Jangan terlena dengan panggilan "sayang". Terutama dari orang yang belum halal. Karena sejatinya hanya Allah lah Sang Maha Penyayang.
°°Muhasabah_Diri°°***
[[ Apa Panggilan-Nya Kurang Mesra? ]]Semilir angin sedikit mengurangi rasa panas di siang hari yang begitu terik. Matahari mulai menanjak tepat di atas kepala, bisa kalian rasakan bagaimana panasnya siang ini. Terlepas dari itu, aku baru saja menyelesaikan quiz matematika dadakan dari dosen yang terkenal killer. Perpaduan yang sangat spektakuler rasanya, siang-siang ditemani soal matematika yang menguras pikiran. Hahaha...
Dosenku itu terkenal killer, tetapi baik hati. Saking baiknya dia hanya memberikan soal quiz dua nomor, tetapi setiap nomor beranak pinak sampai sepuluh poin. Wooww... Bisa kalian bayangkan betapa baiknya dia kan? Apa kalian juga memiliki dosen seperti itu? Kalau iya aku hanya bisa mengatakan "sabar ya". Selamat dinikmati. Wkwkwk..
Aku keluar ruangan dengan perasaan lega, setelah bertarung dengan angka-angka yang seakan tidak mau mengalah untuk membuatku menjawabnya dengan cepat. "Ah, haus. Minum yang seger-seger enak nih." Batinku sembari mengipaskan selembar kertas ke wajah untuk memberi sedikit kesejukan.
Allahu Akbar.... Allahu Akbar...
Seruan itu terdengar mengusik pendengaran. Kusisingkan lengan kemeja panjang yang aku gunakan untuk melihat jam yang melingkar cantik di tangan kiriku. "Yah, udah waktunya sholat dzuhur. Enaknya cari minum dulu baru sholat, atau gimana ya?" Tanyaku kepada diri sendiri.
Setelah berpikir sekian detik, aku memutuskan untuk sholat terlebih dahulu. Mendahulukan kewajibanku sebagai seorang muslim untuk menghadap-Nya tepat waktu.
Menghadiri mata kuliah dosen saja kita harus datang tepat waktu. Terlambat sedikit, kita tidak boleh ikut pelajarannya. Masak untuk menghadap-Nya mau kita tunda-tunda! Ngak takut nanti masuk surganya juga ketunda?
Seringkali kita takut dengan hal yang berbau dunia. Kita begitu taat dengan aturan dunia, tapi menduakan urusan akhirat. Kita begitu takut dengan pemimpin dunia, sedangkan kita melalaikan siapa sebenarnya yang menciptakan dunia. Seperti contoh diatas misalnya, kita begitu takut dengan manusia, tapi seringkali abai kepada sang pencipta. Dosen hanya manusia biasa, sedangkan Dia yang menciptakan manusia.
Aku berpikir "Apakah aku pantas menduakan-Nya, untuk semenit membeli minuman pelepas dahaga. Sedangkan nanti di akhirat ada balasan yang lebih layak dari dahagaku ini, yaitu nikmatnya surga yang tak terkira." Hal ini membuatku melangkahkan kaki menuju di mana masjid kampus berada.
***
Setelah sholat, lega rasanya. Dahagaku entah sudah menguap kemana. Yang kini kurasakan hanya kesejukan yang merayap di dada.Selepas memakai sepatu, entah kenapa kaki ini membawaku ke gazebo taman yang terletak di samping masjid. Kebetulan ada bangku kosong disana. "Istirahat di sini dululah baru pulang, lagian malas pulang karena panas. Sekalian memanfaatkan fasilitas yang ada," sebut saja Wi-Fi gratis. Monologku kepada diri sendiri.
Sambil menunggu koneksiku terpasang, kuedarkan pandanganku kesekitar. Banyak mahasiswa yang duduk berduaan, dalam artian pacaran. Ada juga yang berkelompok sedang mengerjakan tugas yang dosen mereka berikan.
Sejauh mata ini memandang, aku menyadari bahwa sebagian besar dari mereka adalah orang-orang yang aku lihat sebelum melaksanakan sholat tadi. Mereka masih asyik di sana. Sebesar itukah cinta mereka kepada dunia, hingga menduakan akhirat dengan tidak segera menghadap-Nya?
Tidak-tidak!
Aku tidak boleh berburuk sangka!
Aku mencoba husnudzon atau berpikir positif.Ah, mungkin mereka baru halangan. Tapi apa iya, laki-laki juga halangan? Wkwkwk...
KAMU SEDANG MEMBACA
Muhasabah Diri
EspiritualMatahari terus berputar pada porosnya. Tenggelam di ufuk barat, menggantikan dengan hari yang baru. Jarum jam tetap setia pada detiknya, terus melaju seiring bergulirnya sang waktu. Hidup itu tentang suatu perjalanan. Kita bagaikan seorang Penggemba...