04

39 11 1
                                    

Hanya karena kali ini kebaikan tidak berpihak denganmu, bukan berarti ini adalah akhir dari segalanya.

-•-•-

Sudah hari ke lima sejak kesadaranku kembali. Dokter bilang kira-kira dua hari lagi aku sudah bisa pulang ke rumah. Tapi jujur, aku lebih nyaman di rumah sakit dibandingkan di rumah, Caring House.

Selama lima hari di sini aku cuman bisa beraktivitas di dalam kamar saja. Pam rajin berkunjung. Itulah sebabnya aku tak bisa keluar kamar sesukaku. Setiap kali aku menggeser pintu untuk keluar, muncullah Pam bagai cenayang. Dia selalu datang di waktu yang tidak tepat.

Hari ini sepertinya penantianku tak berujung sia-sia. Pam cerita katanya ia akan menjemput kakak tirinya yang baru saja selesai menempuh pendidikan di luar negeri dan ingin ke universitas disini.

Tak heran ia sangat semangat untuk bertemu dengannya. Ia katanya belum pernah melihat anak pertama dari keluarga Brown.

Tapi semua terasa aneh. Entahlah. Seingatku, Pam diadopsi dari Caring House dikarenakan keluarga Brown yang tidak mempunyai anak. Lalu tiba-tiba saja ia mendeklarasikan hari ini bahwa ia akan bertemu dengan kakak tirinya. Aneh bukan ?

Sudahlah. Itu urusan mereka. Untuk apa aku memikirkannya.

Aku memencet tombol yang biasa digunakannya untuk memanggil suster. Pam akhirnya jera karena berlarian di koridor dengan heboh. Ia terus-terusan terpeleset atau menabrak orang. Oleh karena itu, ia akhirnya menggunakan tombol yang tertempel di atas nakas di samping ranjangku.

Selang beberapa lama, seorang suster datang. Aku menyampaikan bahwa aku ingin berkeliling sebentar karena bosan. Akhirnya ia mengabulkan permintaanku.

Ia berpesan bahwa aku tak boleh berlari-lari ataupun melakukan hal lasak dan melelahkan lainnya. Aku cuman mengangguk angguk supaya ia cepat selesai bicara dan aku bisa menikmati suasana diluar.

Setelah suster itu pergi aku bangkit dari kasur dan berjalan sambil membawa tongkat skrukku. Sebenarnya kakiku tidak terluka parah. Hanya retak saja. Tapi dokter bilang untuk memakai skruk supaya retaknya tidak jadi lebih parah.

Akhirnya aku menggeser pintu dan berjalan keluar dengan perlahan. Banyak pasien lainnya berlalu lalang di koridor. Rata-rata dari mereka masih anak-anak.

Aku terus berjalan menyusuri koridor hingga tiba tepat di depan lift. Posisiku sekarang berada di lantai 4. Merupakan pilihan yang lebih bijak jika aku menggunakan lift dari pada menggunakan tangga.

Ting

Pintu lift berdenting dan terbuka. Dua orang yang dari penampilannya seperti sepasang suami istri berjalan keluar dan melewatiku. Setelah keduanya keluar, aku berjalan masuk kedalam lift.

Tepat saat pintu lift hampir tertutup, sebuah tangan menyelinap masuk dan tentu saja berhasil membuatku kaget karena kukira tangan itu akan terjepit. Pintu itu akhirnya terbuka kembali dan menampilkan sosok yang familiar bagiku. Padahal aku tidak pernah melihatnya.

Tubuh jangkungnya melangkah masuk. Ia memakai ripped jeans hitam dengan kaus berwarna hitam dan ditutupi oleh jaket bomber hitam. Rambutnya yang hitam menambah kesan sempurna dengan penampilannya sekarang.

Ia berdiri disampingku. Begitu terlihat jelas perbedaan tingginya denganku.

Aku mulai memencet tombol berangka 1.

CURSEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang