Part 9

2.7K 69 11
                                    

Christian Cole Pov

Saat Jack memberitahu bahwa Casley sudah siuman dari komanya, dan histeris saat menyadari wajahnya yang berubah, aku langsung meninggalkan pekerjaanku dan datang ke rumah sakit New York hospital.

"Chris...." aku memeluk Casley seerat mungkin, meskipun wajahnya yang sudah di operasi sama sekali tidak mirip dengannya yang dulu, tapi aku masih bisa mengenali suaranya. Dan aku sangat senang karena akhirnya dia bisa mengenaliku.

"Casley.... syukurlah kau sudah sadar kembali. thanks God you can remember me..... aku berfikir kau tidak akan pernah mengingatku lagi..." aku dan Casley saling berpelukan. Beban yang selama ini menghimpitku seakan terangkat satu. Rasa bersalah dan kehilangan yang tidak pernah bisa di pahami oleh siapapun.

"Chris... aku tidak seperti yang kau bayangkan, aku bukan Casley yang kau kenal dulu."

"Sttt... stttt... bagiku, dan kami semua, kau masih Casley yang sama.... kau tidak boleh berfikir seperti itu. Okay." Aku menghapus air matanya yang mulai turun lagi di atas jejak air mata yang sebelumnya. Casley banyak menangis sejak dia siuman sepertinya.

"Chris benar. Kami semua tetap mencintaimu seperti sebelumnya... nih lihat... kau lebih cantik yang sekarang malah."

"Jack...."

"Jangan dengarkan dia. Bagiku, kau yang sekarang dan yang sebelumnya sama sama cantik."

"Benarkah....?"

"Tentu saja." Aku dan Jack menjawab bersamaan.

"Hei hei hei hei... sudah sudah sudah... kau memeluk adikku terlalu lama. Sekarang giliranku." Jack memisahkan pelukanku dengan Casley.

"Jack... kenapa kau selalu iri denganku. Tidak bisakah kau melihatku senang?"

"Kau mengganggu istirahatnya. Dia lelah kalau kau peluk lama-lama seperti ini."

"Jack iri denganmu?" Casley mulai meledek kakaknya.

"Aku? Iri padanya? No way...."

Aku sangat merindukan moment dimana aku, Jack dan Casley saling menggoda dan bercanda seperti ini. Kedekatan di antara kami semua seperti layaknya saudara kandung. Meskipun aku hanya sahabat Jack. Entah mengapa, aku selalu merasa mereka adalah bagian dari keluargaku. Aku janji dengan Casley untuk menemaninya terapi setiap hari atas permintaannya mulai besok.

Setelah aku kembali ke kantor dari menjenguk Caslesy, Rupert tergopoh gopoh membawa bungkusan masuk ke ruanganku.

"Ada apa?" Bungkusan yang ku kirim untuk Emily. Dia mengembalikannya padaku. Mengapa dia tidak menerimanya? Damn. Bila dia menerimanya, setidaknya akan mengurangi rasa bersalahku. Tapi karena dia mengembalikannya...

"Ini, paketnya..." aku tahu itu sebelum Rupert mengatakannya.

"Ya... ada apa dengan paketnya."

"Kau lihat saja sendiri. Aku permisi." Rupert meletakan dus itu di atas meja di hadapanku.
Aku melihat kotak itu tidak semulus saat aku membungkusnya sendiri waktu membeli. Aku membuka amplop yang masih tersegel, Dan aku membaca surat yang dia tulis sebagai balasannya.

"Maaf aku tidak bisa menerima hadiahmu. Kau tidak perlu merasa bersalah atas apa yang terjadi diantara kita. Kau tidak perlu mengirimkan hadiah untukku jika kau ingin minta maaf.

Aku sudah menerima perjodohan ayahku. Aku sudah bertemu dengannya, dan dia tidak seburuk yang kukira. Aku yakin bisa hidup bahagia dengannya. Terlebih karena dia bisa memuaskan birahiku, aku dibuatnya mencapai klimaks berkali kali. Dan pilihan ayahku tepat. Dia melebihi segalanya darimu. Selamat tinggal.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 20, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Destiny (Versi Indonesia) (On hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang