Chapter 17

3.6K 71 22
                                    

Chapter 17

“SIAL!!” Rei berteriak dengan kencang sambil segera memutar kendali setirnya untuk memutar arah kembali ke tempat Rei meninggalkan Caca. Mobil yang dikendarai Rei melaju dengan kecepatan yang tinggi sampai-sampai nyaris menubruk mobil yang dikendarai oleh seorang bapak paruh baya.

“Hey anak muda! Perhatikan caramu menyetir mobil! Kalau kau begitu bisa membahayakan nyawa orang lain!” ujar Bapak tersebut. Namun Rei benar-benar tidak ada waktu untuk berurusan dengan Bapak tersebut. Rei pun hanya meminta maaf singkat serta tidak menghiraukan omelan Bapak tersebut dan kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan yang masih sama tingginya. Sekelibatan Rei melihat mobil yang dikendarai oleh Eric, namun Rei sama sekali tidak ambil pusing dan tetap melajukan mobilnya.

Sesampainya di tempat yang sama persis saat dia meninggalkan Caca, Rei menepikan mobilnya ke sisi jalan tetapi sama sekali tidak melihat keberadaan sosok seorang Caca. Rei pun menjadi sangat khawatir dan mencoba untuk menelepon Caca.

“Caca angkat teleponnya.” Rei bergumam menunggu dering ponselnya berubah menjadi suara Caca. Sayang, bukan Caca yang menjawab sambungan telepon Rei, melainkan suara operator saluran ponsel Caca. Rei mencoba berkali-kali namun hasilnya tetap sama. Caca tidak mengangkat telepon dari Rei. Bahkan percobaan terakhir Rei, Caca sudah mematikan ponselnya. Lalu Rei teringat akan sosok Eric yang sekelibatan ia lihat di jalan yang berbalik arah dengannya tadi.

“Apa Caca sama temen sekelasnya itu? Atau sama Joe?” Berpikir tentang Joe membuat Rei kembali merasakan sesuatu memanas di hatinya. Apa mungkin dia cemburu? Rei terkejut dengan pikirannya sendiri. Terakhir kali saat dia merasakan hal seperti ini adalah saat dia masih bersama dengan Nadia. Apa saat ini dia sudah jatuh cinta pada Caca? Rei tidak tahu pasti jawaban dari pertanyaan yang terlintas di pikirannya itu. Satu hal yang ia yang saat ini dapat dia pastikan. Dia tidak menyukai ide tentang Caca bersama dengan cowok lain yang bukan dirinya.

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

“Jangan diangkat telponnya, Bodoh.” Eric merebut ponsel yang sedang digenggam Caca dan menekan tombol reject panggilan dari Rei.

“Eric jangan!” ujar Caca sambil berusaha merebut ponselnya kembali dari tangan Eric yang saat ini sudah kembali memasukkan ponsel Caca ke saku celana jeans nya. Caca tidak tahu bagaimana Eric bisa memasukkan ponselnya ke saku jeansnya bersamaan saat dia sedang menyetir. Mungkin itu salah satu keunikan dari Eric. Dering ponsel Caca tetap berbunyi cukup lama, Eric pun merasa jengah dan mengambil kembali ponsel Caca dan mematikan ponselnya sekaligus.

“Kembalikan ponselku! Aku harus menelepon balik Rei oppa! Nanti kalo dia khawatir sama aku gimana?” ucap Caca khawatir.

“Biarin aja. Beres kan?” ujar Eric sambil mengangkat kedua bahunya.

“Aaah!” jawab Caca yang sudah tidak tahu lagi ingin melakukan dan menjawab apa. Mungkin ini memang solusi yang terbaik. Setidaknya saat ini dia bisa menghindar dari Rei. Walau hanya sebentar saja.

“Pacar kamu yang mana sih? Rei atau Joe?” tanya Eric smabil terus menyetir dengan tenang.

Just say it to meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang