Part 3 - The Game Started

4.1K 787 909
                                    


----

Sepanjang mata pelajaran berlangsung hingga bel pulang berbunyi, tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa peristiwa kemarin membuahkan perubahan perilaku siapapun terhadapnya. Heran pasti ada, tapi Ulani memilih mengabaikannya. Mungkin hanya dia saja yang tidak tahu bahwa kebiasaan sekolah ini adalah mengubur sebuah peristiwa menghebohkan dalam satu hari saja.

"Lo adek atau sahabatnya kak Aslan Aslan itu, sih?" tanya Siska sambil menyisir rambutnya di depan cermin toilet.

"Kami ga mirip. Harusnya kamu tau jawabannya."

"Tapi aksi lo heroik banget kemarin. Si Tuan Rumah berkedok anak prestasi itu pasti bakal trauma lihat muka lo lagi kalo dah sembuh nanti." Lipstick Siska sampai berlepotan di ujung bibir saking kuatnya ia tertawa. "Lo terlalu lengket sama kak Aslan. Bahkan dari SMP. Jadi banyak yang ngira kalian kakak adek sekandung."

"Bisa dibilang kami itu kakak adek tanpa jalur biologis."

"Kakak adek yang punya perasaan saling memiliki?"

Temannya ini mengedipkan mata menggoda. Ulani hapal benar kalau Siska selalu asal ucap dalam setiap obrolan tidak penting.

"Rasa saling memiliki sih enggak. Cuma kalau ada yang berusaha nginjak harga dirinya kak Aslan, aku ga akan hanya tinggal diam. Dia orang yang aku hargai."

"Ya gue tau. Perasaan seperti itu wajar, kok. Suatu saat kalian akan melihat sendiri bakal kemana hubungan kakak adek itu berakhir."

Bahkan Siska pun berpikir bahwa ini persoalan romansa? "Sis ...."

Wajah bulat Siska sudah terlihat seperti boneka kertas. Ia tampak puas dengan hasil touch up-annya. "I dont really care, Beb. Anyway habis ini jangan main-main lagi. Minta supir lo jemput. Lo ga dapet sentilan apapun dari tadi bukan berarti ga akan ada yang coba sentuh lo setelah lo ke luar dari gerbang ini. Ini tempat yang berbahaya kata kakak gue. Bye Beb ...!"

Bersamaan dengan nasihatnya, Siska menghilang di balik pintu. Semangat sekali berkumpul dengan teman sefrekuensinya di luar sekolah. Ya. Benar. Siska, Hadid dan Freya hanya menganggapnya sekedar teman. Dari SMP bahkan mereka tidak akan mengobrol kecuali menyangkut tugas. Lagian, siapa yang bisa sefrekuensi dengannya jika sisa waktu di luar sekolahnya hanya selalu terkurung di rumah? June tak akan pernah membiarkannya berkembang. Satu langkah saja yang diambil harus selalu mengantongi izinnya. Seperti laki-laki itu akan kehilangan dunia jika dirinya sedikit saja bisa lebih bergerak bebas.

Hal itulah yang paling disesalinya. Karena ketika kakaknya itu melanjutkan studinya dua tahun lalu di London, dia tetap tidak mendapatkan kembali kebebasannya. Frans dan ibunya termakan omongan madu June bahwa dirinya hanya akan menyebabkan masalah jika dilepas terlalu bebas. Manja, lemah dan tak tau arah adalah karakter yang June patenkan untuknya dan semua orang mengamininya.

Dua tahun terakhirnya selama SMP setelah kepergian June diambil alih oleh ibunya. Tidak ada kata main jika tugas sekolah masih ada yang tersisa. Sayangnya, tidak ada kata selesai untuk sekolah nomor satu di Jakarta. Yang ditatapnya dari sore hingga tengah malam hanyalah buku dan meja belajarnya. Anak SMP mana yang bertahan dengan didikan seperti itu? Begitu banyak tangisan yang ia sembunyikan dari belakang keluarga itu. Hanya Aslan lah yang tahu bagaimana jeleknya dia ketika menangis siang dan malam. Karena di hari-hari yang sulit itu, cowok itu terus menyuplai kata-kata penyemangat untuknya.


---

"Siniin tas lo."

Kalau Ulani tidak sebodoh yang June sematkan maka dia yakin ini masih beberapa meter dari area sekolah. Jadi bagaimana bisa dia ditarik sekumpulan cowok seram ke dalam gang sempit dalam waktu singkat?

ANOTHER MARS (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang