Beginning

4 2 0
                                    

"nyonya Amanda!" teriak seorang pria muda berlari mengejar Amanda yang sedang menaiki elevator, pria itu mengenakan kemeja Hitam berdasi serta menggunakan kacamata.

Amanda memutar-balikkan tubuhnya menghadap pria itu dan menjawab "iya, ada yang bisa saya bantu?"

"saya Inspektur Nathan," pria itu menghela nafasnya dan menunjukkan kartu penanda inspektur investigasinya, "saya ingin bertanya mengenai klien anda,"

"tentu, apa yang ingin anda tanyakan?", Amanda memiringkan sedikit kepalanya

"seorang ibu berusia sekitar 30 tahun, kalau tidak salah dia baru melahirkan anak perempuannya, kemudian seorang pria muda yang sangat berbakat dalam bidang sains, dan yang terakhir..." Nathan melihat-lihat kearah sekitar dengan sangat waspada.

"Iya, siapa yang terakhir ?" Jawab Amanda dengan penasaran,

Nathan menjawabnya dengan berbisik-bisik didekat telinga Amanda "Ia adalah yang terpenting, anda pasti tau siapa yang saya maksud," Nathan menarik kembali kepalanya dan bertanya dengan normal "anda kenal mereka bertiga kan?".

Mendengar ucapan Nathan tadi membuat Amanda juga ikut melihat kearah sekitar dan dengan sangat hati-hati, Amanda berkata "ikut saya sekarang!" ia mulai berjalan menuju ruangannya diikuti dengan Nathan dibelakangnya.

Setelah memasuki ruangannya, Amanda langsung mengunci pintu putih berkaca dengan motif mawar tersebut, "Untuk apa anda bertanya mengenai mereka bertiga ?" tanya Amanda dengan sangat pelan.

"Anda harus menjawab pertanyaan saya terlebih dahulu, anda mengenal mereka bertiga, kan?" Jawabnya sambil mendekatkan tubuhnya ke wanita itu.

"Tentu saja saya kenal mereka bertiga," jawab Amanda. "Ibu yang baru melahirkan itu bernama Lynn, dia adalah klien terkaya saya, kemudian pria muda yang sangat berbakat dalam bidang sains itu adalah Dean, dia memang salah satu anak laki-laki favorit saya, dan yang terakhir...." jeda Amanda,

"iya kau pasti tau siapa orang terakhir yang saya maksud," Nathan menahan omongannya karena ia merasa ada seseorang diluar ruangan yang ada didekat mereka "dia satu-satunya saksi hidup atas peristiwa itu kan?" Lanjutnya.

Amanda semakin terlihat cemas, bibirnya mengering dan keringatnya adalah keringat yang sedingin es "sebenarnya kau ada perlu apa dengan mereka bertiga?," ucap Amanda sambil menarik kursi hitam, dan duduk disitu, "Yang terakhir itu adalah klien sekaligus aset saya, anda harus punya alasan penting kenapa anda ingin mengetahui banyak hal tentangnya," jelas Amanda dengan hati yang mulai mengkhawatirkan Jasper.

Nathan langsung memegang penahan lengan pada kursi Amanda "perlu anda ketahui bahwa mereka bertiga dalam bahaya, saya mau anda ikut dengan saya sekarang juga!" Nathan langsung menarik lengan Amanda dan membawanya keluar ruangan.

"Intel kami menemukan informasi bahwa akan ada infasi yang kedua, mereka menyebutkan bahwa hal itu sudah direncanakan, hal ini lebih parah dari sebulan yang lalu, sasarannya adalah kota-kota besar dan strategis, tapi...," Nathan melihat kearah sekitar untuk mencari lift, "tapi sasaran utamanya adalah Dia," ucapan itu membuat Amanda sontak menengok kewajahnya, dia tidak percaya bahwa hal ini begitu cepat.

"Kau bilang, mereka bertiga dalam bahaya, tapi kenapa yang menjadi sasaran utama hanya Dia ?" Amanda menarik lengan kiri Nathan dan berhenti sesaat.

"Akan ku jawab, tapi tidak disini!," Nathan melanjutkan langkah kakinya dan Amanda mengikutinya dari belakang, "hal yang terpenting sekarang adalah menemukan ketiga orang itu," ucap Nathan.

-boom-

Getaran seperti gempa membuat mereka hampir terjatuh, namun mereka langsung melihat kesekeliling mereka dengan sangat panik dan ketakutan, getaran itu disertai dengan banyak suara ledakan yang berasal dari lantai 1 kemudian ledakan yang kedua dari arah atas, dan yang ketiga tepat dibelakang mereka.

"Nyonya, kita harus pergi dari sini!" teriak Nathan, Amanda pun mengangguk dan mengikuti Nathan yang mulai berlari keluar dari tempat itu, suara ledakan yang beradu dengan teriakan orang-orang didalam gedung itu menyertai kepanikan yang sedang mereka alami.

Mereka turun ke lantai 1 dengan menggunakan elevator yang sudah tidak berfungsi, Amanda menengok kesegala arah dan melihat sudah banyak sekali tubuh-tubuh bergeletakan, darah yang berceceran, dan banyak reruntuhan yang berserakan dimana-mana.

"Semuanya hancur," ucap Amanda sambil menahan air matanya

"Amanda! Kita harus fokus!" teriak Nathan

"Oke oke" Amanda menghapus air matanya dan pandangannya teralihkan kearah langit yang ada tepat dihadapannya, ada sebuah pesawat yang nampaknya siap untuk menembakkan rudalnya, "oh tidak, kita harus pergi lewat pintu darurat!," dia menunjuk kearah pintu merah bertuliskan 'emergency' yang ada disebelah kananya, "ayo ikut aku!" Amanda berlari diikuti Nathan.

Pada saat Amanda membuka pintu, tiba-tiba saja dia terdorong hingga jatuh oleh Nathan, setelah Amanda bangun dan melihat kearah Nathan, ternyata Nathan terjepit reruntuhan dibagian paha sebelah kirinya, "kau tidak apa-apa ?" Teriak Amanda sambil mencoba mengangkat reruntuhan itu, "ayo kau harus bisa berjalan, mobilnya tepat ada di depan kita," Amanda menahan beban tubuh Nathan dan menuntunnya kearah sebuah mobil.

Dan akhirnya setelah mereka menghampiri mobil van berwarna putih, Amanda pun langsung membuka pintunya dan membantu Nathan untuk duduk dikursi tengah "kau harus duduk disini!" Amanda menyalakan mobilnya dan pergi menjauhi gedung.

"tekan terus lukamu," ucap Amanda sambil mencoba mengatur nafasnya "kalau aku tidak salah, ada 1 rumah sakit yang jaraknya hanya beberapa mil dari sini. Aku akan mengantarkanmu kesana!,"

"jangan!," teriak Nathan sambil melepas ikat pinggangnya.
"Tapi, kenapa ? Kau harus segera mendapatkan pertolongan," Amanda melihat kearah Nathan.

"pokoknya jangan, aku sangat yakin bajingan-bajingan ini pasti akan menghancurkan bangunan-bangunan besar yang lain, termasuk rumah sakit" Nathan mengikatkan ikat pinggangnya kelingkaran pahanya untuk menahan aliran darah yang keluar, "Jika kau tak keberatan, tolong antarkan aku ke tempat yang sangat sepi, aku bisa melakukan pertolongan pertama pada diriku sendiri" ucap Nathan.

"tunggu, kau tau hal ini akan terjadi?!" jawab Amanda dengan suara yang sangat lantang.

"tidak, hanya firasatku saja, aku yakin ini merupakan awal dari infasi yang kedua," Nathan menghela nafasnya, "Dan yang aku takutkan adalah target mereka bertambah 2 orang, yaitu klienmu tadi, ditambah kita berdua,"-ucapnya sambil menyenderkan kepalanya pada bantalan mobil Van itu.

Amanda teringat dengan pertanyaannya tadi, kenapa hanya J yang diincar ? Sedangkan Nathan bertanya mengenai Lynn dan Dean juga, namun melihat kondisi Nathan yang sedang kesakitan, Amanda mengurungkan niatnya itu.

Nathan yang sedang merebahkan tubuhnya pada kursi movil itu tiba-tiba bangun kembali dan menepuk pundak Amanda "hubungi Joe! Aku yakin dia dalam bahaya!,"

"Ya tuhanku! Aku lupa dengan dia, oke aku akan menelfonnya sekarang," Amanda dengan cepat meraih ponsel yang ada di kantong celananya dan langsung menekan tombol panggilan untuk Joe, Tak berselang lama ia pun mendengar ringtone pada Hp-nya, Amanda menunggu dan terus berharap semoga Joe baik-baik saja, meskipun Amanda sudah lama menunggu, namun Joe tetap tidak menjawab teleponnya.

"dia tidak menjawab teleponku, bagaimana ini Nat?", namun belum sempat Nathan menjawab, terdengar suara penanda pesan pada Hp-nya, Amanda pun meminta Nathan untuk melihat dan memberitahukannya apa isi pesan itu.

"jadi, apa isi pesan itu?" sambil melihat kearah Nathan.
Dengan menatap Amanda, mimik Nathan yang ketakutan tak mampu bercampur dengan mimik rasa sakit pada wajahnya,

Amanda memberhentikan mobilnya dipinggir jalan "cepat beritau aku!" teriak Amanda sambil merebut handphonenya dari tangan Nathan.
Amanda yang melihat pesan itu langsung terdiam kaku, pada pesan itu terdapat foto dengan caption putih tebal dibawahnya. Difoto itu Joe sedang duduk dikursi kayu disamping meja putih dalam ruangan kosong bercatkan abu-abu yang sudah sangat pudar dan banyak bercak darah dilantai dan didinding dibelakangnya, terlihat tangan dan kaki Joe yang diikat pada kursi, dan sadisnya, kepala Joe ada di atas meja putih dengan mata kirinya yang sudah ditancapkan gunting dan mata kanannya yang sudah hilang, ditambah mulutnya yang disumpal dengan kemaluannya sendiri, Caption pada foto itu bertuliskan 'KILL YOUR CLIENTS OR I WILL'

Chapter of Dream : 1st MonthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang