Masih terlalu dingin bagi matahari untuk unjuk gigi dari ujung timur. Masih terlalu gelap juga bagi awan untuk terbang menggumpal di atas sana, sekitar pukul 2 pagi Luna masih terjaga dalam posisi setengah duduk, ditemani sayup-sayup cahaya dari ventilasi kamar mandi. Pikirannya menjelajah ke setiap sudut mana saja yang dia ingin, berusaha menemukan apa yang ingin ia dapatkan.
Kasihan, tapi hanya Kyungsoo yang Luna ingat.
Pernah dengar ada pribahasa yang mengatakan kalau. "Luka yang ditorehkan akan abadi bersama dengan senyum yang mengembang."
Tahu apa artinya? Tentu iya kalian tahu, dan tentu iya kalian cukup pintar untuk mengerti makna dalam pribahasa tadi.
Beberapa bagian tubuh Luna rasanya masih ngilu, bergerak sedikit aja ia merintih. Berjalan ia berkaca-kaca, dan ingin bangun rasanya mustahil.
Arthur mengatakan beberapa tulangnya sedikit ada masalah, butuh beberapa bulan hingga semuanya benar-benar kembali seperti semula. Pun, tidak menjamin kalau tulangnya bakal benar-benar seperti dulu.
Di lain sisi, kulit Luna dipenuhi oleh luka yang sudah mulai mengering, baik di wajah, tangan, kaki, lutut hingga pinggul. Semuanya penuh oleh rasa gatal karena luka miliknya sudah memasuki fase penyembuhan.
Netra Luna beralih posisi pada pria yang sedang terlelap di sofa. Wajahnya terlihat sangat kalem walau lekuk irasnya disiram gelap ruangan. Meski begitu, hanya dengan melihatnya dia tenang, hanya memandangnya dia senang.
Namun, ulu hatinya terasa dihunjam oleh ujung tombak dari suku Indian sesaat Luna merasa tenang melihat sosok suaminya. Berulang kali ia bertanya, dan berulang kali ia kembali diam. Diam karena tak kunjung mendapat ilham.
Luna tidak ingat apa pun selain wajah dan keberadaan suaminya. Miris.
"Kyung," panggil Luna pelan, ia tidak mau tidur suaminya terganggu. "Kyung, kau dengar aku?"
Tidak ada suara.
"Kyung," kata Luna lagi. "Kepalaku sakit."
Kelopak mata Kyungsoo terbuka, bola mata bulatnya menyapa datar langit-langit ruangan, napasnya tertahan, lalu hidungnya kembang-kempis setelah kesadarannya kembali utuh.
Kyungsoo menengok ke samping kiri, Luna masih di sana, melihatnya dengan binar mata yang membuat dadanya terbakar tak kasat mata.
"Kenapa?" tanya Kyungsoo serak. "Kau butuh sesuatu?"
"Kepalaku sakit," rengek Luna sembari mengetuk-ngetuk pucuk kepalanya sendiri.
"Kau mau aku bagaimana?" tanya Kyungsoo sembari bangun dari tempat tidur lalu membersihkan kotoran di pelupuk mata. Tatapan mata Kyungsoo masih kosong karena terbangun dari tidur di jam segini itu tidaklah mudah. "Kau tidak tidur?"
Luna menggeleng. "Aku berusaha mengingatnya, tapi aku tidak bisa."
"Jangan dipaksakan." Kyungsoo berkata lalu berjalan lantas meneguk segelas air mineral. "Kau lapar?"
Luna kembali menggeleng. "Tidak."
"Lalu?"
"Aku mau kau di sini," parau Luna. "Kyung, aku takut."
"Takut kenapa?" tanya Kyungsoo heran. "Di sini tidak ada hantu."
"Aku merasa sendiri, aku merasa kau bukan dirimu. Aku merasa seperti aku kehilangan dirimu, tapi aku hanya ingat kalau kau suamiku." Luna berkata panjang lebar. "Aku takut."
Detik itu juga Kyungsoo meletakkan gelas yang semula ia pegang lalu memelesat ke ranjang tempat Luna berbaring. "Hei, aku di sini Sayang. Aku tidak kemana-mana."
KAMU SEDANG MEMBACA
OBSECRO
Romance[Sequel MCiMH] [TAMAT] [LuDo's 2nd Series] [5 chapter dihapus demi kepentingan penerbitan] #87 fanfiction 28-08-2018 Sekarang aku tahu, semua memang dirancang untuk hari ini, Tuhan mempersiapkan semuanya dengan matang. Seakan skenario telah tersusu...