19 ~ Powerangers

664 48 9
                                    

"Sakit, tapi nggak berdarah."
_______

Azmi melaju kencang dengan motornya, ia dengan mudah menyalip kendaraan lain bak pembalap handal. Andai wajahnya tidak ditutupi oleh helm fullface, mungkin mata elang yang nampak gusar itu, akan terlihat jelas. Pikirannya terombang-ambing oleh arus dilema remaja. Ya, sekarang hatinya telah hanyut dalam pesona seseorang, siapa lagi jika bukan Salwa.

Ia memberhentikan motor besarnya di depan rumah sakit yang tak begitu besar. Langkahnya begitu tergesa-gesa, seperti ada hal darurat yang tak bisa ditunda. Entah apa yang membebani pikirannya. Ia membuka pintu sebuah ruangan yang di atasnya bertuliskan spesialis jantung.

Apa sebenarnya yang terjadi, apakah ada seseorang atau salah satu dari keluarganya yang sedang sakit?

Tok...tok...tok...

"Masuk!" ucap pria paruh baya berpakaian putih.

Azmi segera masuk dan duduk berhadapan langsung dengan sang dokter.

'Masih muda,' batin dokter itu, saat melihat seorang remaja duduk di hadapannya.

"Keluarga adek ada yang sakit?" tanya dokter yang di bajunya terdapat name tag bertuliskan Ahmad Musa.

"Nggak ada dok," jawab Azmi menggaruk tengkuknya.

"Kalau begitu, kenapa adek ke sini? Saya rasa anak semuda kamu, jantungnya masih sehat." Ujar sang dokter menyatukan kedua tangannya.

"Sebenernya, akhir-akhir ini jantung saya sering berdetak lebih cepet, dok. Saya cuma takut kena serangan jantung dini." Terang Azmi meraba dada kirinya.

Dokter Musa terdiam sejenak dan mulai berfikir, "ya sudah, saya akan periksa dulu. Silahkan adek berbaring di sana!"

Azmi berbaring di kasur putih dengan bau ala obat-obatan yang masih menyengat. Ia menarik nafas perlahan karena ada sedikit ketakutan di matanya.

Dokter Musa pun, memeriksa kondisi Azmi, dimulai dari mengecek detak jantungnya sampai mengukur tekanan darah Azmi. Setelah selesai memeriksa, ia menggelengkan kepala sambil berdecak dan kembali ke kursi kebesarannya.

Azmi yang melihat reaksi sang dokter, kini wajahnya berubah menjadi pucat dan takut. Ia meneguk paksa salivanya, kemudian menghampiri dokter Musa.

"Dok, saya udah stadium berapa? Dari kapan kira-kira? Parah gak, dok?" Deru napas Azmi menjadi cepat seketika.

"Ini lebih parah, Nak!" ucap sang dokter menuliskan sesuatu di kertas resep.

"M-maksudnya saya bisa mati?" tanya Azmi memberanikan diri.

"Ya, bisa jadi. Sepertinya penyakitmu ini sudah parah, sampai membuatmu begitu pucat." Ujar dokter Musa.

"Apa?! J-jadi sa-," Azmi begitu pucat, sampai-sampai ucapannya terbata-bata.

"Hahaha, memang dasar anak muda! Saya saja tidak sampai seperti ini sewaktu muda dulu." Dokter Musa tertawa lepas dan begitu nyaring.

"Maksud dokter?" tanya Azmi yang penasaran melihat tawa sang dokter.

"Boleh saya ajukan satu pertanyaan, apakah jantungmu berdetak lebih cepat, saat kamu di dekat seseorang?" tanya sang dokter.

SAZMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang