THE CRUEL PRINCE
Happy Reading
Mutia terbangun dengan suhu badan yang mulai panas dan juga matanya terasa sangat lelah. Jika ia seperti ini pasti akan ada Gatha yang mengomel tentang dirinya yang sakit, Gatha memang berbeda dengan orang lain. Disaat orang lain akan memberikan perhatian dan kasih sayang, Gatha akan marah-marah karena Mutia telah sakit. Aneh bukan?
Mutia meletakkan telapak tangannya di atas dahinya 'demam' pikir Mutia. Lalu ketika ia akan turun pintu kamarnya terbuka muncul dua orang yang berpakaian pelayan. Membungkuk memberikan hormat kepada Mutia.
"Nona ... ada yang bisa saya bantu atau mungkin nona menginginkan sesuatu" ucap salah satu pelayan yang terlihat lebih tua. Mutia hanya menggeleng lemah, mendapat isyarat itu kedua pelayan tadi memutuskan untuk keluar dari kamar.
"Tunggu" cengah Mutia dengan nada sedikit lemah. Merasa terpanggil kedua pelayan itu kembali ke tempat semula.
"Bisakah kau ... mengambilkan ku semangkuk air dingin?" Tanya Mutia dengan pelan karna ia takut jika tiba-tiba pria tadi datang dan membunuhnya. "Yaa masa aku mati sekarang? Nikah aja belum. Mau di taruh mana muka ku jika tetangga bertanya mana calon nya? Kan sangat menjengkelkan" . Pelayan itu mengangguk dan terseyum tipis.
"Eumm ... bisa kah kau juga mengambilkan sepotong roti dan teh hangat tanpa gula?" Runtuh sudah harga diri Mutia setelah melalukan aksi mogok makan yang berujung kemurkaan si bocah itu. Dan sekarang ia tidak tau malunya meminta sepotong roti!.
"Baik nona kami akan segera kembali" lalu kedua pelayan itu benar-benar keluar dari kamarnya. Mutia menghembuskan nafas lega setidaknya ia harus bertahan hidup untuk keluar dari tempat mewah ini.
*
"Tuan mereka sudah datang" ucap pria berkepala botak kepada orang yang sedang bermain game online.
"Cekkk ... mengganggu saja" balas pria itu dan melempar ponselnya kesal. Lalu ia pergi menuju suatu tempat yang pasti sudah ia ketahui.
Lalu pria itu masuk kedalam ruangan yang terdapat lima orang sudah sendari tadi menunggunya. Ia mendudukkan tubuhnya di tengah-tengah meja yang berbentuk bulat. Lima orang tadi berdiri dan sedikit membungkukkan tubuhnya memberi hormat.
"Selamat datang tuan, bagaimana kabar tuan?" Tanya Kenan pria yang hampir membusuk karna umurnya yang tua begitu pria itu menyebutnya.
Bukannya malah menjawab pria itu malah dengan angkuhnya mendecih dan melipat kedua tanggannya di dada. Merasa diabaikan Kenan berdehem guna mencairkan suasana.
"Hahaha ... suasana ini sangat menegangkan. Bagaimana kalau kita minum dahulu? Mungkin tuan Russel membutuhkan seseorang untuk ditemani?" Ucap pria bernama Xiaver sambil menatap mata elang milik Gio.
"Langsung keinti atau aku patahkan leher kalian masing-masing?" Acam Gio membuat mereka semua menelan saliva masing-masing.
"Beg ... beg .. ini tuan kami meminta tuan untuk membantu kami untuk melancarkan misi kami yang tertunda karena pemerintah tahu kalau kami juga melakukan penjualan narkoba besar-besaran" ucap Kenan panjang lebar dan di angguki oleh semua kecuali Gio.
"Apa yang kalian butuhkan?" Gio menatap garang kearah mereka semua.
"Kami hanya butuh suntikan dana dan penjagaan dari tuan" kini pria yang lebih muda dibandingkan yang lain bersuara.
"Jadi kalian butuh dana dan juga perlindungan begitu tuan Efron?" Kini Gio berjalan mendekati Kenan yang menampilkan raut muka yang was-was.
"Aku bisa saja memberikan keinginan kalian semua. Tapi apa untung nya untukku? Isi kepala kalian atau orang-orang yang kalian sayangi mati didepan mata kalian?" Gio menatap mata Kenan dengan tajam membuat Kenan segera memalingkan muka.
Gio terseyum sinis menatap mereka semua. Ia merasa waktunya terbuang dengan sia-sia.
"Baiklah aku akan pergi pertemuan ini membuatku mengantuk" lalu Gio melangkah untuk keluar dari ruangan ini.
"Tunggu tuan, kami bersedia untuk ...."
*
"Untuk apa air dingin itu nona?" Tanya pelayan yang telah memberikan semangkuk air dingin. Mutia hanya menanggapinya dengan cengengesan.
Pelayan tadi hanya menatap Mutia dengan heran. Bagaimana bisa tuannya membawa wanita aneh seperti ini.
"Bisakah kalian keluar? Aku ingin beristirahat" sebenarnya Mutia tidak ingin mengusir tetapi ia harus segera mengopres tubuhnya agar demam di badannya cepat reda.
"Baik nona, jika anda membutuhkan sesuatu nona bisa memanggil kami" lalu kedua pelayan itu undur diri dan menutup pintu Mutia dengan pelan.
"Huh hampir saja" Mutia mengambil piring yang berisi potongan roti yang menggiyurkan. Tanpa basa-basi lagi Mutia langsung melahapnya dengan rakut seperti orang kesetanan. Ia juga meminum teh yang telah di bawakan tadi. Tak lupa Mutia mengucap syukur karena masih bisa makan.
"Oke step pertama yaitu mengompres diri sendiri dan memejamkan mata guna untuk tidur" kemudian ia mencelupkan kain yang sudah ia siapkan kedalam air dingin.
Mutia memeras kain supaya air itu tidak membasahi bantal ketika ia letakkan diatas dahinya. Mutia segera berbaring dan meletakkan kain basah itu keatas dahi dan merapalkan doa semoga kesembuhan segera menghapirinya tak lupa ia berdoa supaya bisa bertemu dengan Gatha kembali. Mutia mulai memejamkan mata, terlihat bulu mata Mutia yang panjang serta lentik alami.
"Semua akan baik-baik saja" batinnya.
**
Gio melangkahkan kaki besar nya menuju mansion miliknya. Terlihat para pelayan serta bodyguard memberi hormat ketika melihatnya.
Pria itu menuju kamar mewahnya dengan desain hitam dan abu-abu yang dominan. Pria tampan itu melepas jam tangan serta sepatu yang ia gunakan sembarang arah. Lalu ia masuk kedalam kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya yang lelah seharian.
"Apa dia sudah makan?" Tanya Gio ketika selesai berpakaian, pelayan tadi masuk kedalam kamarnya untuk membereskan kamar Gio.
"Belum tuan, tapi tadi nona sempat meminta sepotong roti dan juga teh hangat" jawab pelayan itu dan mendapat anggukan dari Gio.
Gio memutuskan untuk melihat wanita yang kini seatap dengannya. Entah kenapa rasa rindu mendominasi dirinya.
"Tunggu tuan ... tadi nona juga meminta semangkuk air dingin. Ketika saya bertanya nona tidak menjawabnya" jelas nya lalu Gio berjalan menuju kamar itu. Membukanya dengan pelan dan sedikit mengintip namun tangannya malah membuka lebar pintu yang berwana pink.
Gio berjalan dengan santai menuju ranjang dimana wanita yang berhasil membuat dirinya menahan wanita yang bahkan tidak ia kenal. Gio mengamati wajah Mutia dengan pandangan datar, tapi tunggu ... Gio mengambil kain yang ada diatas dahi Mutia dengan lembut kemudian ia menaruhnya diatas nakas.
Pria itu mengulurkan telapak tangannya untuk menyentuh dahi Mutia. "Apa dia demam? Tubuhnya panas sekali" batin Gio bertanya. Dengan cepat Gio keluar dari kamar itu.
"Robert!!!" Teriak Gio memanggil pelayan kepercayaannya. Kemudia datangalah pria yang hampir tua tergopoh-gopoh menghampiri Gio.
"Ada yang bisa saya bantu tuan?" Tanya Robert dengan sopan.
"Panggilkan dokter sekarang! Ia tidak boleh mati!!!" Lalu Robert mengangguk kemudian meninggalkan Gio sendiri dengan rasa khawatir.
"Aku tidak mengijinkan mu mati"
Bersambung ...
KAMU SEDANG MEMBACA
THE CRUEL PRINCE
RomanceWARNING !!! PRIVAT ACAK "Entah ini cinta atau obsesi aku tidak perduli. Yang aku tahu aku merasa nyaman di dekat mu. Aku selalu ingin lebih dan lebih jika berhubungan denganmu. Aku rasa aku tidak bisa jauh darimu, aku tahu kau takut dengan ku tapi a...