Belakangan tungkai-tungkaiku seperti larut di udara. Dalam dunia yang turbulen lagi banjir dan topan ini, aku emulsi yang kurang kokoh termodinamik, agak rentan entropi dan penguapan. Barangkali karena pancaroba. Agak memprihatinkan bagaimana antara dua musim kini payau batasnya. Sementara hujan sudah rendah pula pHnya. Batal aku pura-pura menangis di bawah hujan September ini, nanti ada yang meleleh, mata. Bahaya.
Dalam musim seperti ini, aku harap manusia bisa bicara dengan eja dan batu bisa berhenti menyembunyikan wacana. Kau boleh ajak aku meniti kegelapan tak terpeta itu, tapi kalau cuaca sudah lebih baik saja. Karena aku belum mengenalnya, anti-partikelku, aku dalam kegelapan. Kalau bertemu, mungkin kita hanya akan bertumbuk sekali dan tiada. Lagipula kalau kau ingin tanganku, tungkaiku masih gas dalam udara. Kepalaku juga. Kalau musim hujan sudah berhenti, baru nanti aku jaring serpihnya yang mengalir di sungai, jala yang larut di lautan, senter yang ada dalam kegelapan.
Tapi sampai saat itu, kau boleh turut berteduh di bawah payungku, pada musim ini dimana sulit menjadi utuh.
1.21
08/09/17