4. Ajakan

4 2 0
                                    

"Kinan PR udah?" tanya Rangga, Ketua kelasnya.

"oh udah. Ini," Kinan menyerahkan buku panjang bersampul batik miliknya untuk dikumpulkan melalui ketua kelas.

Interaksi singkat seperti itu yang Kinan jalani setiap harinya. Aira yang berkata akan mencuri-curi waktu berbicara dengannya saat jam pelajaran pun tidak memenuhi ucapannya. Aira mengunci mulutnya selama berada dikelas. Dan akan langsung keluar saat bel istirahat.

Teman-teman sekelasnya sudah mengetahui soal Aira yang bergabung bersama geng kakak kelas itu. Jadi mereka mengerti kalau Aira bersikap begitu.

Kinan menghela nafas melihat Aira yang bahkan tetap diam bahkan pada jam kosong seperti ini. Dan bel berbunyi, Aira langsung berjalan keluar dari kelas.

Kinan tidak ingin selalu memikirkan hal itu. Jadi setelah mengambil kotak makannya Kinan segera berjalan menuju aula sekolah.

"Kinan!"

Kinan menoleh saat seseorang memanggil namanya. Ternyata Rangga.

"buku nya belum dinamain. Mau tulis sendiri atau gue yang tulis?" tanya Rangga.

Padahal seingatnya ia sudah menamai bukunya itu. Segera Kinan menerima buku yang Rangga ulurkan padanya. Kinan selalu menamai bukunya dibagian dalam. "udah kok," ujar Kinan menunjuk tulisan 'Kinanthi Akila' dibagian dalam bukunya.

"oh iya, maaf ya." Ujar Rangga. Kinan tahu seharusnya ia menamai bukunya diluar, tapi siapa tahu saja Aira akan bertanya siapa pemilik buku itu kalau tiba-tiba nyasar ke mejanya.

Kinan tersenyum tipis lalu melanjutkan langkahnya menuju aula. Kali ini Kinan memakan bekal yang sengaja dibawanya karena ia akan lupa masalahnya kalau sudah bertemu makanan.

^^^

Setibanya didepan pintu aula Kinan menghela nafas panjang. Sebenarnya ia merasa sangat kesepian setiap harinya. Setelah duduk disalah satu kursi yang ada di aula Kinan membuka kotak makannya dan mulai makan dalam diam.

Pandangannya kosong menatap panggung dibagian depan. Ditengah panggung ada piano berwarna hitam. Dulu Kinan pernah ikut les musik, saat ia berumur enam tahun.

Kinan menaruh kotak makan miliknya dikursi sebelahnya. Ia berjalan pelan menuju piano besar itu. Setelah menaiki panggung Kinan berdiri disamping piano. Jemari tangannya menyentuh tuts sekedar mengecek suaranya. Diam-diam Kinan tersenyum samar.

Ia selalu suka musik. Kinan selalu suka memainkan alat musik, terutama piano dan angklung. Saat akan menduduki kursi piano itu Kinan baru menyadari kalau piano dihadapannya itu sangat berdebu dan kotor.

Jadilah Kinan mengurungkan niatnya untuk memainkan piano itu. Akhirnya ia berjalan kembali duduk pada kursi yang tadi ia dudukki.

Saat akan mulai memakan bekal yang sudah dibawanya, pintu aula terbuka dan suara tawa yang berderai mulai memasukki aula. Kepalanya langsung menoleh dan menemukan enam orang kakak kelasnya dan Aira.

Kinan langsung terduduk tegak dikursinya. Kakak kelasnya itu pun sama kagetnya dengan Kinan.

"emm.. sorri sebelumnya, lo biasa disini kalau jam istirahat?" tanya salah satu kakak kelas perempuan yang Kinan kenali, Ayana. Kakak kelas yang pernah Aira ceritakan.

Kinan berdiri. "iya," Kinan menjawab agak datar. Segera ia merapikan kotak makannya, antisipasi kalau-kalau akhirnya ia diusir dari sini.

"lo mau kemana?" kali ini yang bertanya adalah Azalea. Kakak kelas sekaligus panitia yang mengizinkannya ke toilet saat MPLS.

"pergi. Supaya lo gak perlu repot-repot ngusir gue," ujar Kinan diakhiri dengan senyuman.

"kita gak akan usir lo kok. Iyakan?" Azalea mencoba bertanya pada teman-temannya. Aira mengangguk antusias. Kinan tidak perduli apapun respon Aira lagi.

"oh gak, gak papa. Gue bisa pergi." Ujar Kinan lalu menutup kotak bekalnya dengan kencang. Wajahnya benar-benar marah.

"jadi lo percaya sama gosip?" pertanyaan tiba-tiba yang berasal dari Ayana membuat Kinan menghentikan langkahnya yang menuju pintu.

"gosip? Gue bukan orang yang suka dengarin gosip." Sahut Kinan.

"kenapa lo bersikap seakan-akan kita tuh jahat? Kita gak akan ambil tempat lo ini apalagi usir lo." Ujar Ayana sambil berjalan menghampiri Kinan. "lo bisa disini, bareng sama kita setiap jam istirahat." Lanjut Ayana sambil memegang kedua bahu Kinan.

Kinan terkekeh sinis. "gue gak berminat jadi babu apalagi pajangan." Ujar Kinan, ia melepaskan kedua tangan Ayana dari kedua bahunya.

Azalea maju dan tertawa mendengar ucapan Kinan. "ternyata lo orangnya sensitif. Lo mau kan gabung sama kita?" tanya perempuan berlesung pipit itu.

"maksud lo?" Kinan mengerutkan keningnya, ia benar-benar bingung.

"Aira teman sebangku lo kan?" tanya Ayana.

Ingin sekali Kinan menjawab tidak, karena memang selama dikelas pun Kinan merasa seperti duduk sendiri. Tapi ia mengurungkan niatnya saat melihat wajah Aira yang berharap Kinan akan menjawab iya.

"iya," kata Kinan akhirnya.

"lo gabung sama kita! Yeayyy!" Azalea mengangkat tangannya senang. Ia berteriak heboh membuat Kinan semakin bingung.

Tapi saat melihat ketujuh orang itu mendekat padanya, Kinan mengerti bahwa ia bisa masuk geng yang sama dengan Aira. Tapi seketika ia tersadar akan satu hal. "oh gue paham, kalian bisa pakai tempat ini. Gue yang bakal pergi." Ujar Kinan akhirnya.

"kita izinin lo gabung bukan cuma karena tempat ini aja tapi karena lo sama kayak kita," Ayana duduk dikursi yang ada di aula.

"sama?" Kinan berbalik dan menatap Ayana.

"gue, Lea, Aira, Dimas, Tirta, Bastian, Azka bisa gabung kayak sekarang karena ada satu hal menyakitkan yang sama-sama pernah kita rasain. Soal keluarga," Ayana menatap Kinan serius. Kinan baru menyadari satu hal.

"jadi gosip soal kalian yang katanya suka bertindak kejam itu gak benar?"
tanya Kinan.

"ya enggaklah! Kita gak akan lakuin itu karena kita tahu rasanya itu sakit. Kita bikin geng atau perkumpulan terserah lo nyebutnya apa, hal itu cuma buat nutupin rasa sakit yang pernah kita rasain." Ujar Azalea lalu merangkul bahu Kinan, membawanya untuk duduk bersama.

"jadi, lo udah siap buat cerita masalah keluarga lo?" dari semua perbincangan tadi, akhirnya cowok jangkung berkulit putih yang memiliki nama Bastian itu menyahut.

Kinan masih bingung, rasanya aneh tiba-tiba diajak bergabung bersama geng popular disekolahnya ini. Akhirnya Kinan mundur dan menggelengkan kepalanya, "gue gak mau gabung," ujar Kinan. Ucapannya sukses membuat hening aula yang luas itu.

"makasih buat ajakannya, tapi kayaknya gue gak bisa." Lanjut Kinan. Segera Kinan berjalan menuju pintu keluar.

"kita bisa kasih lo waktu. Sampai minggu depan,"suara Bastian itu berhasil membuat Kinan berhenti berjalan. Tapi tanpa menolehsedikitpun Kinan kembali berjalan meninggalkan aula itu.

***

Salam hangat,

    

KinanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang