- 1 - (Second Part)

5 0 0
                                    

Aku baru saja duduk di bangku pinggir jalan-fasilitas yang baru saja disediakan oleh pemerintah di kota. Aku membuka bungkusan di tanganku. Aroma daging asap langsung tercium, berasal dari kebab yang kini terbuka di tanganku. Perutku berbunyi sekali, lalu aku langsung melahapnya. Orang-orang banyak berlalu lalang di trotoar tempatku berada, begitu juga kendaraan-kendaraan lainnya yang terkadang saling menyerobot di jalanan. Mataku menatap kosong ke depan, sedangkan mulutku sibuk mengunyah kebab yang semakin lama semakin enak rasanya. Aku hanya mengenakan kaus tipis berwarna abu-abu dan dibalut dengan jaket hijau tua. Pakaian ini adalah pakaian pelarian. Pelarian dari sekolah.

Mulutku berhenti mengunyah ketika aku menyadari sesuatu. Dengan cepat kepalaku menoleh ke kiri, ke arah dimana aku merasa seseorang memperhatikanku dari jauh.

Aku melihat pergerakan sedikit disana, tetapi aku tidak melihat siapapun. Mataku berubah sayu. "Berhenti Mengkhayal, Fox Trissam. Siapa juga yang mau perhatiin lo diam-diam kayak gitu?" Kataku bergumam. Aku kembali menggigit kebab di tanganku, sembari memandangi jalanan. Tanganku terangkat untuk membetulkan posisi kacamataku tetapi secara tidak sengaja malah menyenggol tanganku yang memegang kebab. Kebab itu jatuh ke atas pangkuanku.

"Sial." Aku memperhatikan kebab itu sebelum mengutuk. "Fix banget ada seseorang yang mau kebab gue." Aku mengambil sisa kebab di pangkuanku lalu meniupnya sebelum memasukannya ke dalam mulut. "Whatever. Belum lima menit. Pakai jatuh segala sih."

Aku menelan kebab itu lalu mengambil botol air mineral di ranselku. Baru saja aku membuka tutup botolnya ketika tanganku seolah bergerak tanpa kendali, mengguncangkan botol itu ke depan sehingga seluruh airnya membasahi wajahku. Mataku refleks memejam melihat air yang mengarah ke mataku, tetapi langsung membuka mata mengingat mataku terlindung oleh kaca mata, lalu menatap botol itu tidak percaya.

Aku melempar botol itu ke jalanan dan benda itu langsung terlindas oleh salah satu mobil yang lewat. Nafasku memburu. Aku melepas kacamataku dan mengelap lensanya dengan kaus yang kugunakan, lalu memakainya kembali.

Instingku mengatakan untuk segera berlari ke kiri.

Aku melompat berdiri dari kursi dan berlari ke arah kiri. Kini aku melihatnya, seseorang yang sudah sedari tadi berdiri disana, memperhatikanku dari jauh. Kalau aku tidak cukup cepat aku bisa saja tertabrak salah satu mobil. Pengemudinya langsung membunyikan klakson, protes.

Aku mengikuti orang itu masuk ke dalam jalan-jalan kecil. Aku belum melihat seluruh postur tubuhnya. Yang aku lihat hanyalah ujung belakang sepatunya dan bayangannya.

Tikungan terakhir ke kanan dan aku benar-benar kehilangan orang itu. Aku terus berlari ke depan. Ada beberapa orang disana dan salah satunya menghadang langkahku ketika tengah berbelok ke kanan lagi. Karena gerakan tiba-tiba itu aku langsung menabraknya, dan terhuyung mundur. Dia adalah seorang laki-laki dengan wajah sangar. Ia memakai celana sobek-sobek dan juga jaket denim kusam. Tingginya hampir sama denganku dan tampaknya hanya sedikit lebih tua dariku, tetapi badannya keras. Aku meringis sambil memegangi kepalaku.

"Ngapain loe disini?"

Dahiku berkerut. Aku balas menatapnya dengan berani. "Sori, cuma lewat. Gue lagi mencari orang."

"Orang siapa?" Tanya orang lain di belakang laki-laki itu. Asap rokok mengepul keluar dari mulutnya selagi ia berbicara. "Bartu Alu? Karena kita tidak melihat orang asing yang lewat selain loe sampai saat ini."

Aku semakin heran lagi. "Hah? Bartu Alu? Itu nama orang?"

Setelah aku berkata seperti itu, laki-laki yang menghadang langkahku tadi langsung menarik bagian kerah kausku, menatapku penuh amarah. "Itu nama preman paling terkenal dan paling ditakuti disini. Itu nama gua!"

What Are You? IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang