Part 4 - Mahardika Castle

3.4K 696 415
                                    

-----

Detak jantung Ulani beradu kencang dengan deru mobil Aslan. Sepanjang perjalanan adalah putaran pemikiran tentang apa yang sebenarnya tengah berlangsung di rumah itu. Namun, apa pun itu dan bagaimanapun Ulani menanamkan harapan, dia yakin bahwa sesuatu yang buruk jelas tengah menantinya.

Nyatanya, istana itu tengah mengadakan jamuan keluarga. Meja dengan lilin kristal dan taplak sewarna emas menjuntai di antara kaki ber-high heels mewah. Alunan musik piano. Dentingan gelas kristal. Suara cekikikan wanita yang elegan. Sebuah gambaran yang membuat kedua kaki Ulani bergetar di depan pintu utama.


"Apa yang ada di dalam kepalamu sebenarnya?"

Tiba-tiba, seorang wanita telah berdiri tegak di hadapannya. Tinggi menjulang dengan high heels merah hasil tangan perancang ternama. Gaun dan polesan gincu berwarna merah menyala. Memperjelas tentang betapa wanita itu sangat pantas berada di dalam rumah ini. Namun, semua keindahan itu lenyap oleh tatapannya yang membuat kaki Ulani mundur dua langkah.

"Ini pukul lima sore. Seharusnya kamu tidak ada kelas tambahan. Keluarga besar akan berkumpul di rumah untuk kedatangan kedua kakakmu. Mama mengulangi itu berapa kali semalam? Hm? Kamu tuli?" Intonasi ibunya ditekan sedalam mungkin. Tentu saja bermain aman menjadi sangat penting saat ini. "Ikut mama. Seharusnya dengan tampilan seperti ini, kamu tidak boleh lewat di depan keluargamu. Otak kamu benar-benar tidak pernah bisa dipakai untuk sesuatu yang mendesak ya, Ulani." Tangannya hendak ditarik kasar, tapi upaya itu menjadi terhenti.

"Ulani sudah kembali, Valeri?"

Gurat tegang seketika tercetak jelas di wajah ibunya. Mendapati nyonya tua Mahardika tengah berdiri di hadapan mereka.

"Maaf Ma, Ulani ada kelas tambahan hari ini."

Wanita pemimpin hirerarki teratas dari keluarga itu menatap dua wanita di depannya secara bergantian. Sebuah tatapan yang tak ingin kau lihat dari seseorang yang menyadari betapa besar kekuasaannya akan segala hal.

"Bawa saja dia ke meja makan."

"Tapi ... dia be-belum dandan, Ma."

"Tidak ada waktu untuk mendandannya lagi. Pesta kecil ini sebentar lagi harus usai." Si wanita tua melihat cowok muda di samping Ulani. "Ajak juga anak keluarga Handaru ini sekalian."

Tanpa menunggu lagi, Valeria langsung mengikuti mertuanya yang mendahului. Membawa dua belia itu menuju meja makan utama sepanjang tiga meter.

Di sana terdapat keluarga anak tertua Mahardika-kakak laki-laki dari suami sambungnya. Untuk keluarga yang lebih muda, berkumpul di meja lainnya. Dirasakannya genggaman tangan anaknya mulai lembap. Ketika tatapan mereka bertemu, ia menyadari Ulani sedang tidak baik-baik saja. Anggukan meyakinkan ia berikan sebelum membawa anaknya duduk tepat di sebelah Hans-putra sulung suaminya.

"Sapa keluargamu, Ulani," ucap Valeri tegas namun lembut. Anaknya menurut. Bangkit dan menyapa satu persatu dengan sopan lalu duduk kembali.

"Dia cantik sekali seperti ibunya," puji nyonya tertua Mahardika.

Frans menyahut semangat. "Buah tidak akan jauh jatuh dari pohonnya. Saya tidak pernah salah memilih, Ma."

"Bagaimana dengan pendidikannya?" Sendok dalam genggaman Ulani hampir bengkok saking kuatnya ia cengkeram. Persoalan Hans dan June pasti sudah dibahas sampai bosan semenjak awal pertemuan, makanya sekarang dirinyalah yang menjadi objek pembahasan.

"Saya dengar dia bisa masuk SMU terbaik melalui gelombang kedua karena gelombang pertama gagal."

Dunia rasanya berhenti karena hantaman keras. Hellein-adik ayahnya itu jelas menyiratkan nada cemoohan.

ANOTHER MARS (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang