05-Hangat

31 4 2
                                    

05. Hangat

Senyum mengembang dan rona merah yang menyebar di pipi bulat Senja memang tidak dapat disembunyikan. Gadis itu terlampau bahagia hingga ia menyapa hampir semua orang yang ia temui di gedung apartemennya malam ini.

Selama tujuh belas tahun ia hidup, sepertinya baru pertama kali ia merasakan kebahagiaan yang membuatnya tidak dapat berhenti tersenyum. Malam ini, Bulan—manusia yang paling ia kagumi menunjukkan rasa ketertarikannya pada Senja. Ya, meskipun secara tidak langsung.

Ingatan tentang Bulan yang sempat memaksa untuk menyetir mobil milik Senja masih terngiang-ngiang dalam benak gadis itu. Bagaimana ekspresi Bulan ketika Senja memutuskan untuk menyetir sendiri mobilnya pun masih terekam jelas.

"Senja, kunci mobil lo mana? Biar gue yang nyetir," kata Bulan sambil menjulurkan tangannya pada Senja.

Gadis itu menggeleng, "gue bisa nyetir sendiri, Bulan. Lagipula nanti lo kerepotan kalau harus kembali kesini lagi buat ambil motor."

"Tapi lo baru aja minum 2 botol bir, siapa yang mau tanggung jawab kalau terjadi apa-apa?"

"Bulan, 2 botol bir itu bukan apa-apa buat gue, sumpah. Gue masih sadar, kok!"

Bulan mendengus, "ya udah kalo lo nya nggak mau dianterin. Hati-hati, Senja." Jawabnya sambil memberi senyum tidak ikhlas.

"Hati-hati juga, Bulan."  Dan tanpa menunggu balasan dari Bulan, gadis itu berjalan menuju mobilnya dan bergegas meninggalkan klub tersebut.

Masih dengan senyum yang mengembang, gadis itu mengambil sebuah buku yang ia selipkan di samping tempat tidurnya dan membukanya.

Pada halaman pertama, terdapat foto punggung Bulan dengan frame berwarna putih seperti polaroid. Dan di bawah foto tersebut tertulis, "I don't even know what his name is, but when my eyes met his, I saw the whole universe. PS. this photo was taken secretly."

Senja terus membalik halaman demi halaman buku yang berisi potret serta kejadian-kejadian yang pernah ia lewati bersama Bulan, seperti ketika mereka mengobrol, atau sedang berkumpul bersama teman-teman yang lain. Bagi Senja, semua yang berhubungan dengan Bulan harus diabadikan dan dikenang.

Hingga tangannya pun tiba pada lembar yang masih kosong, dan ia berinisiatif untuk memotret tangannya yang baru saja bersentuhan dengan Bulan dengan sebuah kamera polaroid.

Setelah foto itu tercetak, ia segera menempelkannya ke dalam lembar kosong itu dan menuliskan beberapa kalimat manis di samping potret tersebut.

Senyum masih belum meninggalkan wajah Senja, bahkan semakin melebar ketika gadis itu melihat notifikasi ponselnya yang dihiasi dengan nama Bulan.

Demetria Ebulanno : Senja, gue udh di rmh.
Demetria Ebulanno : Lo gmn?
Demetria Ebulanno : Wkwk.

Membaca pesan itu membuat pipi Senja merona, ia masih tidak percaya bahwa akhirnya ia diberi kesempatan untuk bertukar pesan dengan Bulan. Tubuhnya bergetar, ia terlalu bahagia. Namun jari-jarinya dipksa untuk terus bergerak menulis pesan balasan untuk Bulan.

Alle : Gue jg udg.
Alle : Typo deng, udah malsudnyam
Alle : Typl lg:( *maksudnya.
Alle : Anjing gataulah cape.

Senja merutuki dirinya sendiri saat menyadari bahwa tubuhnya yang sedang bergetar membuat jari-jarinya menghasilkan pesan yang buruk. Dan ia semakin merutuki dirinya sendiri ketika pesannya telah dibaca oleh Bulan sebelum ia sempat meng-unsend nya.

Demetria Ebulanno : Mabok ya lo?
Demetria Ebulanno : Kalo ngetik yang kasar-kasar nggak typo. Dasar.

Alle : Nggak mabok woy, cuma nggak fokus doang.
Alle : Btw display name lo panjang amat kayak kartu ujian :(

Demetria Ebulanno : Lah lo malah singkat banget kayak nama anjing.
Demetria Ebulanno : Istirahat gih, nanti jam 4 gue jemput.
Demetria Ebulanno : Senja nggak alergi sama motor kan?

Alle : Nggak sih. Lo mau ngajak gue ke tempat balapan ya?

Demetria Ebulanno : Kita liat nanti ya, Senja.
Demetria Ebulanno : Selamat beristirahat!

Membaca pesan manis dari Bulan semakin membuat Senja tidak bisa berhenti tersenyum. Bahkan ketika gadis itu terlelap. Dan untuk pertama kalinya dalam 17 tahun, Senja tidur dengan senyuman terukir di wajahnya.

Alarm Senja berbunyi pada pukul setengah 4 pagi dan gadis itu langsung bergegas merapikan dirinya. Ia harus terlihat "pantas" ketika menemui Bulan nanti.

Jam sudah menunjukkan pukul 4 pagi dan Senja masih mematut dirinya di depan cermin. Ia tersenyum, setidaknya kali ini ia berhasil menyulap dirinya dan tidak lagi terlihat seperti perempuan yang belum mandi 3 hari.

Merasa cukup pantas, Senja memutuskan untuk menyudahi kegiatan berdandannya dan mulai mengecek tas yang akan ia bawa.

Dompet? check.
Powerbank? check.
Liptint? check.
Parfum? check.
Tissue? check.
Permen? check.

Semua kebutuhannya sudah lengkap, kini Senja tinggal keluar dari kamar apartemennya dan menunggu Bulan di lobby. Tepat ketika Senja menutup pintu ruang apartemennya, ia mendapat panggilan telepon dari Bulan.

"Halo?"

"Senja, gue udah sampe. Ini lagi cari parkir. Lo udah siap?"

"Eh? Nggak usah parkir, gue udah mau turun nih, lagi nungguin lift. Lo tunggu di depan lobby aja, jam segini apartemen gue sepi kok."

"Oke deh. Gue tunggu ya."

"Sip."

Tidak lama setelah panggilan itu terputus, Senja sudah berada di dalam lift dan tiba di lobby dalam waktu kurang dari 3 menit. Dan pemandangan yang ia dapatkan di lobby saat ini benar-benar tidak baik bagi jantungnya.

Disana, Bulan yang mengenakan kaos hitam dan celana ripped jeans berwarna senada sedang bersandar di samping mobilnya sambil menunduk memperhatikan ponselnya.

Menghela nafas cukup panjang, Senja mulai berjalan ke arah Bulan.

"Bulan? Katanya mau bawa motor?" Tanya Senja membuat Bulan mengangkat kepalanya dan menatap Senja.

"Nggak jadi, takut hujan. Lo naik gih." Kata Bulan sambil membukakan pintu mobil untuk Senja.

Untuk yang ke sekian ratus kali, hati Senja menghangat melihat perlakuan Bulan yang sangat manis. Dan tanpa disadari, gadis itu memohon pada semesta agar hatinya bisa terus merasakan kehangatan ini, bersama Bulan.

🌙🌙🌙

Sudah hampir satu tahun, ya?
Maaf.
Lagi-lagi, saya minta maaf.

Tidak mau banyak berjanji, tapi yang pasti saya akan berusaha untuk merampungkan cerita ini.

Oh ya, saya juga memutuskan untuk mengubah username menjadi pepperpeple. Nggak ada makna berarti, hanya karena ingin dipanggil "pepper".

Tapi kalau mau dianalogikan, makanan tanpa lada rasanya kurang nikmat. Tapi tidak semua orang suka lada karena lada itu pedas. Sama seperti mulut saya yang pedas, dan tidak disukai beberapa orang😀

Username instagram saya juga berubah menjadi pepperpeple dan saya masih menerima curhatan-curhatan yang mungkin tidak bisa kamu ceritakan pada orang lain!🤗

Semoga harimu baik!🌻

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 16, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bulan pada SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang