[ 3] Takdirnya Kembali

23.2K 2K 219
                                    


_

_

_

_

_





Aku berlari bolak-balik di dalam kafe tempatku bekerja. Pelanggan hari ini banyak sekali. Penghujung minggu memang biasanya pelanggan akan dua kali lebih banyak dari hari biasanya. Aku hampir tidak ada waktu untuk istirahat, rambutku yang bahkan tadi terikat rapi sudah tidak berwujud lagi.

"Kang Hani! Bawakan pesanan ini!"

Aku langsung beralari kemeja kasir saat mendengar teriakan dari sana. "Meja nomor sembilan." Perintahnya.

Aku mengangguk kemudian membawa pesanan. Hidup memang tidak semudah yang terlihat. Disaat anak seusiaku sedang mengikuti les private untuk meningkatkan nilai mereka, aku selalu sibuk mencari uang untuk kehidupanku.

Semangatku hanya satu.

Ahn Jungkook.

Aku ingin dia melihatku tumbuh dengan baik, walau kenyatannya dia tidak mengingatku, melihatnya dari kejauhan sudah cukup.

Aku merindukannya.

"Hani, apa yang kau lakukan?!"

Aku tersentak saat rekan kerjaku yang berdiri dibelakang meja kasir kembali berteriak.

"Banyak yang harus kau lakukan. Kembali ke dapur jika sudah selesai mengantar pesanan!"

Aku mengangguk. "Baik."

Terkadang dalam situasi tertentu, aku sempat berpikir kenapa aku selalu saja menjadi pihak yang tertindas. Sekolah, tempat kerja, keduanya sama. Aku selalu menjadi pemeran pengganti.

Jam sembilan malam. Aku selesai bekerja. Hidupku hanya dipenuhi dengan bagaimana caranya aku harus bertahan hidup. Saat aku melewati taman, kakiku terhenti ketika melihat beberapa orang sedang berkencan ditaman, berbicara banyak hal, makan bersama, dan bahkan tertawa bersama. Membuatku selalu iri, aku tidak pernah mempunyai seseorang yang aku jadikan tempat bersandar.

Astaga. Kau baru saja berbicara apa Kang Hani. seharusnya bersyukur, bukannya mengeluh.

Kejutan selanjutnya adalah saat aku tiba didepan rumahku, mataku membulat sempurna. Ada beberapa pria dengan badan besar melempar barang-barangku kejalanan, beberapa diantaranya menempelkan segel sewarna merah dimana ada tulisan bahwa rumahku telah disegel.

"Apaa yang kalian lakukan?!" Teriakku sembari menghentikan seorang pria yang akan melempar beberapa bukuku.

Pria itu mendorong tubuhku hingga terjatuh. "Jangan mengganggu pekerjaan kami. Rumah ini disita!"

Kakiku mendadak lemas, mataku memanas. "Apa yang kalian katakan. Ini rumahku."

Pria berkacak pinggang, matanya menyorot tajam. "Hutang yang orang tuamu tinggalkan sudah jatuh tempo. Rumah ini bukan milikmu lagi nona muda. Jadi, ambil barang-barangmu dan segera pergi dari sini."

Aku menggeleng lirih. Airmataku akhirnya terjatuh. "Tidak mungkin."

Aku tidak bisa berbuat apa-apa saat mereka mengunci pintu rumah kemudian menempatkan papan didepan pintu tersebut. Mencegahku untuk memasuki secara dam-diam. Ternyata, ibu pernah meminjam uang disebut bank saat ayah mengalami kecelakaan dulu. Semua hilang, tidak tersisa apapun.

Aku berjalan tidak tentu arah dengan membawa koper dan beberapa barang yang bisa kubawa dengan mudah. Sekarang apa yang harus aku lakukan, kemana aku harus pergi. Aku sendirian. Aku benar-benar sendirian.

Aku terjatuh ketika aku tidak sengaja menabrak seseorang. Tubuhku kembali mencicipi aspal jalan, taelapak tangan ku lecet dan kakiku terkilir. Dengan sisa tenaga yang aku miliki, aku berusaha bangkit dan meminta maaf. Aku terus saja menundukkan kepala saat permintaan maaf aku ucapkan.

SAVE THE MOMENT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang