05

21 11 0
                                    

"Apa maksudmu untuk bilang begitu padanya ?"

"Aku kan cuman berpesan. Dia tidak pernah berhati-hati. Terlalu ceroboh."

"Cuman berpesan katamu ? Bagaimana kalau dia ingat ? Sia-sia saja kalau begitu menghapus ingatannya."

"Kalau dia ingat, baguslah. Dia bisa berterima kasih padaku."

"Ya. Lalu penyamaran kita terbongkar dan kita kena pinalty. Pikirkan akibatnya."

"Ya baiklah. Aku gak akan begitu lagi. Tapi apa-apaan tadi ? Adikmu ?"

"Iyalah. Aku hampir 100 tahun lebih tua darimu."

"Tapi kedudukanku lebih tinggu tau."

"Hanya karena kau sudah dapat tugas khusus bukan berarti kedudukanmu lebih tinggi. Di mata manusia, yang lebih tualah yang menjadi kakak."

"Kita bukan manusia."

"Kau mau jadi manusia ?"

"Tentu saja."

"Than act like one."

-•-•-

Lift akhirnya berdenting. Pintu terbuka lebar menunjukkan keramaian pada lantai dasar. Aku keluar dari lift dengan perlahan karena tongkat skruk yang menghalangi gerakku.

Hari ini rumah sakit terlihat ramai terutama dibagian administrasi. Tampak beberapa anak berlarian di sekitar bangku tunggu diruang ini.

Sejujurnya, aku kurang suka suasana yang riuh seperti ini. Tapi karena kebosanan sudah menghanyutkanku, mau tak mau aku mulai menikmati suasananya.

Perlahan, aku berjalan ke arah taman terbuka. Di sana banyak lansia dan anak-anak. Terlihat beberapa dari mereka sedang bersama keluarganya.

Taman yang lumayan luas ini sebenarnya merupakan titik tengah dari rumah sakit. Rumah sakit ini tergolong unik. Mereka memiliki 3 gedung. Gedung utama, gedung tertutup dan gedung darurat. Gedung utama merupakan tempat aku dirawat sekarang. Sementara gedung tertutup adalah tempat-tempat untuk orang yang benar-benar kritis dan sejenisnya. Mungkin sengaja dibuat seperti itu supaya penjenguk dari gedung utama tidak mengganggu para pasien dari gedung tertutup.

Aku menemukan bangku taman yang kosong di dekat pohon. Lumayan jauh dari keramaian tapi inilah favoritku. Aku duduk di sana sambil menikmati udara.

Terkadang pemandangan seperti ini memilukan hatiku. Banyak keluarga dan sanak saudara sedang bercengkrama di taman ini. Terlihat beberapa dari mereka sudah tua dan sedang dijenguk oleh anak-anaknya.

Aku tau alasan kenapa namaku hanya Margaret. Semua anak-anak di Caring House setidaknya memiliki nama belakang. Itu karena mereka sebelumnya punya keluarga. Entah karena keluarganya yang terkena suatu bencana atau pun karena keluarga yang tak sempurna. Mereka semua dulunya punya keluarga ?

Bagaimana dengaku ? Aku tak mempunyainya. Aku pernah bertanya kepada Bunda tentang keluargaku. Ia tak mengetahui apapun. Katanya saat itu, aku ditemukan di depan pintu. Secarik kertas terselip di selimutku saat itu.

Margaret
31 Desember

Sambil termenung aku melihat-lihat sekitar. Mataku menangkap 2 orang yang sedang duduk. Mereka adalah sepasang suami istri yang kulihat sebelum memasuki lift tadi.

Mereka terlihat sedang mengobrolkan sesuatu yang serius. Lalu aku juga bisa melihat mereka memegang berkas sambil melihat sekeliling.

Tak lama kemudian mata mereka beralih ke arahku. Cepat-cepat kualihkan pandangan sebelum mereka mengetahui bahwa aku memperhatikkan mereka dari tadi.

Oh tidak. Mereka mulai berjalan kesini. Haruskah aku lari ? Jangan jangan mereka mau menculikku ?

"Permisi. Apa kau yang bernama Margaret ?" Kata perempuan itu.

"Aku Lisa." Tentunya aku berbohong. Aku harus tau tujuan mereka apa. "Siapa Margaret ?"

"Ah. Maaf. Kami salah orang. Kami kira kau adalah Margaret. Fotonya terlihat mirip denganmu.". Suaminya terlihat menggaruk tengkuknya. "Kami sedang mencari Margaret untuk meminta persetujuannya."

"Maaf kalau aku berbohong. Sebenarnya aku Margaret." Aku menunduk karena pasti mereka marah.

"Ya ampun. Aku sudah takut kalau kami salah orang, nak." Wow. Reaksi mereka di luar dugaanku. Sepertinya mereka orang baik.

"Begini. Kami ingin meminta persetujuanmu untuk pemindahan hak asuh." Perempuan itu mencari pena di dalam tasnya.

"Pemindahan hak asuh ? Dari mana ke mana ?"

"Ya. Dari Caring House kerumah kami. Kami ingin mengadopsimu."

Mataku tak bisa berkedip. Dunia serasa berhenti untuk 1 detik yang menakjubkan dalam hidupku.

Di tahun ke 16 menuju 17, akhirnya aku menemukan keluarga. Nama belakang. Ayah ibu. Dan tempat untukku pulang, rumah.

Aku menangis di detik-detik selanjutnya. Ini kabar paling membahagiakan.

"Aduh. Maaf kalau kami mengagetkanmu." Perempuan itu menyeka air mataku. "Jangan menangis ya."

Aku mengangguk dengan semangat. Siapa yang tidak bahagia dengan momen seperti ini ?

"Jadi apakah kau bersedia untuk menjadi bagian keluarga Grey ?" Kata pria itu sambil menyodorkan berkas dan pena.

"Tentu saja." Kataku sambil meneliti berkas dan menandatanganinya di bagian bawah. "Panggil saja Margie."

"Baiklah, Margie. Sampai bertemu 2 hari lagi. Kami akan mulai mengurus berkas-berkasnya."

Mereka pun berpamitan. Nyonya Grey sempat berpelukan padaku sebentar lalu menyusul suaminya sambil melambaikan tangan kepadaku.

Aneh memang. Bagaimana mereka bisa tahu tentang keberadaan seorang Margaret ? Aku bukan siapa-siapa di dunia ini. Bukan orang terkenal. Bukan pula orang yang berpengaruh.

Terserah kalian mau bilang aku aneh karena menerima ajakan mentah-mentah dari orang asing. Bagiku, tawaran seperti itu tidak datang dua kali dalam hidupku yang cukup menyedihkan. Untuk apa aku menolak ? Toh aku bukan pengubah takdir.

Hari ini lumayan cerah. Langit benar-benar sependapat denganku. Aku mulai berdiri dan berjalan ke arah gedung untuk kembali ke kamarku.

Ada hal lain yang memancing mataku tepat sebelum membuka pintu.

2 ekor burung yang sama persis dengan burung di saat aku tersadar dari koma. Mereka bertengger di pohon terdekat sambil berdampingan.

Mereka terlihat seperti bersiul riuh lalu terbang melewatiku dan menukik ke atas menuju atap gedung.

Sepertinya tak hanya aku yang sedang merayakan kebahagiaan.

-tbc

CURSEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang