Ink-9

11 3 0
                                    

Faira melemparkan tasnya ke atas kasur, ia duduk dan menopang dagu di meja brlajarnya. Faira mengingat semua perjuangan nya yang sia-sia dulu, perjuangan untuk mendapatkan cinta Juna yang sama sekali tidak menyukainya. Faira merasa bodoh, kepolosan dirinya yang menyukai Juna sampai menolak Vano yang tulus telah membuat dirinya tidak bisa maju ataupun mundur. Sekarang yang bisa ia lakukan hanya diam di tempat.

Satu-satunya jalan baginya hanyalah mencintai Vin dalam diam, tanpa Vin tahu dan tanpa sepengetahuan Juna juga.

"Semua jadi sulit, padahal awalnya aku ingin memulai lagi kisah cintaku bersama Kak Vin. Tapi nyatanya Kak Juna tidak mendukungku seperti dulu ia mendukung Kak Vano."

***

"Ra!"panggil seseorang dari arah bawah.

Faira segera turun menghampiri si pemanggil dan pemanggil itu adalah Rani sahabat karib Faira yang tinggal bersamanya.

"Ra, aku punya berita baik.. bagus bin oke.." senang Rani.

Faira menunggu Rani melanjutkan perkataannya.

"Kamu tahu.. aku.. bakalan masuk SMA lagi dan bisa lanjutin pendidikan... horeeeeeeeee!!" Rani menari-nari riang gembira, Faira tersenyum selebar mungkin di matanya terdapat binar-binar kebahagiaan. Rani menarik tangan Faira dan berputar bersama-sama layaknya aksi di film bollywood. Wajar saja mereka senang karena Rani sudah setahun putus sekolah karena alasan biaya, dia mau menampung Faira yang artinya harus di urusnya dan semakin mempersulit jalan untuk Rani mengumpulkan biaya untuk sekolah ketika penghasilan dari pekerjaannya hanya cukup untuk menghidupi dirinya sendiri.

"Tapi.." tiba-tiba di tengah kebahagiaan.

Faira mengernyitkan keningnya. Rani melihat ke arah Faira dengan tatapan ragu-ragu.

"Aku.. gak punya uang buat beli seragam, kira-kira dari mana ya?" Tanya Rani pada Faira.

Faira teringat pada handphonenya. Handphone yang di berikan Vano waktu itu handphone yang selalu Faira jaga, hadiah terakhir yang di berikan Vano.

Faira mengeluarkan handphone nya dari saku lalu menulis sesuatu dan memberikannya pada Rani.

"Tenang saja.. sekarang kamu pergi, lanjutkan pekerjaannya, soal seragam biar aku yang urus!"

"Hah? Yakin?"

Faira mengangguk.

"Faira.. kaulah.. sahabat sejati aku..." ujar Rani bernada membuat Faira tertawa kecil.

Rani pun memeluk Faira, itulah mereka meski tak serupa tapi sama, saling melengkapi kekurangan dan juga saling menghargai nasab masing-masing.

Setelah Rani pergi Faira pergi menjual handphone nya dan mendapatkan uang ia pun kemudian pergi menuju pusat perbelanjaan untuk membeli keperluan Rani.

"Seragam sudah, sepatu juga sudah, tas ya sudah tinggal buku, ya buku aku akan membeli buku.."

Faira sampai di tempat buku-buku tanpa banyak melihat-lihat ia langsung mengambil apa yang ia butuhkan tapi tiba-tiba matanya melihat rak bersisi banyak sekali buku harian sehingga Faira pun tergoda dan menghampiri rak buku itu.

Faira merasa kagum melihat buku harian yang bermacam-macam, tapi Faira hanya mampu melihatnya saja tidak bisa membelinya karena uang yang ia bawa hanua cukup untuk buku-buku Rani. Faira berbalik tapi tiba-tiba seseorang menabraknya membuat dia jatuh.

"Eh.. eh.. sorry!"

Faira menegak, ia tahu suara siapa itu. Gadis iti mendongakan kepalanya ingin melihat siapa orang yang menabraknya dan ternyata memang benar dia adalah Vin.

"Lo?" Tanya Vin.

Vin menggelengkan kepalanya lalu menarik tangan Faira dia kemudian tersenyum sambil memandangi Faira.

"Bentar, bentar kayaknya kejadian ini pernah kejadian ya?" Tanya Vin.

Faira hanya menunduk menahan malu, entah kenapa jantung Faira berdegup kencang.

"Oke lupakan, Btw lo lagi beli apa disini?" Tanya Vin.

Faira menunjukan buku-buku untuk Rani lalu menunduk lagi, Vin tersenyum lalu mengambil satu buku harian di rak yang kebetulan ada di belakag Faira, Faira kaget karena lengan Vin sekarang berada di dekat telinganya membuat jantungnya berdetak tidak karuan.

"Faira.. pertemuan awal kita dan kesan pertama kita itu jelek dan sekarang untuk menjernihkan suasana canggung diantara kita gue mau nawarin sebuah penawar buat lo."

Faira mengangguk saja lalu tiba-tiba Vin menyodorkan tangannya ke depan Faira membuat dia menatap mata Vin dan membuat Vin beku dengan tatapan Faira yang selalu menunjukan binar aneh setiap kali bertatapan dengannya.

"Kenapa jantung gue.. " batin Vin.

Vin menggelengkan kepalanya berusaha menguasai diri, setelah lama menunggu dan Faira hanya menatapnya Vin pun menggenggam tangan Faira.

"Ok, kita resmi temenan.. mulai hari ini lo bukan gasing yang bakalan di manfaatin sama orang lagi, lo adalah temannya Vin. Ok?"

Faira tersenyum lalu mengangguk.

"Dan ini hadiah pertemanan gue, kalau lo mau ngomong sesuatu lo tulis disini." Kata Vin memberikan buku harian yang di bawanya pada Faira.

"Jangan nolak, please!" Tambah Vin.

"Mungkin ini jalannya, meski tak bisa jadi yang terpenting dalam hidupnya, aku bisa menjadi bagian dari kisahnya"

***

Bersambung...

Gimana ceritanya?
Kalau suka vote dan komentarnya ya jangan lupa dan share juga ke temen, kerabat atau keluarga.

Bye.. see you..

Tinta Penyampai RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang