1. Tahun Ajaran Baru

4 3 0
                                    

Panas sekali rasanya. Berulang kali Kinan mengusap keringat yang melewati pelipisnya. Rasanya ia ingin segera meninggalkan aula dan membeli minuman.

Kardus yang dibalut dengan karton itu kini menggantung dileher Kinan sebagai tanda pengenal. Dikardus itu tertulis nama panggilannya 'KINAN'. Dan kini kardus itu menjadi kipas alternatif karena Kinan sudah mulai kegerahan.

Ini hari ketiga Kinan mengikuti MPLS disekolah barunya. Untungnya SMA yang ia masukki tidak memperbolehkan adanya senioritas. Jadi sejak kemarin Kinan hanya disuruh duduk di aula bersama ratusan murid baru lainnya. Berdesak-desakkan? Tentu saja.

Akhirnya Kinan sudah tidak tahan lagi. Cewek itu kini berdiri, berjalan menuju pintu keluar. Didekat pintu ada kakak kelasnya yang merupakan panitia MPLS. "kak saya izin ke toilet sebentar," ujar Kinan sopan.

Cewek yang memiliki name tag bertuliskan 'AZALEA' itu mengangguk lengkap dengan senyum ramahnya. Kinan membalasnya dengan tak kalah ramah. Setelah cukup jauh dari posisi aula, segera Kinan melepaskan kardus yang menggantung dilehernya dengan tali rapia itu. Langkah Kinan membelok kearah kantin sekolah yang baru diketahuinya tadi pagi.

Dikantin ada seorang siswi yang sepertinya sama seperti Kinan, kabur dari acara MPLS. Siswi itu sedang memakan semangkuk bakso, disebelahnya ada kardus yang sama seperti yang Kinan miliki. Ternyata siswi itu bernama Aira.

Kinan tidak mau ambil pusing. Segera ia memesan segelas es teh dingin dan semangkuk mie ayam. Kinan duduk agak jauh dari posisi Aira. Karena kantin kosong selain mereka berdua yang ada disana. Jadi Kinan bebas memilih bangku mana yang ia suka.

Setelah pesanannya siap segera Kinan melahapnya. Aira berjalan menghampirinya dan duduk disebelahnya. Hal itu membuat Kinan menghentikan acara makannya. Kinan takut kalau ternyata Aira ini adalah kakak kelas yang menyamar menjadi adik kelas.

"ada apa ya?" tanya Kinan.

"lo kelas 10 apa?" tanya Aira

Kinan melanjutkan makannya demi menutupi rasanya gugupnya. "10 IPA 1," jawab Kinan disela-sela kunyahannya.

"serius lo?" suara Aira terdengar kaget tapi juga senang, entahlah Kinan tidak begitu mengerti.

Kinan mengangguk menjawab pertanyaan Aira.

"berarti kita sekelas. Teman?" Aira menyodorkan tangannya pada Kinan. Kinan bengong melihat uluran tangan itu dan wajah bersemangat Aira. Tak urung ia menerima uluran tangan itu.

"teman." Ujar Kinan.

"btw, lo kenapa ke kantin?" tanya Aira.

"panas, gerah dan gue haus." Jawab Kinan cepat ia terkekeh melihat wajah Aira yang seolah berkata 'sama'.

"lagian gila ya seniornya, dia pikir aula nya gede apa. Udah sempit, pengap. Ckck!" Aira menggeleng-gelengkan kepalanya.

Kinan mengangguk menyetujui. "udah gitu gue sama sekali gak ngerti apa yang lagi dibahas," ujar Kinan.

"kok sama sih? Yaampun gue juga gak ngerti mereka ngomong apa. Katanya 'main game ya biar gak bosen', tapi makin lama gue malah makin bosen." Ujar Aira lengkap dengan gaya meniru senior diaula tadi. Langsung saja Kinan tertawa.

"game apa coba, mereka malah asik sendiri." Timpal Kinan, hal yang sangat Kinan tidak sukai saat berada diaula adalah seniornya malah terlihat 'caper' dengan junior nya sendiri.

"lo bilang apa pas mau kesini?" tanya Aira setelah selesai tertawa.

"izin toilet," jawab Kinan disela-sela kunyahannya.

Aira tertawa. "tadinya gue mau pura-pura izin toilet juga, tapi untung gak jadi." Kata Aira.

Lihat saja, baru beberapa menit yang lalu mereka saling kenal tapi sudah seperti lama saling mengenal. Aira ini cukup asik dan seru diajak bicara. "trus, lo bilang apa tadi?" tanya Kinan lalu menyeruput es teh nya.

"gue bilang pusing, trus dianter ke UKS. Pas udah sendiri yaudah gue cabut ke kantin, gue laper." Ujar Aira lalu kembali tertawa.

Kinan ikutan tertawa. Senang rasanya bisa tertawa selepas ini, Kinan selalu merindukan saat-saat ia bisa tertawa seolah tanpa beban. Setidaknya hari ini Kinan berteman dengan Aira.

^^^

Kinan berdiri disamping pilar sekolah, menunggu Aira. Katanya buku paketnya tertinggal dikolong meja. Jadilah Kinan menunggu disini.

Sudah dua minggu ia bersekolah di SMA Nusa Abadi, Kinan juga duduk satu bangku dengan Aira. Mereka selalu bersama kemanapun. Karena itulah Kinan mau-mau saja disuruh menunggu didekat ruang perpustakaan.

Sudah lima belas menit Aira tidak juga kembali. Kinan selalu pulang bersama dengan Aira. Mereka memiliki kehidupan yang hampir sama, memiliki orang tua yang sibuk bekerja sehingga saat pulang sekolah harus pulang dengan bis.

Kinan akhirnya memutuskan untuk naik lagi menuju kelasnya dilantai atas. Sekolah sudah mulai sepi karena bel sudah berbunyi sejak setengah jam yang lalu. Tepat dibelokkan menuju tangga, kepalanya pusing sekali. Ia menyender ke dinding karena tidak kuat berdiri.

Kinan memegangi kepalanya yang seperti akan pecah. Ia merasakan ada sesuatu yang hangat mengalir dihidungnya, setelah mengusapnya Kinan kaget melihat darah di tangannya.

Ia mencoba berjalan menjauh dari tangga, ia tidak mau siapapun melihat kondisinya yang lemah ini. Kinan masuk kedalam toilet dan langsung membasuh wajahnya. Hal seperti ini sudah empat kali ia alami, Kinan sudah mengunjungi dokter dan surat dokter akan ia ambil seminggu lagi.

Setelah yakin tidak ada bercak darah yang tersisa. Kinan berjalan keluar toilet dan menemukan Aira yang sedang berjalan menuruni tangga. Kinan segera menghampirinya.

"muka lo kenapa? pucet banget," ujar Aira.

"lo lama sih, gue capek nunggunya." Ujar Kinan setengah bercanda. Ia terkekeh mencoba menutupi kebohongannya.

"sori, tadi kak Ayana ngajak gue ngobrol bentar." Ujar Aira dengan wajah memelas. Kinan tertawa dan mengibaskan sebelah tangannya seolah mengatakan 'gak papa kali, santai'

"yaudah yuk," Kinan mengajak Aira berjalan menuju gerbang sekolah. Kinan lelah dan butuh istirahat.

^^^

Kinan mengunyah keripik kentang dimulutnya. Pandangannya fokus pada film horror yang sedang ditontonnya. Tangan kirinya menutupi matanya saat musik menegangkan mulai terdengar.

Cklek!

Hampir saja jantungnya lepas saat mendengar suara pintu terbuka. Ternyata Papa. Kinan menghela nafas lega. Papa berjalan menuju kamarnya, tapi langkahnya berhenti tepat dibelakang Kinan.

"kamu belum tidur?" tanya Papa sekedar basa-basi.

"belum, film horror-nya lagi seru." Ujar Kinan.

"jangan tidur malam-malam. Tiga minggu lagi Papa ada projek ke luar kota," ujar Papa lalu kembali melanjutkan langkahnya.

Diam-diam Kinan menghela nafas panjang. Ini adalah hal paling tidak ia sukai dirumah, hanya ada dirinya, Papa, dan pembantu rumah tangga yang biasa menyiapkan sarapan dan makan siang untuk Kinan.

Mama? Mama nya meninggal karena kecelakaan waktu ia masih kecil, itu hal yang ia ketahui dari Papa. Satu kalipun ia tidak merasa pernah bertemu dengan Mama nya. Hanya dari foto-foto yang terpajang diruang tamu dan kamarnya lah yang membuatnya mengetahui wajah Mama nya.

Kinan menekan tombol merah di remote tivi nya. Air mata perlahan memenuhi kelopak matanya. Ia sudah tidak berniat menonton film horror itu sampai habis. Yang ia inginkan sekarang adalah menangisi kesepian yang selalu ia rasakan.

Untuk apa ia tinggal dirumah sebesar ini kalau Papa lebih memilih tidur dikantor? Papa jarang ada dirumah, dari sekretaris Papa yang merupakan seorang laki-laki Papa mempunyai tempat untuk tidur dikantornya.

Ia bersyukur Papa tidak pulang bukan untuk hal-hal yang tidak ia sukai. Tapi, disaat ia seperti ini ia hanya butuh Papa orangtua satu-satunya yang masih ia miliki.

Dikamar, Kinan hanya bisa menangis untuk hal yang tidak pernah ia tahu.

***

Salam,

KinanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang