Bab. 1 - Cerita Kehidupanku

294 16 1
                                    

"Malam ini bulan tak menampakan sinarnya, bintangpun raip entah kemana. Langit gelap tanpa cahaya, semakin menambah dingin yang kurasa. Bukan karena dingin menggigil, melainkan hati yang merasa sepi dan hampa."

🍁🍁🍁

Aku menatap keluar jendela kamar, memandang langit yang hitam tanpa cahaya itu. Sesekali aku melirik ponselku yang terletak diatas meja belajar. Masih tak ada tanda-tanda layar menyala atau notif apapun.

Aku menghela nafas lelah, kemudian ku berjalan menghampiri meja belajar dan meraih ponsel itu. Mencoba sekedar mengecek saja, siapa tahu ada pesan atau chat masuk disana. Namun, benar-benar tidak ada satu pun.

Kemudian aku mencari kontak seseorang dan ku tekan tombol hijau disana. Panggilan tersambung, namun belum ada jawaban. Hingga yang ketiga kalinya, barulah panggilan itu terhubung.

"Hallo bih," ucap seseorang diseberang sana.

"Kenapa lama banget ?" Ucapku sedikit jutek.

"Oh itu tadi gak kedengeran, HP aku taro kamar." Ucapnya.

"Emangnya kamu lagi dimana ?" Tanyaku.

"Dirumah, emang kenapa ?" Ucap Regan diujung telepon.

Aku bergumam, "hmmm. Gapapa kok, kamu lagi sibuk ya ?" Ucapku.

"Enggak sih, cuma dirumah lagi ada temen-temen aja. Biasa main PS," jelas Regan.

Aku menghela nafas dalam, mencoba menahan rasa kesal dihatiku. "Apa gak bisa ya gitu kamu ngabarin aku, chat atau telpon. Ini kan malam minggu, seenggaknya kamu temenin aku chatan walaupun gak ngapel ke rumah." Ucapku dengan nada sedikit menyinggung.

"Bih, aku minta pengertian kamu. Temen-temen pada dirumah, kalo akunya sibuk maen HP kan gak enak." Ucapnya dari seberang sana.

"Hmmm, jadi aku udah gak penting ya Gan ?" Ucapku asal.

"Bukan, bukan gitu. Kamu selalu jadi yang terpenting buat aku. Tapi, masalahnya aku lagi sibuk. Nanti deh, aku temenin kamu chatan kalo mereka udah pulang." Ujarnya.

"Sibuk apasih Gan ? Maen PS atau maen cewek ?" Ucapku kesal.

"Mulai deh, kamu bisa gak sih pengertian dikit jadi cewek. Waktu aku tuh gak cuma buat chatan sama kamu doang Ri," ucapnya sedikit bernada tinggi.

Aku tersenyum getir, mataku mulai memanas dan berkaca-kaca. Regan membentak ku ? Sungguh orangtuaku pun tidak pernah membentak ku barang sekalipun.

"Yaudah gapapa, kita gak perlu chatan. Kamu temenin aja temen-temen kamu." Ucapku datar.

"Please deh Ri, jangan moody kayak anak kecil gini. Aku tuh selalu ngertiin kamu. Kamu gak bisa diajak keluar malem, it's okay aku ngerti. Bahkan kamu gak pernah bisa disaat aku ngajak kamu jalan, aku juga ngerti, Ri. Aku gak ke rumah kamu juga bukan karena aku gak mau, kamu sendiri kan yang larang. Jadi, tolong sekali aja kamu ngertiin aku bisa kan." Ucapnya.

Aku tersenyum getir, memang benar apa yang dikatakan Regan. "Yaudah, aku tutup teleponnya ya. Kamu jangan tidur larut malam." Ucapku dengan nada sebaik mungkin, kemudian mematikan sambungan telepon secara sepihak.

Jujur, Regan memang belum pernah main ke rumahku sekalipun. Apalagi bertemu kedua orangtuaku. Benar, memang aku yang melarang. Karena ayah dan bunda melarang aku pacaran saat masih sekolah. Jika, mereka tahu aku pacaran dengan Regan. Mereka akan marah, kecewa dan sudah jelas akan mendiamkan aku.

Mereka selalu mengatakan dan mengingatkan. Bahwa sekolah itu penting, untuk masa depanku. Ayah dan bunda hanya tidak ingin aku terlibat kedalam pergaulan bebas yang marak dimasa sekarang ini. Mereka tidak ingin aku salah dalam memilih jalan, karena menurutnya usia sepertiku sangatlah mudah terpengaruh.

EccedentesiastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang