Puncak ibadah haji tiba. Berjuta-juta manusia berbondong-bondong menuju padang Arafah untuk berdiam diri sejak matahari terbit hingga matahari tergelincir di sore hari. Semua manusia, baik mereka yang dalam keadaan suci ataupun tidak, wajib melakukan wukuf di kawasan Arafah yang berjarak sepuluh kilometer dari Mekkah.
Hari itu Aini tidak melakukan shalat Shubuh berjamaah di Masjidil Haram. Sejak dini hari para penghuni hotel Shofa yang terdiri dari dua kloter sudah bersiap-siap untuk meninggalkan pemondokan menuju ke Arafah. Mereka berkemas-kemas untuk bepergian selama empat hari ke depan menuju Arafah-Muzdalifah-Mina. Menurut Hamid, salah seorang petugas haji Indonesia yang bertugas di Aziziah, para jamaah haji akan diberangkatan sesuai dengan lantai per lantai. Maksudnya, mereka yang ada di lantai pertama akan berangkat lebih dahulu ke Arafah dengan menggunakan bus, dilanjutkan lantai berikutnya sampai selesai. Itu berarti, Aini dan rombongan jamaah Ar-Rahman akan berangkat pada pemberangkatan bus ke tiga karena lantai pemondokan mereka ada di lantai tiga.
Penempatan jemaah di Arafah akan menyesuaikan dengan kedatangan jamaah. Jamaah haji lantai bawah hotel yang diberangkatkan pertama akan ditempatkan di tenda paling belakang. Begitu seterusnya secara berurutan. Jadi, kloter terakhir yang berangkat ke Arafah akan ditempatkan di tenda paling depan.
Sejak pagi, Aini sudah melihat deretan bus yang melewati Hotel Shofa sebab Aziziah adalah kawasan yang dilewati mereka yang akan menuju Arafah. Bukan hanya bus yang bergerak beriringan, akan tetapi barisan orang berjalan kaki pun tampak memenuhi kawasan Aziziah. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang dari Asia Selatan dan Afrika. Mereka berjalan dengan membawa bungkusan di tangan, punggung, atau kepala. Tua muda, besar kecil, sehat sakit, tanpa kecuali terus bergerak menuju pegunungan Arafah.
Sesampai di Arafah, Aini dan rombongan menempati tenda putih yang agak masuk ke dalam. Mereka kemudian mulai berdiam diri di tempat itu sambil membaca al-Qur'an, berdzikir, berdoa, dan melakukan wirid-wirid yang dipimpin oleh Bu Syarif. Kali ini, Aini duduk berdekatan dengan Dewi, Doni, Arfan, dan Bu Jum. Jika ia butuh sesuatu, ia tinggal minta tolong saudara lelakinya untuk mendapatkannya. Dan jika Dewi ingin pergi ke kamar mandi, ia akan pergi menemani kakaknya itu.
Sepanjang jalan menuju Arafah, Aini melihat deretan tenda-tenda putih yang memenuhi kawasan pegunungan Arafah. Belum lagi deretan bus-bus besar yang mengantri di jalan untuk masuk mengantarkan para jamaah haji dari seluruh dunia. Di tambah ribuan orang yang juga memasuki kawasan Arafah dengan berjalan kaki. Kemana mata memandang, hanya terlihat lautan manusia yang berwarna putih dengan pakaian ihramnya. Sebuah pemandangan yang luar biasa buat Aini.
Di tempat itu, tidak terlihat mereka yang kaya dan miskin, tidak terlihat mereka yang cantik dan buruk rupa, tidak dikenali mereka yang punya jabatan tinggi atau hanya petani sederhana. Semua terlihat sama, dengan menggunakan pakaian yang sama, dan niat yang sama. Hanya ketakwaan yang bisa membedakan mereka. Dan, hanya Allah azza wa jalla yang mampu membedakan mana manusia bertakwa dan mana yang tidak.
Dalam doa-doa panjangnya, Aini terpekur dengan khusyu'. Banyak doa yang ia panjatkan. Banyak keinginan yang ia minta pada Sang Maha Pencipta. Tentang keinginannya untuk selalu membahagiakan orang tua dan keluarganya, tentang permohonan ampun atas semua dosa dan khilaf yang sudah ia lakukan sejak baligh, tentang harapannya agar dapat menyelesaikan kuliah secepatnya, dan yang paling utama tentang keinginannya untuk segera menikah. Ya, Aini ingin menikah sesegera mungkin setelah wisuda. Tapi ia masih belum tahu siapa jodohnya.
Ketika berdoa tentang jodoh, ingatan Aini melayang pada Azzam. Sosok pemuda yang saat ini tengah dekat dengannya. Ia berharap Azzam bisa menjadi jodohnya. Tapi ia tidak yakin hubungan mereka akan berlanjut ke jenjang pernikahan. Selama ini, Azzam terlihat enjoy dengan hubungan 'teman tapi dekat' yang mereka lakukan. Tanpa ada komitmen, tanpa ada kepastian. Sesungguhnya Aini tak ingin hubungan seperti itu. Ia ingin hubungan yang mereka lakukan adalah sah dan halal di mata Allah.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADA CINTA DI HAJAR ASWAD
EspiritualIni tentang Rizal, mahasiswa Al-Azhar Mesir yang ingin menikah di usianya ke-25, tapi belum memiliki calon yang akan dinikahinya. Ini juga tentang Aini, mahasiswi akhir Sastra Perancis yang ingin menjaga diri dan hatinya dari godaan cinta yang tak h...