1 DAY AFTER THAT NIGHT

60 19 1
                                    

Aku sangat sedih dengan kejadian kemarin malam. Aku tak tahu apa yang telah kulakukan padanya.

Apakah aku telah mengatakan sesuatu yang menyakiti hatinya? Atau apakah aku telah membuatnya tidak nyaman semalam?

Aku rasa tidak.

Karena aku sudah berusaha untuk membuatnya senang. Aku berusaha untuk mempersiapkan semuanya sebaik mungkin yang kubisa. Aku pikir aku akan membuatnya bahagia, melebihi apa pun dan aku pikir, aku telah berhasil saat aku melihat senyumnya. Tapi ternyata aku salah. Dia tak suka dengan apa yang telah kusiapkan. Aku membuatnya berpikir bahwa dirinya tak pantas untuk mendapatkan apa yang telah kusiapkan. Aku membuatnya merasa bersalah. Aku membuatnya merasa bahwa dirinya tak layak.

Sekarang aku berada di dalam perpustakaan sekolah. Tempat di mana dia menceritakan tentang mimpi besarnya. Aku sangat ingat peristiwa itu dengan sangat detil. Aku sangat ingin agar peristiwa itu dapat diulang lagi. Tapi kita tak bisa mengulang apa yang sudah terjadi bukan?

Aku duduk di meja yang letaknya di pojok perpustakaan. Tempat di mana aku mencurahkan ide yang kumiliki kepadanya dan begitu juga sebaliknya. Dihadapanku, ada sebuah buku yang sedang kubaca dan kuletakkan handphoneku -yang telah kupakai untuk menelpon dia berkali-kali, tapi tak ada jawaban- di sebelah buku tersebut. Aku beberapa kali menyalakan layar handphoneku untuk mengecek apakah dia menjawab pesanku atau dia menelponku.

Aku tak tahu dia berada di mana. Aku tak tahu bagaimana kabarnya. Setelah dia pergi meninggalkanku semalam dan satu hal bodoh yang aku lakukan adalah aku tak memastikan kalau dia pulang dengan selamat semalam. Hal bodoh yang sangat kusesali sekarang. Apakah mungkin ada hal bodoh lainnya yang tak kuketahui yang terjadi semalam? Atau apakah ada suatu hal sangat serius yang terjadi semalam? Satu hal yang membuatnya terpaksa untuk tidak pulang ke rumahnya? Apakah aku adalah hal tersebut? Aku tak tahu.

Tapi kemanakah aku harus bertanya? Bertanya hal yang sebenarnya sangat sederhana. Aku sangat membutuhkan jawabannya. Aku tak peduli kalau aku hanya mendapatkan jawaban "Dia baik-baik saja." Mungkin kalimat tersebut terdengar seperti sebuah kebohongan yang sangat sederhana. Bahkan terlalu sederhana untuk dikatakan di situasi seperti ini.

Sampai aku sama sekali tak dapat berkonsentrasi untuk membaca buku yang ada di hadapanku. Aku hanya dapat melamun. Membiarkan pikiranku berkeliling entah kemana. Aku tak peduli dan aku tak tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari. Untuk sedetik pun aku tak tahu. Apakah besok dia akan muncul di sekolah? Atau apakah dia akan memberiku kejutan? Atau apakah aku akan dan harus menjalani hari-hariku tanpanya? Aku tak habis pikir.

Selama ini aku selalu menghabiskan waktuku bersamanya. Selalu membuat keonaran bersamanya. Selalu melakukan sesuatu bersamanya. Bisa sesuatu yang baru. Bisa hal gila. Aku tak ingat semuanya.

Aku tahu jauh di lubuk hatiku yang paling kecil, aku mengakui kalau aku menyayanginya. Menyayanginya seperti adik kecilku sendiri. Aku tak tahu apa yang akan aku lakukan kalau aku kehilangan dirinya. Sosok yang selalu hadir kapanpun juga. Sosok yang selalu menghiburku.

Apakah aku akan tetap menjadi diriku yang sekarang, diriku yang waras kalau aku kehilangan dirinya?

Aku tak yakin.

Sorry... This Is The FactTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang