Bagian 1 (Dosa Tak Termaafkan)

91 9 3
                                    

Enam tahun kemudian...

"Bisa nggak sih, sekali aja lo nggak bikin gue khawatir??" suara Maya begitu nyaring menusuk telinga Kasih meskipun mereka tengah bicara melalui ponsel.

"Aduh, bumil. Jangan marah-marah dong, kasian bayinya ntar malah takut dilahirin sama emak galak." Sahut Kasih kalem, ia tahu Maya akan mengomelinya maka dari itu ia hanya menjawab kalem sambil bercanda. Maya adalah sahabat Kasih sejak ia masuk SMA, dan saat ini tengah hamil tua.

"Gue lagi nggak bercanda Kasiiih, serius dikit kenapa sih? Masa gue harus tau dari Jojo dulu kalau lo ngundurin diri dari kerjaan?? Seenggaknya kasih tau gue kalau lo ada masalah di kantor."

Kasih diam dan tersenyum mendengar omelan dari Maya, ia tahu sahabatnya itu tidak benar-benar marah.

"Lo tau sendiri May, masalah yang datang bukan dari kantornya. Tapi orang yang bekerja di sana... gue nggak akan sanggup melihat keberadaan 'mereka' di kantor. Belum lagi ngadepin rentetan pertanyaan dan gunjingan dari rekan kerja, mental gue nggak sekuat itu."

Terdengar Maya menghela nafas di sebrang sana, "tapi disini bukan lo yang salah, Kasih. Pernikahan kalian batal juga bukan kemauan lo, seharusnya mereka yang mengundurkan diri dari kantor. Gue nggak terima lo harus mengorbankan karir lo hanya karena dua makhluk tak tau diri itu!" Kasih kembali tersenyum mendengar omelan Maya, kini mata gadis itu berkaca-kaca. Tak bisa ia pungkiri ucapan sahabatnya itu membuat Kasih kembali merasakan lukanya.

"Gue yang memutuskan mengundurkan diri May.. lebih baik gue mencari pekerjaan baru daripada harus terus menerus tanpa sengaja melibatkan perasaan pribadi dengan kerjaan, gue nggak se-profesional itu." Kata Kasih dengan tenang, ia kontrol dirinya agar tak terlalu melibatkan emosi. Ia takut air matanya jatuh dan Maya akan semakin khawatir jika mendengar isak tangisnya.

"Baiklah, apapun keputusan lo, pasti gue dukung asal itu yang terbaik. Gue tahu lo masih sedih. Tapi please jangan segan buat cerita dengan gue, oke?"

"Iyaa, iyaaa. Gue cuma nggak pengen bumil kesayangan gue ikutan sedih karena masalah yang gue hadapi. Lo udah mau jadi ibu, May. Gue harus belajar untuk nggak terlalu mengganggu hidup lo.."

"Lo ngomong apa siiihhh??? Sahabat macam apa gue ini kalau nggak bisa bantu lo bahkan dengerin sedikit curahan hati lo?? Awas ya, kalo lo ngomong kayak gitu lagi, nggak bakal gue izinin lo liat anak gue pas lahir nanti!"

Kasih kembali tertawa geli mendengar omelan Maya, sahabatnya itu benar-benar tak suka jika Kasih selalu memendam masalah sendirian. Maya merupakan sahabat terbaik bagi Kasih, hanya gadis itu yang sanggup memahami pola pikirnya. Maya tidak akan pernah memaksa Kasih untuk menceritakan segala masalahnya, namun ia tak segan meneriaki dan terjun ke masalah Kasih jika gadis itu sudah terlampau jatuh dalam kesedihan.

"Iyaa, maaf, maaf. Lo bisa nggak sih jangan galak, beneran dah anak lo bisa takut dilahirin ntar kalau emaknya galak."

Kasih dapat mendengar Maya mendengus sambil tertawa di sebrang sana, dapat ia bayangkan kini Maya sudah merasa lega karena habis mengomelinya.

"Jadi, lo dimana sekarang?" tanya Maya. Kali ini Kasih menelan ludah, jika ia menjawab pertanyaan itu, Kasih yakin Maya akan kembali cerewet.

"Ehm..." Kasih mengigit bibir bawahnya, sengaja menahan jawaban.

"Dimana??" tampaknya Maya sudah mulai merasa ada kejanggalan, ia sudah mulai mencium adanya rahasia yang belum Kasih sampaikan kepadanya.

"Kasih, jawab lo dimana sekarang??" tanya Maya tak sabaran.

"Ehm.. gue di bandara. Sebentar lagi gue take off, mau ke jogja hehehe..."

"Astaga Kasiiihh!! Lo mau gue berojol sekarang ya?? Kok nggak ada habis-habisnya lo buat gue kaget?? Lo sama siapa? Berapa tahun lo di sana? Lo sesakit hati itu sama kota ini? Gimanapun juga nggak cuma kenangan pahit kan yang lo alami di Jakarta? Lo lupa kenangan kita?? Kenapa lo nggak pamit dulu sebelum pindah? Lo nggak mau ikut nungguin gue melahirkan di rumkit nanti???"

Adakah Bintang untuk Kasih?Where stories live. Discover now