Tergayung

21.2K 1.5K 56
                                    

Berdua saja, itu sudah lebih dari cukup. Karena sendiri adalah sepi dan bertiga adalah luka.

~ •• ~


"Dion."

Dion menoleh, menatap kekasihnya yang terus saja sibuk dengan ponselnya. "Kenapa?"

"Gue pengen kek gini, Yon." Allea menunjukkan layar ponselnya yang memperlihatkan sebuah foto.

" Allea menunjukkan layar ponselnya yang memperlihatkan sebuah foto

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mata Dion melotot. "Wagelaaaa. Itu orang fotonya bugil anjirr. Kenapa ngga foto dari depan coba."

Spontan Allea menabok mulut Dion, kekasihnya memang gitu. Lihat yang bening dikit langsung belok, padahal Allea ingin menunjukkan model rambutnya bukan badannya.

"Punya mata dijaga, mau dicolok nih." Kesalnya seraya memajukan telunjuknya hendak menusuk mata Dion.

Dion nyengir lebar. "Maaf, Al, becanda elah."

Allea mendengus. "Gimana rambutnya?"

"Lo mau diwarnai gitu? Kek anak ayam alun-alun, Al. Mendingan gini aja, gue suka lo apa adanya Al." Balas Dion seraya merapikan anak rambut gadisnya.

Senyum manis terbit dari bibirnya, Allea jadi tambah sayang dengan Dion. Dia sering melarang Allea ini itu, padahal hanya pengen tapi tidak ingin melakukannya.

Allea kembali menyandarkan kepalanya pada bahu Dion. Suasana tenang, damai dan angin yang berhembus pelan ditambah terik matahari yang belum terlalu panas membuat suasana sangat mendukung.

Rooftop sekolah yang menjadi saksinya. Saksi bolosnya Allea dan Dion dari pelajaran Bu Lani, guru sejarah. Pelajaran mengulang masa lalu yang tidak ada habisnya, jika masa depan saja belum jelas kenapa harus mengulang masa lalu bukan?

"Al." Panggil Dion.

"Kenapa, Yon?"

"Jangan sekalipun rubah pemikiran lo tentang gue, apapun yang terjadi nantinya. Gue sayang sama lo."

Allea tidak tahu kemana arah bicara Dion. Jangan rubah pemikiran tentang Dion? Apapun yang terjadi nanti? Apa mungkin suatu saat nanti Dion akan meninggalkannya? Tidak, itu tidak akan terjadi.

Allea tidak akan sanggup jika Dion tiba-tiba saja pergi disaat hatinya sudah sepenuhnya milik Dion. Tidak semudah itu ia bisa merobohkan fondasi yang sudah mereka bangun dengan susah payah. Namun jika nanti Dion meninggalkannya, itu memang takdir yang sudah digariskan untuknya.

"Al, kenapa bengong?"

Allea menggeleng pelan. "Nggak kok, nggak akan Dion."

"Makasih, Al."

"KALIAN NGAPAIN DISINI."

Dion dan Allea spontan menoleh. "Papi."



❤❤❤




"Apa yang kalian lakukan? Papi dapat laporan dari Bu Lani, kalian mau bikin Papi malu?"

Rafka menghela nafasnya kasar. "Alle juga, Papi nggak mau tahu. Kedepanya kamu gak boleh bolos lagi, ini pertama dan terakhir kalinya. Paham?"

Keduanya mengangguk pelan. Sedangkan Rafka terus menatap tajam sepasang kekasih dedepannya.

Yang benar saja, Rafka sudah dibandara mau berangkat ke London dan harus ia batalkan karena Bu Lani menelfonnya. Jika Dion dan Allea tidak mengikuti pelajarannya, ditambah lagi tas mereka ada dibangkunya. Sudah dapat dipastikan jika keduanya membolos.

Rafka langsung geram dan bergegas mencari anaknya disekolah. Bukan Dion yang membuatnya geram, namun Allea. Bisa-bisanya gadis itu bolos, disaat ia harus memperjuangkan universitas impiannya?

Allea mengangkat dagunya, memberanikan diri untuk membalas tatapan tajam Rafka. "Maafin Alle, Pi."

"Sudahlah. Untung Papi yang menggayung kalian, kalau guru BP mau ditaruh dimana muka Papi? Ini udah permanen, susah ngambilnya."

Keduanya sama-sama gagal paham, menggayung? Apaan coba? Rafka memang terlalu gaul.

"Menggayung apa, Pi?" Tanya Dion

"Temennya mencyduk, kudet banget bocah."

Spontan tawa Allea dan Dion pecah. Ada-ada saja Papinya itu, receh banget.

"Sudah diam, balik ke kelas. Papi mau manja-manja sama istri." Ujarnya seraya senyum senyum membayangkan wajah Nasya.

"Katanya mau ke London, Pi?"

"Gak jadi. Gak kuat ldr sama Bu Ketos." Jawab Rafka dengan kekehan diakhir kalimat.

Dion mencibir pelan. Papinya itu sudah berkepala empat, namun masih saja suka bermesraan dimana mana. Terakhir kali Dion memergoki Rafka tengah mencumbu Nasya didapur, bukan Dion namanya jika tidak mengganggu. Dion terus mengganggu Elsha hingga menangis kencang supaya bisa mengalihkan perhatian Maminya, yang otomatis permainan mereka akan selesai.

"Ya udah Pi, Alle pamit kekelas lagi." Allea menarik lengan Dion supaya mengikuti langkahnya. Tidak peduli saat Dion hampir terjatuh karena tubuhnya yang tidak seimbang.

Setelah kedua bocah itu hilang dari pandanannya, Rafka bergegas meraih kunci mobil. Ia sudah tidak sabar ingin menemui istrinya.






Ehh cuma dikit ya😪
Betewe, panggilan buat Rafka aku ganti ya. Soalnya gak nyaman banget pake yang kemarin

Okke, see you



AlleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang