[1] Life Goes On

31.1K 2.3K 276
                                    





_


_



_



Hani terbangun sekitar pukul empat pagi—meregangkan otot-otot tubuhnya yang kaku, merentangkan tangan keudara sembari menguap, menuruni ranjang mengambil handuk yang tergantung pada sudut pintu. Memasuki kamar mandi dengan langkah malas. Hari ini dia harus memulai harinya lagi, kejadian yang terus berulang yang membuat Hani seperti di asingkan dunia setiap harinya.

Pengingat pada ponselnya berbunyi. Hani keluar dari kamar mandi dan mengambil ponsel yang ada diatas meja belajarnya, "baik Kang Hani, kau harus bekerja sekarang." Ucapnya menyemangati diri sendiri ketika melihat jadwal kerja paruh waktu pada ponselnya.

Hani mengikat rambutnya tinggi, mengambil sweter putih yang biasa dia gunakan, memakai topi putih senada dan berlari menuju pintu memakai sepatu converse hitam, mengikat tali sepatunya kencang. "Jangan sampai terjatuh. Kau harus terus berlari, hidup ini terlalu kejam untuk berjalan santai."

Sepeda yang terparkir disudut rumah Hani dikeluarkan dengan hati-hati. Mengayuh sepeda dengan semangat hingga dirinya tiba di sebuah pabrik susu tempat Hani bekerja. Hani memiliki jadwal kerja paruh waktu yang padat setiap harinya, pagi dia harus menjadi pengantar susu, setelah pulang sekolah dia harus menjadi pelayan di sebuah cafe hingga malam. Waktu dua puluh empat jam perhari rasanya masih kurang untuknya.

"Selamat pagi nona muda."

Hani memutar tubuh ke asal suara, kemudian tersenyum lebar. "Selamat pagi bibi." Sahut Hani kepada wanita berusia tiga puluh tahunan yang berjalan kearahnya.

Wanita itu menepuk bokong Hani dua kali, "jangan terlalu lelah hari ini. Pikirkan waktu istirahatmu." Katanya kemudian memasukkan dua kotak susu pada keranjang sepeda Hani.

Hani mengangguk gemas. Terkekeh pelan. "Hehe. Siap bi! Tidak usah khawatir." Ucapnya sembari berlalu meninggalkan pabrik.

Hani mengayuh sepedanya melewati jalanan khusus pengendara sepeda, udaranya juga mulai berbeda; terasa lebih hangat. Musim dingin akan segera berakhir. Hani tersenyum tipis, musim semi akan datang lagi. Jika tahun lalu musim seminya dilalui tanpa Jungkook sama seperti musim semi sebelum-sebelumnya— tapi tahun ini mungkin akan berbeda. Jungkook ada disekitarnya tetapi terlalu jauh untuk dijangkau. Terlalu tinggi hingga Hani takut akan sangat sakit jika kelak dia terjatuh.

Hani berdiri di depan pintu gerbang sebuah rumah mewah, mendongak menatap bagaimana rumah itu terlihat begitu tinggi bahkan masih terlihat cukup jelas walau Hani yakin pintu gerbangnya jauh dari pintu masuk rumah tersebut. Hani tahu siapa yang tinggal di dalam sana, Ahn Jungkook. Dia sering melihat Jungkook keluar dari rumah tersebut saat dirinya mengantar susu, menggunakan training dan hoodie hitam dengan sepatu sport senada, begitu sempurna dengan rambut acaknya yang mengintip saat topi hoodienya menutupi kepala dan jangan lupakan wajah pagi Jungkook—bareface sempurna. Pemandangan pagi Hani yang menyegarkan.

Sayangnya Hani harus diam-diam memperhatikan itu dari balik tembok persimpangan rumah Jungkook, sengaja datang lebih pagi agar bisa melihat Jungkook mengikutinya dari kejauhan. Tapi pagi ini, Hani tidak menemukan pemandangan itu. Dia bahkan sudah berdiri cukup lama menunggu Jungkook keluar, tapi tidak ada juga. Hani menghela napas. Paginya tidak beruntung.

Hani meletakkan susu tersebut disudut pintu gerbang dengan malas, menatap kembali rumah tersebut kemudian menghela napas lagi. "Tidak bertemu hari ini ya?"

SAVE THE MOMENT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang