Ink-3

18 4 0
                                    

Juna memperpelan langkahnya, dia nampak seperti sedang memikirkan sesuatu dalam benaknya, ia memikirkan obrolannya dengan Berlin, Syifa dan Ami tadi.

Flashback..

"Nama aslinya siapa?" Tanya Juna.

"Aduh siapa ya? Lupa mm namanya itu mm siapa ya??" Berlin benar benar berpikir keras.

"Oh oh bentar kak. Absensi mana absensi nama si gasing itu apa sih.. lupa ini.." kata Ami sedikit memekik.

"Absensi... apa dia gak sekolah?" Tanya Berlin.

"Oh iya kan kemarin dia jatuh dari motor, lupa gue.."

"Euh dasar, tuh kak absensinya gak ada.."

"Terus si gasingnya?" Tanya Juna.

"Juga gak ada.." Berlin menggeleng-gelengkan kepalanya.

Flashback off

Juna berhenti melangkah dan memegang tembok pembatas lorong, dia memandangi lapangan dan terlihat galau.

"Sepenasaran itu lo sama dia?" Tanya Vin.

Juna tersenyum sinis lalu mendengus "maksud lo?"

"Lo tertarik sama tuh cewek?" Tanya Vin berdiri di dekat Juna.

"Heh, gue nanyain cewek bukan berarti gue suka."

"Ok.. ok gue percaya, tapi lo tahu, dia itu kayak yang pelit ngomong, dia gak ngucapin terima kasih atau apapun setelah gue bantuin."

"Jadi lo mau dia bilang makasih sama lo?"

"Gak gitu juga, cuman gur khawatir kalau dia di bantuin sama orang lain terus dia gak bilang makasih kan dia sendiri yang ke capa cewek yang gak tahu terima kasih" jelas Vin.

"Khawatir banget lo sama dia."

"Oh ya?"

Juna mengangguk "yap, udahlah ayo balik kelas jangan nongkrong disini nanti ada cewek lo dilalerin, yang susah siapa lagi, gue kan.."

Vin tersenyum lebar "hahahah iya iya bener.." kata Vin menepuk-nepuk baju Juna.

***

Faira menatap langit dibawah pohon rindang yang biasa ia gunakan untuk menyendiri, gadis itu meletakan buku gambar dan pensilnya setelah menggambar seorang gadis yang sedang duduk dibawah pohon yanh berarti dia menggambar dirinya sendiri.

"Apa itu dia? Aku pikir dia tidak ada disini, selama ini aku hanya duduk dan membisu tanpa mencari dia. Tapi kenapa dia nampak tak mengenaliku? Apakah peristiwa waktu itu mempengaruhinya? Kenapa dia bicara lembut sekali? Apakah itu karena petistiwa itu juga?"

Faira menunduk lalu kembali mengambil pensil dan buku gambarnya, ia mulai mencorat-coret kertas putih itu sampai terlihat sebuah sketsa yang menggambarkan kejadian dimana tangannya dan tangan Vin berpegangan ketika Vin hendak menarik Faira dari dalam kelas.

"Kenapa setelah sekian lama aku baru tahu kalau dia juga ada di sini"

Vin tiba-tiba datang sambil memainkan bola basket dia tangannya, dengan lincah Vin mulai memainkan bola itu dengan keren. Faira yang melihat itu tersenyum kecil dan kemudian mengambil kesempatan untuk menggambar Vin. Tapi karena gerakan Vin terlalu cepat Faira kesulitan untuk menggambarnya.

"Tolong diam untuk lima menit saja."

Vin pun diam, dia mengambil bola dan memutar-mutarnya dengan satu jari sambil tersenyum kecil. Membuat Faira terpana untuk beberapa saat.

"Meski hanya bisa ku lihat dari jauh, kamu tetap bagai seorang pangeran."

Vin melihat ke arah atas membuat Faira refleks bersembunyi di balik pohon, jantung Faira berdetak sangat kencang dia mulai ketakutan ketahuan mengintip.

Setelah beberapa detik Faira mengintip apakah Vin sudah pergi atau belum, awalnya mata Faira tertuju pada lapangan dan tidak melihat siapa-siapa. Tiga detik kemudian Faira baru ngeh ternyata Vin ada di balik pohon, yang artinya mereka berdua sedang saling memunggungi. Detak jantung Faira yang sempat normal kini kembali tak terkendali.

"Bagaimana ini???"

***

Faira..

Apakah Vin akan bertemu Faira lagi??

Baca terus Tinta Penyampai Rasa ya..
See you...

Jangan lupa kalau suka vote dan komentari ya.. karena keduanya adalah penumbuh semangat author..

Bye..

Tinta Penyampai RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang