidak semua laki- laki seperti mantan calon suaminya."

"Amin. Semoga dia mendapatkan lelaki yang lebih baik."

***

Ipan mengernyit. Dia mengamati laporan pemasukan perusahaan yang ada di tangannya namun dari tadi dia menemukan kejanggalan. Entah apa, namun sejak tadi dia kesulitan menemukan inti masalahnya.

Krukk!

Aishh. Dia tahu kenapa dia tidak bisa konsentrasi. Rupanya perutnya sudah berdemo minta diisi.

Perlahan dia melirik kanan kiri. Semua teman- temannya nampak sibuk mengerjakan pekerjaan masing- masing. Lalu bagaimana ini? Perutnya semakin melilit dan waktu makan siang masih satu setengah jam lagi.

Ughh!

Hati- hati dia menutup berkas di tangannya dan menyimpannya di laci. Tak lupa dia menguncinya.

"Eh, mau kemana lo pan?" Tanya Juan saat melihat bayangan Ipan yang melintas.

"Pantry. Gue lapar banget sumpah. Ada sereal nggak?"

"Tanya aja sama mas Pri. Setahu gue kalau kopi sama teh ada. Gue nggak pernah nyari sereal sih. Atau biasanya mas Pri nyediain cake. Kadang ada brownis, kadang donat kalau nggak ya bolu gulung. Lumayan buat ganjel perut."

"Oke." Ipan  kembali melangkah ke arah pantry. Mengganjal perutnya agar tidak berdemo terus menerus. Saat sampai di pantry, Ipan menyapa mas Pri.

"Lapar banget, mas. Ada yang bisa ganjel perut nggak?"

"Kayak roda mobil aja di ganjel kalau mogok ditanjakan."

"Perut juga butuh ganjel, mas. Biar nggak terjun lambungnya." Seloroh Ipan jail.

Mas Pri tertawa. Padahal menurut Ipan, kalimatnya nggak ada yang lucu.

Mas Pri mengambil sebuah nampan plastik berwarna hijau muda. Di atasnya ada donat dengan toping beraneka ragam. Dengan semangat Ipan mencomot sebuah donat bertoping parutan keju.

"Hmm. Enak, mas. Beli dimana?" Tanya Ipan di sela kunyahannya.

"Pesan di mpok mimi."

"Mimi peri?"

"Eah, bukan lah. Mimi peri tu bikin gatal- gatal. Kalau mpok mimi bikin sawanan."

"Lah..sama dong."

"Ya beda. Mpok mimi cewek asli meskipun penampilan kurang menyehatkan mata."

"Kurang cakep?"

"Kurang."

"Kurang sexy?"

"Kurang."

"Kurang apa lagi, bang?"

"Pokoknya kurang."

"Tapi masakannya juara kan, mas. Awas loh kadang cinta bisa datang dari suapan pertama, bukan hanya dari pandangan pertama." Goda Ipan. Ipan menuangkan teh dari teko ke dalam gelas yang baru saja dia ambil dari rak untuk kemudian menyesap sedikit demi sedikit teh panas itu. Semoga saja lidahnya tidak jadi kasar karena meminum teh panas.

"Waduh. Ya jangan dong. Mas masih suka yang bening dan mulus sexy."

"Laki- laki normal..."

"Ya emang normal."

Ipan termenung sejenak. Normal? Kadang kata itu terdengar aneh ketika digunakan untuk hal terlarang. Dengan alasan normal, seorang bisa menghianati temannya sendiri. Sebuah omong kosong yang menjijikkan."Bang minta satu lagi, ya." Ipan mencomot sebuah donat lagi dan langsung membawanya pergi . Kembali ke kubikelnya.

Dia mendesah kemudian kembali membuka berkas yang tadi dia periksa seraya meneruskan kunyahannya.

***

Karena suasana hatinya sedang mendung, Ipan mencari makan malam di dekat kantornya. Hari ini dia lembur dan alternatif paling cepat adalah membeli makanan di luar. Dia terus berjalan tanpa sadar hingga sampai di dekat jejeran warung tenda yang beberapa minggu lalu dia sambangi bersama teman- temannya.

Dengan pikiran yang belum sepenuhnya fokus, dia mencoba menyeberang jalan.

Masa lalu.

Masa lalu menyakitkan yang telah terlewati kadang masih menempel bagaikan kuman membandel. Sulit dihilangkan.

Langkah lelaki itu terus melaju hingga suara klakson yang saling menyahut dan decitan rem serta gesekan antara ban mobil dan aspal terdengar memekakkan telinga.

"Woy...lo mau bunuh diri?!! Jangan di jalan raya!! noh di laut!!!" Teriak pengendara yang mobilnya tepat ada di depan Ipan kurang dari setengah meter.
Dengan jantung yang masih berdegub kencang karena syok, Ipan menyingkir dari jalan dibantu beberapa orang yang bergegas menghampiri. Nampak beberapa pengendara yang lewat mengumpat pada Ipan yang di nilai patah hati dan mau bunuh diri.

Beberapa orang yang tadi menghampiri Ipan, membawa lelaki itu ke sebuah kursi yang ada di depan warung tenda untuk menenangkan diri.

"Mas nggak apapa?" Tanya seorang perempuan yang menyodorkan segelas air putih pada Ipan. Dia mengangguk namun belum bisa berkata- kata. Rasa terkejut bercampur syok masih menguasainya.

"Lain kali hati- hati kalau mau menyeberang jalan mas." Nasehat seorang bapak - bapak yang sepertinya pedagang juga.

Ipan kembali mengangguk. "T- terimakasih, bapak- bapak dan ibu." Ucap Ipan pada beberapa orang yang mulai membubarkan diri.

Dia mengatur nafasnya untuk meredakan rasa syok nya. Kemudian dia mengamati sekitar. Ternyata kini dia ada di depan warung sate yang beberapa minggu lalu dia datangi bersama teman - teman kantornya.

Dengan perlahan dia berdiri dan memasuki warung sate itu. Berniat mengisi perutnya.

Tbc

Ada Kamu Di HatikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang