Part 2

5.3K 103 3
                                    

Emily Anderson POV

Sekali lagi, melalui malam dengan rasa sakit di hati, dan tangisan tidak membuat hatiku membaik di esok harinya. Walau bisa di katakan lebih baik karena hari ini aku tidak perlu bertemu dengan Daniel dan dia yang tidak ingin kusebutkan namanya.

Perjalanan yang kutempuh dari apartemenku ke rumah Christian, pasien yang akan ku tangani memakan waktu cukup lama. Sepanjang perjalanan pikiranku tersita dengan fokus pada jalan yang ada di hadapanku. Dalam waktu lebih dari 2 jam akhirnya aku menemukan rumahnya. Perumahan itu tidak terlalu besar, tapi mereka memiliki halaman yang cukup untuk kenyamanan tinggal di kota seperti ini.

Terima kasih pada pelajaran geografiku yang kurang bagus, karena aku membutuhkan waktu lebih lama dari yang ku kira untuk mencari rumah pada alamat yang di berikan suster Maria padaku. Sayangnya keahlianku menyuntikan obat sangat baik, seandainya kemampuanku menyuntik seburuk geografiku, ingin rasanya kupraktikan ke wanita itu.

Aghhhh ada apa denganku? Aku bukan wanita pencemburu, aku hanya tidak suka di khianati.

"Maaf permisi... apakah benar ini rumah Mr. Cole?" Tanyaku pada seorang wanita seumuranku yang baru saja keluar dari arah belakang rumah yang kutuju.

"Ya benar. Kau mencari siapa?"

"Ehmmm... Christian Cole... Ohhh aku Emily... perawatnya."

"Penganti lagi. Kau dari rumah sakit apa?" Tanyanya dengan tatapan sebeku gunung es. Ada apa dengan dirinya?

"New York Hospital." Aku melemparkan senyumku.

"Oh... rumah sakit berbeda kali ini." Komentarnya mengusik rasa ingin tahuku, sepertinya Mr. Cole berperilaku aneh sampai perawat banyak yang mengundurkan diri. Aku mengabaikan komentarnya dengan pamit lalu berjalan masuk ke pekarangan rumah Mr. Cole meninggalkan gadis itu di belakangku.

Aku berjalan mendekati pintu masuk, lantainya yang terbuat dari papan, menghasilkan bunyi dernyit saat kakiku menapak papan itu. Dalam rumahnya sangat gelap jika di lihat dari luar. Aku tidak dapat melihat dengan jelas apa yang ada di dalam rumah itu, hanya celah kecil dari gorden yang terbuka saja, perabot rumah tangga yang tidak terlalu fancy, tapi cukup bagus di sebut sebagai rumah nyaman.

Suara bunyi panci yang terjatuh dan beberapa alat dapur yang saling bertumbukan sesaat setelah aku mengetuk pintu dan memanggil pemilik rumah dengan keras terdengar dari arah belakang rumah yang kukira sebagai dapur. Karenanya aku berjalan memutar menuju belakang rumah, memeriksa pintu dapur, dan berusaha membukanya. Tidak terkunci.

"Sir.... apakah semuanya baik-baik saja? Aku mendeng.... oh God... " aku berlari memasuki dapur setelah menemukan seorang pria yang sedang meraih panci di lantai, dan karena ketidak seimbangan tubuhnya membuatnya terjatuh ke lantai. Pria itu pasti Christian, dan dia memaki saat berusaha bangkit dari lantai sendiri.

"Oh God... tanganmu berdarah... tunggu sebentar, aku akan kembali..." kataku setelah membantunya duduk kembali di kursi rodanya dan menyadari tangannya yang berdarah.

Aku berlari secepat mungkin mengambil kotak p3k ku yang selalu ku bawa di dalam mobil. Dan kembali ke rumah itu melewati pintu dapur kembali.

"Mari biar ku bantu membalut lukamu." Kataku meraih tangannya tang tergeletak di pangkuannya.

"Siapa kau? Siapa yang mengizinkan kau masuk ke rumahku?" Katanya sambil menarik tangannya dari genggamanku.

"Ohh... maafkan aku. Aku Emily.. aku dari New York Hos..."

"Aku tidak membutuhkan perawat, keluar dari rumahku..."

"Tanganmu berdarah.... izinkan aku membalut lukamu yang terbuka."

Destiny (Versi Indonesia) (On hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang