YSIMH | Love

11 1 0
                                    

Karena perasaan nyaman mampu mengubah segalanya.

---

45 menit berlalu. Tidak terasa tertidur dengan posisi duduk sudah menjadi kebiasaannya. Cowok tinggi itu masih disana, menunggu keluarga dari gadis itu untuk datang menjenguk. Ia mengusap matanya yang masih mengantuk. Ia juga menoleh ke kanan dan kiri berharap orangtua Deana sudah datang. Namun sampai sekarang belum ada yang datang. Ia mengubah posisinya dari duduk menjadi berdiri. Di balik pintu itu ia menatap gadis lemah yang tidak dikenalnya.

Seharusnya aku nggak ngelakuin itu, batinnya sembari menatap Deana. Kini cowok itu sudah berada di dalam ruangan bersama Deana. Ia masih berdiri dan tidak berani menyentuh gadis itu. Ia terus menyesali perbuatannya karena sudah melukai gadis itu.

Beberapa saat kemudian, anggota keluarga dari gadis itu mulai berdatangan. Ibunya lah yang pertama. Histeris dan panik sangat terlihat di wajahnya. Ia bertanya-tanya pada dirinya sendiri 'mengapa ini terjadi?'.

"Kamu siapa? Kamu ya yang bikin anak saya jadi begini?" tuduh Via pada cowok tinggi itu.

"Maaf bu saya Wira. Saya yang bawa anak ibu ke sini." jelas cowok itu sambil memperkenalkan diri.

Via yang masih sedih tidak menghiraukan penjelasannya. Beberapa saat kemudian seorang pria paruh baya masuk ke ruangan. Disusul anggota keluarga lainnya. Itu ayah Deana. Dia lah yang menerima kehadiran Wira disana. Wira bersama Mario keluar dari ruangan dan mengobrol bersama.

Wira menjelaskan semua yang terjadi dan menimpa Deana. Ia juga menjelaskan apa yang menjadi alasannya berada disana sampai semua keluarga Deana datang menjenguk.

"Maaf pak saya benar-benar tidak bermaksud melakukan itu sama anak bapak. Jujur saya juga tidak menyangka kalau kejadiannya akan begini." jelasnya meminta maaf. "Saya akan tanggung jawab atas apa yang saya perbuat pak." Wira meyakinkan dengan tatapannya yang terlihat berwibawa.

"Nggak perlu mas. Saya bisa bayar sendiri. Jadi mas nggak perlu ngelakuin itu. Karena Deana anak saya." jawab Mario singkat. "Lagipula, saya yakin kamu itu masih sekolah juga seperti anak saya. Jadi jangan buat orang tua kamu kesusahan." tegas Mario.

Wira melongo mendengar ucapan yang baru saja ia dengar dari mulut Mario. Ia tidak menyangka jika Mario itu sangat mirip dengan ayahnya. Ketegasannya membuatnya sangat nyaman dan tenang.

"Saya masuk dulu. Terimakasih sudah bertanggung jawab dan menunggu anak saya disini. Kamu boleh pulang."

"Makasih ya pak. Kalau begitu saya pamit pulang."

Ia tersenyum. "Hati-hati ya mas."

Wira pergi dengan langkah yang penuh dengan ketenangan. Ucapan Mario terus berputar dipikirannya. Membuatnya terlanjur nyaman dengan sosok yang mirip ayahnya itu.

You're Still in My Heart [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang