#Flashback
***
"Kamu kenapa dirawat di rumah sakit?"
"Aku sakit."
Lelaki itu menghela nafas. "Kalo kamu sehat, kamu pasti ada di rumah sehat, bukan rumah sakit."
Gadis berusia tujuh tahun yang kini berbaring di atas ranjangnya itu mengerjap beberapa kali. "Emang ada rumah sehat?" Tanyanya kemudian dengan raut wajah bingung yang lucu, membuat sang lelaki terkekeh melihatnya.
"Sekarang kamu lagi di rumah sehat."
"Ini rumah aku, bukan rumah sehat, Izam."
Lelaki yang dipanggil Izam itu menggaruk keningnya. Lantas bangkit dari kursi di samping ranjang tersebut dan duduk di pinggir ranjang dimana seorang anak perempuan berbaring.
"Kamu pinter yah," ujarnya dengan telunjuk yang mencolek hidung mungil gadis yang kini terkekeh karenanya.
"Iyah dong, keluarga aku kan dokter. Masa aku nya gak pinter."
Izam terkekeh lagi karenanya. Sudah setahun sejak perkenalan mereka di taman rumah sakit itu. Tapi sampai sekarang, Izam belum juga mengetahui mengapa gadis ini selalu bulak-balik rumah sakit dan dirawat di tempat yang sungguh tidak Izam sukai itu.
Saat ditanya, Mayka selalu menjawab kalau dia sakit. Izam pun tidak mendapat jawaban pasti dari keluarga Mayka, mereka memberi jawaban yang sama. Mayka sakit. Dan demi Tuhan, kalau Izam sudah besar, ia akan mencari tau sendiri penyakit sebenarnya dari gadis yang selalu bisa membuatnya tersenyum ini.
Sekarang pun Mayka baru pulang dari rumah sakit. Izam sempat mencuri dengar percakapan dokter Mayka dengan Ayah Mayka saat dirinya ikut menjemput Mayka untuk pulang, dokter bilang kondisi Mayka sudah membaik. Dan besar kemungkinannya kalau Mayka tidak perlu dirawat lagi. Mayka sudah hampir sembuh total. Tapi ia tetap tidak boleh begitu kelelahan.
Izam menghela nafas lega mendengar hal tersebut. Meski ia tidak tau apa penyakitnya, tapi ia juga bahagia kalau Mayka tidak perlu kembali ke rumah sakit. Ia tidak suka melihat jarum suntik terus menusuk kulit gadisnya itu. Izam sangat tidak tega melihat infus yang selalu terpasang di pergelangan tangan Mayka.
Tok tok tok
"Zam, ayo pulang. Biar Mayka istirahat."
Kedua orang itu menoleh bersamaan ke arah pintu kamar yang terbuka. Disana terdapat Lucas yang nampak gagah dibalik setelan kerjanya dan berdiri tegak dengan senyuman hangatnya pada Mayka, lalu kembali menatap Izam dan mengangguk, mengajaknya untuk pulang.
"Tapi--"
"Iyah, Izam pulang aja. Mayka gak papa, kok. Izam kan dari pagi nemenin Mayka. Sekarang udah sore. Izam pasti belum makan."
Izam mengulum bibirnya. Ia menatap lekat ke arah Mayka yang kini tersenyum hangat padanya. Izam senang melihat wajah Mayka yang tidak lagi sepucat biasanya.
"Hm, iyadeh," Izam menoleh ke arah Lucas, "Kak, duluan aja! Nanti Izam nyusul," ujarnya yang diberi anggukan oleh Lucas dan Lucas pun pergi dari sana.
"Kamu makan yang teratur yah. Obatnya diminum."
"Iyah, Izam. Mayka kan selalu makan terus minum obat tepat waktu. Yang ada Izam yang harus makan!"
Izam tersenyum simpul. Ia mengusap lembut rambut Mayka. "Mayka gak boleh sakit lagi. Izam sedih liat Mayka sakit terus."
Gadis itu mengambil tangan Izam yang ada di puncak kepalanya. Digenggamnya tangan itu dengan kedua tangan mungilnya dan tersesenyum manis ke arah lelaki yang selalu menemani harinya. "Mayka gak akan sakit lagi. Mayka sembuh karena ada Izam disini. Izam adalah alasan Mayka untuk selalu minum obat dan berdoa sama Tuhan biar cepet sembuh."
Izam tersenyum haru. Satu tangannya yang tak digenggam mengusap kepala Mayka lagi. "Makasih, yah. Izam akan selalu ada buat Mayka. Izam akan selalu jagain Mayka dan akan selalu jagain apa yang udah jadi milik Izam. Gak akan ada satu orang pun yang boleh ambil milik Izam. Izam bakal lakuin apapun, buat pertahanin Mayka cuma buat Izam seorang."
Ada jeda, sampai akhirnya, lelaki itu kembali melanjutkan.
"Mayka cuma milik Izam, untuk kemarin, sekarang, esok dan seterusnya."
°TBC°
Selanjutnya chapt 2 😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy Is The Sweetest Boyfriend
Fiksi Remaja(Judul awal AZKARISATYA) Menurut Mayka, Izam itu manja, tukang gombal, romantis, manis dan ramah. Tapi diluar pengetahuan Mayka, bahkan tidak ada satu orang pun yang berani hanya untuk menatap mata seorang Nizam Azkarisatya yang sekelam malam. *** N...