Part 9 - Melintasi Senja

5.8K 486 58
                                    


Amaya menangis di depan Satrio. Bahunya bergetar dan kepalanya tertunduk dalam. Sambil memilin-milin jemari lentiknya, ia tersegu-segu dalam tunduknya. Bibirnya melengkung ke bawah, buliran air mata terjatuh dari manik cokelatnya yang indah.

Sang sahabat, Satrio hanya bisa terpana tatkala teman masa kecilnya itu tertunduk dan menangis. Sudah berapa lama sejak terakhir kali ia melihat Amaya menangis terang-terangan seperti ini? Oh, belum terlalu lama, kok. Terakhir kali Amaya menangis terang-terangan di depan Satrio ketika Satrio menyatakan perasaannya di taman kota. Pada tengah malam.

Kenapa Amaya selalu menangis ketika Satrio menyatakan perasaannya, sih?

"May..." desis Satrio pelan. Ia meraih tangan Amaya--yang masih memilin jemarinya sampai jemari itu berwarna kemerahan. 

Namun, ditepis tangannya itu oleh Amaya, begitu raihan tangan Satrio hanya tinggal beberapa sentimeter lagi untuk menyentuh Amaya. Mata Satrio pun membulat ketika Amaya tiba-tiba menampar tangannya cukup kuat. Ia mengalihkan pandangannya untuk menatap Amaya, mencari tahu ekspresi anak itu saat ia menepis tangan sahabatnya.

Mata Amaya sembab dan memerah. Lipatan matanya terlihat lebih tebal, bengkak karena tangisannya. Walaupun mata itu berkaca-kaca, kilatnya tajam menatap lelaki di depannya yang mencobah menyentuhnya.

"Jangan sentuh!" bentak Amaya, meski masih tergugu dalam tangisannya. Kemudian ia menghapus air mata yang membasahi pipi sampai dagunya.

"May, sorry, May..." ucap Satrio merasa bersalah. Lelaki itu tak langsung menyerah, ia tetap mencoba meraih tangan Amaya, berusaha untuk menggenggamnya. Meski ditepis berkali-kali, tapi akhirnya Satrio berhasil memegang tangan itu, lalu ia genggam erat-erat. Seolah-olah jika dilepas Satrio takkan bisa menyentuhnya lagi.

"Lo bilang ng-nggak akan nuntut apa-apa dari gue," kata Amaya masih tersegu-segu, tanpa menatap mata Satrio langsung. Kepalanya ia hadapkan ke samping kanan supaya tak bertemu pandang. Kedua tangannya masih digenggam erat oleh Satrio.

Sebenarnya, Amaya menangis karena ia marah dan malu. Marah karena tempo hari lalu, Satrio bilang tak akan menuntut apa-apa pada Amaya, ia bilang hanya mau menyatakan perasaan saja agar hatinya ringan. Amaya pun menerimanya. Kenapa sekarang tiba-tiba Satrio menanyakan hal-hal aneh dan mengajaknya jadian?

Lalu, Amaya malu karena ia ketahuan 'jalan' dengan Keenan oleh Satrio. Jelas saja ia malu. Karena Amaya belum pernah memutuskan untuk cerita tentang hubungannya dengan Keenan ke siapa-siapa. Kini, sahabat terdekatnya, tahu dengan sendirinya karena kecerobohan Amaya. Isi chat Amaya dengan Keenan itu isinya beragam. Mulai dari yang biasa sampai yang macam-macam. Jadi Amaya nggak tahu chat seperti apa yang dilihat Satrio.

"Iya, gua minta maaf, May. Maaf udah kemakan sama omongan sendiri," ucap Satio lembut. Ia menyunggingkan sebuah senyum tipis di ujung bibirnya. Sebab... Amaya manis sekali! Lihat, cowok yang dikenal galak dan serampangan itu menangis tergugu di depannya, sampai hidungnya meler dan wajahnya memerah. Pokoknya Amaya itu imut kalau lagi menangis.

Tak tahan dengan keimutan sahabatnya yang sedang menangis, ia menarik tangan Amaya, lalu sahabatnya itu jatuh ke pelukannya. Satrio tak menyia-nyiakan kesempatan. Ia memeluk Amaya dengan erat. Perbedaan tinggi mereka mengharuskan Satrio sedikit membungkuk untuk dapat merengkuh seluruh torso Amaya.

"Maafin gue," bisiknya di telinga Amaya perlahan. "Maaf udah maksa, gua lepas kendali tadi. Gak akan terulang lagi,"

"Mau maafin, kan, May?"

Amaya mengangguk berulang-ulang kali di pelukan Satrio. Tangannya langsung membalas pelukan Satrio, merengkuh punggung sahabatnya yang badannya tinggi semampai itu. Kepalanya terbenam di dada Satrio, jadi Satrio nggak bisa melihat Amaya pasang wajah seperti apa saat ia mengangguk-angguk imut seperti barusan.

Mr. Tutor !!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang