Wattpad Original
Ada 6 bab gratis lagi

01 - Prolog

62.2K 3.9K 170
                                    

Jakarta, 2005

Jared refleks mendongak. Menatap pasangan yang baru saja duduk tanpa permisi di depannya. Tidak begitu peduli, dia kembali menunduk untuk melanjutkan makan.

"Lo makan punya gue, Bro?!"

Jared menulikan telinga dari seruan Revin, ketika cowok itu mendapati sepiring batagor yang tadi ditinggalkannya di atas meja kantin kampus, sudah hampir habis berkat kunyahan Jared.

"Ya, elah, ini anak! Enggak bisa lihat makanan temen nganggur, pasti diembat," keluh Revin, mendelik kesal kepada Jared.

"Kelamaan lo tinggal. Entar enggak enak lagi dimakan kalo keburu dingin," sahut Jared dengan santainya. "Lagian lo enggak bilang nitip atau minta jagain. Malah gue pikir lo enggak bakal balik-balik lagi. Daripada mubazir, ya, gue makan aja."

"Bisaan aja lo!" gerutu Revin mendengar sahutan Jared.

"Udah, deh, Rev. Pesan aja lagi. Kenapa jadi ribet gitu, sih?"

Jared kembali asyik menyantap sisa batagor ketika mendengar suara milik gadis yang tadi dibawa Revin. Gadis itu tampak menunjukkan raut masam sambil sibuk membuka-buka binder kuliahnya.

Dia melirik ke arah Revin yang sepertinya juga sedang dalam suasana hati kurang baik. Keduanya saling tatap dalam diam. Melempar kode.

Sepertinya usaha Revin dalam membujuk sang pacar kurang berjalan baik. Naira, gadis yang dibawanya ke meja yang ditempati Jared, masih menunjukkan kemarahan.

Jared berdeham. Merasa tahu diri sekaligus terganggu dengan posisinya sebagai figuran di meja tersebut. "Gue pesenin lagi, deh. Tetap batagor, kan?" tanyanya kepada Revin, dijawab anggukan oleh cowok itu.

"Lo pengin apa, Ra?" tanyanya juga kepada gadis yang masih saja menunjukkan raut kesal.

Naira menggeleng. Dia mendongak untuk menatap Jared. "Gue penginnya bisa cepat pulang. Tapi kayak biasa, temen lo suka seenaknya nahan-nahan orang."

"Sayang, aku, kan, masih kangen. Baru hari ini kita bisa ketemu." Revin menoleh cepat untuk membujuk Naira.

"Kalau kangen, kamu enggak akan batalin janji gitu aja, terus milih asyik hura-hura sama semua temen kamu!" sahut Naira dengan nada dingin, menepis sentuhan Revin di lengannya.

Jared menghela napas, menggeleng pelan. Teramat bosan dengan adegan di depannya. Revin yang berusaha merayu, lalu Naira yang kukuh menunjukkan kemarahan meski sang pacar telah meminta maaf.

Tanpa berbicara lagi, Jared mengambil tasnya untuk segera berlalu dari sana. Dia memesankan Revin makanan, lalu keluar dari area kantin kampusnya untuk berjalan menuju parkiran.

Kuliahnya sudah selesai sebelum pukul 2 siang. Jared memutuskan pulang untuk melanjutkan tidur. Dia kurang tidur tadi malam. Akibat pulang dini hari karena keasyikan pergi keluar bersama Revin dan teman-temannya.

Sebuah panggilan masuk di ponselnya ketika Jared baru saja ingin membuka pintu mobil. Tanpa berpikir lama, langsung diangkatnya panggilan tersebut saat melihat kontak yang menghubungi.

"Iya, Ma?" tanyanya dengan nada lembut, teruntuk sang mama di seberang saluran. "Ini udah mau pulang, kok."

Jared mendengarkan permintaan mamanya dalam diam, sampai akhirnya tersenyum kecut. "Kalau nolak, nanti Mama pasti ngambek," ujarnya dengan nada bercanda, meski sebenarnya sangat ingin menolak permintaan mamanya. "Jadi Red iyain aja, deh. Tapi kalau datangnya telat, enggak boleh diomelin, ya? Yang penting datang, kan?"

Jared tersenyum lebar ketika mendengar ucapan sayang mamanya saat tahu dirinya akan memenuhi keinginan wanita itu. Dia mematikan sambungan telepon setelah berpamitan, lalu bergegas memasuki mobil untuk cepat-cepat kembali ke rumah.

Ketika Jared sampai di rumah, mamanya sudah pergi. Tampaknya ke salon atau semacamnya, menyiapkan diri untuk acara yang akan mereka datangi nanti malam.

Rasa-rasanya baru saja Jared memejamkan mata ketika berbaring di tempat tidurnya. Namun, goyangan di bahu dan panggilan dari suara feminin seorang perempuan yang familier di telinganya berhasil mengusik tidur Jared.

"Bangun! Udah pukul 5 lewat."

Jared berdecak, menepis tangan yang sedari tadi berusaha membangunkannya. "Apa, sih, Ra?! Gue ngantuk."

"Nyokap lo bilang, lo ikutan datang entar malam. Gue berangkatnya sama lo."

Jared tidak menyahut. Kepalanya masih membelakangi gadis yang sedang berbicara kepadanya.

"Red, bangun! Yang lain udah berangkat."

Jared mengerang kesal. Kembali menepis tangan gadis itu untuk bisa bangkit dari berbaringnya. Masih dengan wajah mengantuk, dia menatap sekilas kepada si gadis sambil menggaruk belakang kepalanya.

"Biru mana?" tanyanya, tampak belum sepenuhnya sadar dari kantuknya.

"Udah pergi."

"Lila?" tanyanya lagi sambil turun dari tempat tidur, berjalan menuju pintu kamarnya yang terbuka lebar.

"Pergi juga. Mereka berangkat duluan, ke kantor bokap lo dulu. Tadi sopir nyokap lo balik ke sini buat jemput mereka."

"Kenapa lo enggak bareng mereka?" Jared terus berjalan menuruni tangga rumah, membiarkan gadis itu mengekorinya. Dia merasa haus, butuh air dingin sesegera mungkin.

"Seandainya boleh pergi enggak bareng lo, gue enggak perlu ke sini dulu, bahkan bisa langsung nebeng sama mereka. Tapi syaratnya, kan, kita harus pergi berdua."

"Gue enggak, lo aja yang dikasih syarat begitu," sahut Jared cuek, mengambil gelas sebelum berjalan menuju dispenser.

Gadis itu berdecak, kesal. "Gue males debat sama nyokap," gumamnya, namun masih bisa didengar Jared. "Cepetan siap-siap. Dinner-nya mulai pukul tujuh. Entar kita telat," ucap gadis itu, terkesan memerintah.

"Hm," sahut Jared malas-malasan. Berjalan kembali menuju tangga.

"Gue nunggu di kamar lo aja, ya."

Jared menghentikan langkah secara tiba-tiba, tepat ketika sudah akan menaiki tangga. Dia berbalik dengan mata menajam. Sedikit menunduk untuk menatap gadis di depannya. "Tadi siapa yang ngebolehin lo masuk kamar gue?" tanyanya dengan nada suara rendah.

"Lila," sahut gadis tersebut, dengan raut tanpa dosa.

Tadi Jared memang masih belum fokus sepenuhnya, hingga baru saja menyadari bahwa gadis itu telah berani memasuki kamarnya tanpa izin.

Jared ingin marah, tapi tahu akan salah sasaran. Adik perempuannya yang harus ditegur nanti karena memberi izin sembarangan kepada seorang gadis untuk masuk ke kamarnya.

Sekilas, Jared menatap pakaian jenis apa yang sedang dikenakan gadis di depannya itu. Gaun dengan panjang di atas lutut, tanpa lengan, berwarna merah muda lembut. Simpel, tapi terkesan elegan dan terlihat sangat manis di tubuh semampainya. Sial! Benar-benar memancing ketertarikan Jared.

Jared membuang napas panjang, melembutkan tatapannya. "Lo enggak boleh lagi masuk kamar gue. Bukan," ralat Jared cepat, "Lo enggak boleh sembarangan masuk kamar cowok sendirian."

"Kenapa enggak boleh?"

"Lo cewek, Naira," terang Jared dengan nada sabar, berusaha memahamkan gadis bernama Naira yang sedari tadi terus membuntutinya. "Belajarlah untuk sedikit waspada."

"Tapi, gue, kan, calon tunangan lo. Kata Lila, boleh, kok, masuk kamar lo," sahut Naira dengan alis terangkat, sok polos yang gagal total di mata Jared. Dia memang sengaja ingin kembali mengusik cowok itu.

Kali ini Jared yang berdecak, kesal. "Tunggu di bawah aja. Jangan naik!" ancamnya dengan mata kembali menajam.

Naira mengangkat bahu dengan cuek. Namun, ketika Jared berbalik untuk melanjutkan langkahnya, dia tersenyum geli. Ditatapnya punggung Jared yang sedang menaiki tangga dengan binar ketertarikan.

Sikap tegas yang ditunjukkan Jared, selalu berhasil membuat Naira terhibur. Berbeda dengan Revin yang biasanya tidak pernah tega berucap ketus apalagi menentang kemauannya.


JAREDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang