Ketika Jared dan Naira tiba di ballroom salah satu hotel ternama di Jakarta, yang dijadikan tempat acara, jam sudah menunjukkan hampir pukul setengah tujuh malam. Para tamu undangan yang didominasi kelompok keluarga dan beberapa kolega bisnis sudah menempati meja-meja bundar.
Jared sebenarnya merasa tidak penting berada di sana, mengingat acara tersebut bukan diselenggarakan oleh keluarganya. Sultan Subekti, kakek Naira yang sedang punya hajatan. Pria tua itu merayakan ulang tahunnya yang ke tujuh puluh tahun. Pesta tertutup yang hanya dihadiri oleh pihak keluarga dan beberapa teman bisnis terdekat.
Jared sebenarnya enggan hadir ke acara semacam ini. Harusnya cukup orang tuanya saja yang datang, mengingat yang saling bersahabat adalah orang tuanya dan orang tua Naira. Kalau bukan karena permintaan mamanya, Jared pasti segera pergi setelah mengantarkan Naira di lobi hotel.
"Sebentar aja. Habis itu kalau lo mau pergi juga enggak pa-pa. Kakek cuma pengin kenalan dekat sama lo."
Jared melirik sebentar kepada Naira yang berjalan di sampingnya. Ucapan pelan gadis itu seakan ingin menyindir keengganan Jared hadir di sana. Jared tidak mau repot meralat. Toh, memang begitu kenyataannya.
"Nanti ikut gue aja. Gue tau lo juga malas lama-lama di acara beginian."
"Tapi lo yang ngomong alasannya, ya," pinta Naira, menyetujui ajakan Jared untuk pulang lebih dulu dari acara.
Jared mendengkus pelan. "Emang biasanya gitu, kan? Mana mau lo capek mikir kalau ada gue."
Naira menyeringai kecil. "Udah hukum alamnya begitu. Gimana, dong?" kelakarnya pelan, sebelum melangkah lebih dulu untuk mendekati meja yang mereka tuju sedari tadi, lalu segera menyapa pria berumur yang tersenyum menyambut kedatangannya dari salah satu sisi meja tersebut.
Jared memang tidak langsung menuju ke meja di mana keluarganya duduk. Dia memilih untuk lebih dulu mengantarkan Naira ke meja di mana keluarga gadis itu duduk bersama kakeknya.
Mau tidak mau, Jared harus tahu posisinya yang mesti beramah tamah dengan pihak keluarga Naira, meski dia tidak begitu mengenal mereka selain orang tua dan kakek gadis itu.
"Nai!" seru Sultan dengan raut ceria. Pria tua yang terlihat masih sehat dan kuat, menyambut pelukan Naira meski dalam posisi duduknya. Mengecup pipi cucu perempuannya dengan kasih sayang yang terlihat nyata.
"Selamat ulang tahun, Kakek," sapa Naira dengan agak manja yang langsung membuat Jared diam-diam mendengkus geli. Jarang-jarang dia mendapati gadis angkuh itu menunjukkan sikap aslinya di depan umum.
Sultan menghabiskan beberapa puluh detik untuk meladeni Naira. Membuat Jared berdiri sabar di samping gadis itu.
Tio Subekti, papa Naira yang duduk di sisi lain meja, mengangguk dengan senyum akrab kepada Jared. Begitu juga istrinya yang tampak berbinar saat tahu Naira berhasil datang bersama Jared.
"Jared?" Sultan menyapa Jared dengan tatapan penuh ketertarikan.
Jared langsung mendekati Sultan untuk menyalimi pria tua itu. "Selamat malam, Kakek. Selamat ulang tahun. Semoga panjang umur dan sehat selalu."
Sultan tersenyum lebar, mengangguk-angguk dan mengucapkan terima kasih atas doa yang diucapkan Jared untuknya. Matanya tidak lepas dari Jared, memperhatikan dengan saksama. Seakan sedang menilai kepantasan anak muda itu.
Jared menyadari kalau dia tidak hanya menjadi pusat perhatian Sultan, tapi oleh semua orang yang duduk di meja tersebut. Para saudara Tio dan sepupu-sepupu Naira. Mereka ikut melakukan pengamatan terhadap Jared untuk memberi penilaian.
Jared hanya mengenakan kemeja biru tua yang lengannya digulung hingga mendekati siku, dilengkapi celana jeans gelap. Tampilan semi formalnya yang terkesan santai, tentu saja tidak begitu sepadan dengan tampilan para pria yang ada di meja tersebut, di mana hampir semuanya mengenakan kemeja rapi dengan pelengkap jas. Jared bahkan tidak memasukkan kemejanya ke dalam celana. Untung saja dia tadi berinisiatif merapikan rambut, tidak berantakan seperti biasanya.
Namun, tampaknya Sultan tidak mempermasalahkan hal tersebut. Setelah memandangi Jared selama beberapa saat seraya menilai, dia kembali tersenyum lebar sambil mengangkat tangannya untuk menepuk-nepuk pelan lengan Jared.
"Ayo, duduk," ajak Sultan. Setelahnya, dia masih terus menatap Jared yang sudah duduk di sisi lain meja, di samping Naira. "Lama sekali kakek tidak lihat kamu. Terakhir kali, mungkin saat kamu masih sekolah dasar, ya. Sekarang kamu malah jadi mirip sekali seperti Rama saat dia masih muda." Sultan menyebut nama papa Jared yang dulunya memang dikenalnya sebagai teman dekat Tio sejak mereka remaja.
Secara fisik, Jared memang hampir men-copy-paste papanya. Semua anak lelaki dalam keluarga Ersa bertubuh tinggi seperti Rama Ersa. Di antara dia dan adik lelaki bungsunya, secara visual Jared memang masih kalah karena sang adik mewarisi paras rupawan mama mereka. Namun, mata cokelat gelap dan alis tebal, serta warna kulit kuning langsat khas pribumi, membuatnya tetap terkategori mudah menarik perhatian para lawan jenis. Pembawaan diri Jared yang luwes, tenang dan dewasa khas anak sulung juga mampu membuat orang di sekitar spontan memberikan atensi kepadanya.
Ketika mendengar komentar kakeknya, Naira tersenyum tipis. Sultan menyukai Jared. Itulah yang bisa ditangkapnya dari interaksi kedua pria itu. Kemungkinan besar orang-orang yang ada di meja tersebut juga berpikir hal yang sama. Itu artinya apa yang selama ini diharapkan Sultan dan orang tuanya, akan tetap berlanjut.
"Jadi, kamu bersama Naira?" tanya Sultan, terkesan menggantung pertanyaannya sendiri. Meski begitu, semua yang mendengar sudah pasti mengerti maksudnya.
Jared tersenyum sopan, melirik sebentar kepada Naira yang balas menatapnya dengan alis agak terangkat. Sialan, nih, cewek! umpat Jared dalam hati. Jelas sekali Naira menantangnya untuk menjawab pertanyaan sang kakek yang kalau sedikit saja salah bicara, maka bisa menjadi bumerang untuk Jared.
"Kami berteman dari kecil, Kek," jawab Jared diplomatis.
"Mereka masih sibuk kuliah, Pa. Nanti setelah selesai, baru bicara yang lebih serius." Nina, mama Naira, langsung angkat bicara setelah mendengar jawaban ambigu Jared. Dia berusaha meluruskan, walau tahu perkataannya akan terdengar egois bagi Jared. Tapi dia tidak punya pilihan. Berharap Jared mau mengerti.
Sultan mengangguk paham. "Iya, selesaikan saja dulu pendidikan kalian. Baru nanti kita bicara lagi. Sudah mau wisuda juga, kan?"
"Rencana semester depan, Kek," ujar Jared.
"Nah, berarti sebentar lagi. Enggak lama, kakek akan tunggu." Tampaknya Sultan terlalu bersemangat, hingga terus mencoba bernegosiasi. "Tapi," jeda Sultan, kembali fokus menatap Jared dengan mata tuanya, "bantu jaga Nai, ya. Kakek senang melihat kalian bersama. Kakek yakin kamu bisa mendampingi Naira."
Senyum semringah terbit di bibir Nina. Begitu juga Tio yang merasa lega karena ayahnya menyukai keberadaan Jared untuk Naira. Meski buntutnya mereka merasa harus segera memohon maaf dan meminta pengertian Jared serta orang tuanya setelah ini, atas permintaan mereka untuk menjadikan Jared sebagai pasangan hidup Naira nantinya.
Naira mencuri pandangan ke arah Jared. Mencoba mencari tahu bagaimana respons Jared ketika mendapat penerimaan baik dari kakeknya. Cowok yang terpaksa harus membantunya menyenangkan hati sang kakek.
Sedangkan Jared, dia sebenarnya memang sudah sedikit tergambar dengan situasi dan kondisi yang tengah dihadapi orang tua Naira, di mana keduanya hanya ingin berbakti kepada orang tua dan melindungi putri mereka.
Demi menghargai Tio selaku teman karib papanya. Juga untuk menyenangkan sang mama tercinta. Sementara ini, Jared memang telah memutuskan untuk mengiakan saja permintaan para orang tua, yaitu menjaga Naira. Dengan menjadikan dirinya sebagai seseorang yang akan menikahi gadis itu suatu hari nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
JARED
RomanceKedua belah pihak keluarga ingin Jared menikah dan menjadi pendamping hidup Naira, teman sepermainannya sejak kecil. Sayangnya, Naira sudah memiliki tambatan hati yang tidak lain adalah sahabat Jared sendiri. *** Naira, cucu perempuan satu-satunya d...
Wattpad Original
Ada 5 bab gratis lagi