Chapter 10: Bimbang

681 46 11
                                    

Dua minggu kemudian....

Seorang wania berjalan cepat menuju kandang kuda Istana. Dia memakai jubah berwarna coklat yang menutupi seluruh tubuhnya, membuatnya nyaris tidak dapat dikenali. Wanita itu naik ke atas kuda dan mencambuknya, membuat kuda itu berlari kencang meninggalkan kandangnya.

Beruntung bagi wanita itu, tidak ada pelayan ataupun orang yang melihat kepergiannya. Dia sudah khawatir kepergiannya akan diketahui oleh orang lain namun sepertinya kali ini dewa sedang berpihak kepadanya. Kepergiannya mulus tanpa dilihat oleh seorang pun.

Sedangkan itu di ruang rapat Istana, para mentri sedang meributkan pemberian hukuman kepada Tokugawa Soyo. Beberapa orang berpikir bahwa hukuman mati terlalu berat, namun sebagian lainnya setuju bahwa Soyo pantas mendapatkan itu mengingat dia telah membunuh sepupunya sendiri dan berniat memberontak. Ada pula yang merasa bahwa sebaiknya Soyo dikurung seumur hidupnya karena menurut hasil pemeriksaan, Soyo dinyatakan gila oleh dokter.

Sebagai Raja, Sougo berhak untuk menentukan hukuman yang akan diterima oleh Soyo atas perbuatannya. Sementara dia memikirkan hukuman yang pantas tanpa melibatkan perasaannya, para mentri berusaha membujuknya untuk mengikuti kemauan mereka.

"Yang Mulia, Putri Soyo telah melakukan hal yang mengerikan. Hukuman mati pantas bagi Putri."

"Tidak, Putri Soyo telah dinyatakan gila. Sebaiknya mengurung dia. Dia sama sekali tidak sadar akan perbuatannya, Yang Mulia."

"Yang Mulia Putri telah melakukan tindakan pemberontakan, kita semua tidak bisa mengubah fakta tersebut."

Sougo yang pusing dengan bujukan mentrinya akhirnya berteriak, "tenang!"

Dalam sekejab, tidak ada satu suara pun di dalam ruang besar itu. Semua orang terlalu takut dengan kemarahan Raja mereka sampai tidak berani menatapnya. Hijikata dan Gintoki yang sedari tadi duduk dalam diam akhirnya angkat suara.

"Yang Mulia, mungkin sebaiknya kita menunda rapat ini hingga besok." Kata Hijikata, dia mengerti adik iparnya sekarang tengah menahan emosi jiwa.

"Hijikata-san benar. Sebaiknya anda beristirahat dan memikirkan hal ini dengan kepala dingin sebelum mengambil keputusan yang sesuai."

"Rapat dibubarkan." Sougo bangkit dan berjalan pergi dari ruang rapat dimana beberapa orang masih menggumamkan ketidakpuasan mereka.

Di sisi lain Istana, Mitsuba menggigit bibirnya dengan kalut. Sang bibi, Tsukuyo, dinyatakan menghilang. Tidak ada yang tahu keberadaan sang Mantan Ratu sekarang, pelayan-pelayannya mengatakan bahwa Tsukuyo meminta agar mereka di bebastugaskan selama setengah hari, namun mereka tidak menyangka bahwa alasan Tsukuyo melakukan itu adalah untuk kabur. Sekarang Mitsuba telah memerintahkan untuk melakukan pencarian Tsukuyo di sekeliling Istana dan ibukota. Masih ada kemungkinan sang Mantan Ratu belum pergi terlalu jauh.

Mitsuba sudah beberapa kali membantu pelayan mencari keberadaan Tsukuyo, namun nihil. Akhirnya Mitsuba hanya bisa berdoa agar para pengawal bisa menemukan bibinya itu sebelum semuanya terlambat.

Sementara itu, Gintoki yang telah menerima kabar hilangnya Tsukuyo segera memerintahkan pelayannya untuk menyiapkan kuda. Dia langsung pergi keluar dari Istana untuk mencari istrinya itu. Selama bertahun-tahun Gintoki telah mengenal sikap Tsukuyo, wanita itu tidak akan pergi meninggalkan ibukota sebelum situasinya mereda. Saat ini rakyat sedang dikejutkan dengan berita matinya Imai Nobume dan ditangkapnya Tokugawa Soyo. Jika seseorang dikabarkan keluar dari ibukota, penjaga pasti akan mengejarnya karena mencurigai bahwa orang itu terlibat dalam pembunuhan Imai Nobume.

The Royal's Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang